Selasa, Mei 08, 2007

Berita Garda : Media Domestik

Lia Aminudin Diperiksa Kejiwaannya

Kamis, 05 Januari 2006 | 22:42 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:

Atas permintaan polisi, psikolog Universitas Indonesia Sarlito Wirawan Sarwono memeriksa kejiwaan pimpinan Tahta Suci Kerajaan Eden, Lia Aminuddin. Namun Sarlito tak bersedia memberikan hasil pemeriksaan itu. "Saya tadi melakukan pemeriksaan kejiwaan Lia, tapi itu rahasia, bagian dari kode etik profesi,"kata Sarlito di kantor Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Kamis (5/1) malam.

Pemeriksaan di ruang penyidik Satuan Keamanan Negara berlangsung kurang lebih dua jam. Lia, Sarlito menjelaskan, sangat kooperatif. "Jawaban yang diberikan pun sangat jelas,"kata guru besar Universitas Indonesia itu. Pemeriksaan dilakukan dengan metode psikologis.

Lia Aminuddin, usai pemeriksaan, menolak berkomentar. "Tadi say hello saja,"ujarnya sambil tersenyum tipis. Mengenakan baju tahanan nomor 12 dan celana pendek selutut, Lia tampak lelah.

Selain Sarlito, Direktur Reserse Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Jaelani juga telah meminta keterangan sejumlah saksi ahli dari Departemen Agama dan ahli hukum.

Hingga saat ini polisi telah memeriksa sekitar 10 orang. Mereka antara lain warga Jalan Mahoni 30, Bungur, Jakarta Pusat, tempat tinggal Lia dan pengikutnya. Selain Lia, belum ada tersangka lain dalam kasus penistaan terhadap agama itu.

Sebelumnya siang hari Cendikiawan Muslim Dawam Rahardjo, pengacara Saor Siagian dari Tim Pembela Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan, serta beberapa aktifis menjenguk Lia Aminuddin di ruang tahanan. Lia Aminuddin hanya mau dibela oleh para pengacara yang jujur, ikhlas, tak menyuap dan bersedia "disucikan".

Tim pembela, sedang merumuskan cara-cara yang efektif untuk bisa membela Lia Aminuddin. "Yang kami bela bukan Lia Aminuddinnya, tapi kebebasan beragama dan bekepercayaan itu. Polisi dan para provokator bisa saja menuding pihak lain dengan alasan penodaan agama. Jadi kebebasan memeluk agama atau kepercayaan tertentu yang kami bela,"kata Dawam.

Sekretaris Jenderal Garda Kemerdekaan, Husein Hashem bahkan meminta Lia Aminuddin segera dibebaskan. "Janganlah karena ingin memuasi sekelompok massa yang memprotes Lia, lalu polisi mengambil langkah yang keliru,"katanya.

Langkah polisi menyatakan Lia sebagai tersangka tindak pidana penodaan agama, menurut Husein, terlalu terburu-buru. Karena polisi belum mengadakan penelitian yang mendalam mengenai ajaran tersebut. "Kami minta polisi melepaskan Lia dari tahanan dan meminta pemerintah dan aparatnya melindungi dan menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaannya,"ujarnya.

Yuliawati/Ramidi

Berita Garda : Aksi

Tuntut SKB 2 Menteri Dicabut

Kirim artikel ke teman
10 November 2005 - Oleh:
Kamis, 10 Nov 2005,
JAKARTA –

Istana Negara terus dibanjiri pendemo. Setelah unjuk rasa piket tujuh hari oleh Urban Poor Linkage (Uplink) dibubarkan, kemarin giliran gabungan penentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 menggelar aksi. Unjuk rasa itu diikuti beberapa elemen. Mereka melakukan long march dari Bundaran HI ke depan Istana Negara.

Aksi tersebut dimulai pukul 09.00, diikuti sekitar 1.500 orang. Begitu tiba di depan istana, secara bergantian mereka menggelar orasi yang intinya menuntut pencabutan SKB dua menteri (menteri agama dan menteri dalam negeri, Red). Kelompok yang tergabung dalam demo itu, antara lain, perwakilan Papua, Poso, Garda Kemerdekaan, Tim Pembela Kebebasan Beragama (TPKB), Komunitas Warga Bekasi, Komunitas Banten, Aliansi Kebangsaan Indonesia, hingga Ahmadiyah.“Kami datang dari berbagai lapisan. Ada yang mengatasnamakan organisasinya, ada juga yang datang atas nama pribadi-pribadi. Kami datang karena merasa kehidupan beragama dikekang,” kata Sekretaris II TPKB Tumaber Manulang.

Dijelaskan, SKB 2 Menteri Nomor 01 Tahun 1969 tersebut sangat mengekang kehidupan beragama. Terutama pasal 3 dan 4 tentang pendirian rumah ibadah yang mewajibkan mendapat izin dan minimal didukung 400 kepala keluarga di daerah itu. Pihaknya juga menolak revisi SKB 2 menteri tersebut. Sebab, draf peraturan bersama itu justru lebih mengekang kehidupan beragama.

Setelah menggelar orasi, 12 wakil pendemo diterima pihak istana. Mereka, antara lain, Ketua TPKB Saur Siagian, Ketua Aliansi Kebangsaan Indonesia Martin Sirait, Korlap Nopemmer Saragih, Pendeta Ana, Pendeta Hutajulo, Pendeta Tobing, Sekretaris TPKB Daniel Tonapa, serta Sekretaris Aliansi Kebangsaan Indonesia F. Eleonora S. Moniung. Yang menerima mereka adalah Jubir Andi Mallarangeng.

Pertemuan yang digelar mulai pukul 12.00 tersebut berlangsung satu jam. Hasilnya? Tak ada. Menurut Sekretaris Aliansi Kebangsaan Indonesia Eleonora S. Moniung, jubir tidak bisa memberikan solusi. Dia juga tidak berani menjadwalkan pertemuan dengan presiden. “Yah, tahu sendiri kalau Andi Mallarangeng ngomong. Namanya juga jubir. Dia tidak bisa memberikan jawaban yang tegas. Semuanya standar-standar saja,” kata wanita asal Manado itu. (yes)

Berita Garda : Wawancara

Tanpa Kebebasan, Harmoni Hancur


Iklim kebebasan dan kemerdekaan bukanlah pemberian, tapi sesuatu yang harus direbut dan dipertahankan. Seperti apa? Berikut wawancara Novriantoni dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) dengan Ahmad Taufik, ketua Garda Kemerdekaan, yang memperjuangkan kemerdekaan warga negara dalam menjalankan agamanya.


Apa itu Garda Kemerdekaan dan mengapa perlu ada Garda Kemerdekaan?
Garda Kemerdekaan adalah organisasi yang diproklamasikan pada 30 September 2005 di Gedung Perpustakaan Nasional. Anggotanya terdiri atas individu-individu yang miris dengan persoalan kekinian bangsa kita yang mulai terpecah belah. Ini dimulai dari adanya sekelompok kecil orang yang punya klaim seperti kelompok besar, yang mencoba menghancurkan kemerdekaan dan kebebasan kita, terutama kebebasan orang-orang dalam beragama.

Ketika Soeharto jatuh, kita menyangka hanya dia biang kerok masalah kesewenang-wenangan. Tapi, setelah biang kerok itu lengser, rupanya masih ada saja unsur-unsur lama yang mengganggu kemerdekaan tiap-tiap orang. Karena itu, kita harus bergerak, nggak bisa lagi sekadar wacana.

Mengapa Garda Kemerdekaan fokus dalam pembelaan terhadap kebebasan beragama?
Garda Kemerdekaan hadir untuk menjaga agar orang tak seenaknya merusak dan merampas hak orang lain. Jadi, kita menginginkan adanya kemerdekaan dalam beragama. Kami tidak menggunakan kata kebebasan karena selalu dikonotasikan sebagai keliaran. Padahal, sebetulnya kita juga harus mendukung kebebasan.

Karena itu, kami memakai kata kemerdekaan; bagaimana kita merdeka. Bebas adalah bagian dari kemerdekaan.

Tapi, bagaimana mempertahankannya?
Ketika ada diskusi atau wacana yang berpikiran lebih kritis dalam melihat persoalan kekinian dan persoalan keagamaan, lalu ada yang menyerang, pemikiran kritis akan terganggu. Nah, dalam soal begitu, tugas kami adalah di luar.

Bisa saja individu-individu kami ikut diskusi, tapi keberadaan kami lebih penting untuk menjaga agar diskusi tidak dirusak oleh orang-orang yang antipencerahan. Kami bisa saja menjaganya bersama polisi, satpam, atau bekerja sama dengan masyarakat sekitar, agar tidak ada orang yang menyerang kelompok warga negara lain hanya karena berbeda pendapat. Itu tidak boleh terjadi.

Islam masuk Indonesia dan bisa diterima secara luas oleh masyarakat, karena ia tidak diperkenalkan dengan golok atau pentungan, dan penyebar awalnya tidak marah-marah. Dari situlah terjadinya proses akulturasi.

Saya kira, orang-orang yang melakukan tindak kekerasan atas nama Islam seharusnya kembali mempelajari bagaimana Islam kali pertama masuk ke Indonesia.

Jadi Anda ingin adanya proses remoderasi masyarakat Islam Indonesia?
Ya, dan kita harus belajar dari berbagai negara tentang perkembangan kaum radikal Islam. Kita harus belajar dari kasus Aljazair, dan terutama mengambil pelajaran dari bagaimana Islam disalahgunakan oleh Taliban di Afghanistan. Saya takut, sekarang bangsa kita sedang mengalami Talibanisasi.

Saya juga khawatir, beberapa partai yang mengaku Islam di Indonesia sudah mengubah agenda mereka. Pertama-tama mereka memang maju dengan semangat antikorupsi, tetapi yang dilakukan sekarang ini bukan lagi semangat antikorupsinya, tetapi memajukan syariat melalui perda-perda.

Jangan-jangan masyarakat kita memang radikal dalam mengekspresikan keberagamaannya?
Menurut saya tidak. Saya lihat itu hanya ekspresi sebagian orang. Saya kemarin kebetulan hadir dalam acara tarekat Naqsabandi Haqqani. Ternyata, banyak dari mereka yang tidak suka dengan cara-cara yang dilakukan orang-orang yang mengaku harus ada syariat Islam dan sebagainya itu.

Jadi, banyak sekali umat Islam yang tidak setuju dengan cara-cara kasar itu. Tapi, selama ini mereka diam saja melihat mereka yang teriak-teriak minta syariat itu.

Survei PPIM-Freedom Institute dan JIL beberapa bulan lalu menunjukkan, dukungan atas fatwa-fatwa MUI memang kuat sekali. Masyarakat membenarkan fatwa MUI, tetapi tak berarti mereka suka tindak kekerasan atas kelompok-kelompok yang dianggap sesat oleh MUI.

Apa bahayanya kalau kita tidak memperjuangkan kebebasan bagi orang lain?
Harmonisasi dalam masyarakat hancur. Dalam berbangsa, kita bisa terpecah-belah dan dengan begitu, kekuatan asing dengan mudah masuk. Sebab, sesama warga berantem sendiri.

Jadi, kelompok-kelompok yang selama ini merusak, menyerang orang lain secara fisik, klaimnya ingin mempertahankan negara, tapi justru merekalah pelaku perusakan. Saya juga heran, ada beberapa pejabat negara yang ikut memecah-belah bangsa meski lewat pernyataan-pernyataan, seperti pernyataan Menteri Agama atas Ahmadiyah.

MUI yang seharusnya mengharmonisasi keberagamaan masyarakat juga menyesat-nyesatkan orang saja. Saya sudah melakukan penelitian di beberapa tempat yang kelompok Ahmadiyahnya dihancurkan oleh massa. Sangat menyedihkan dan penuh kezaliman. Semua pelaku perusakan mengatakan, kami sudah berhak melakukan itu berdasarkan fatwa MUI.

Adakah cara yang lebih mencerahkan yang bisa ditempuh Menag untuk menjaga hubungan harmonis antarumat beragama?
Seharusnya tidak ada pernyataan yang sesat-menyesatkan itu. Kalaupun ada pernyataan sesat, itu tidak boleh diambil Menteri Agama RI. Sebab, dia Menteri Agama Republik Indonesia, bukan Republik Islam Indonesia. Negara ini berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan sepanjang pengetahuan saya, dasar itu belum berubah. Tindakan sesat-menyesatkan yang berujung kekerasan tak bisa dibiarkan berkembang lagi di negeri ini.

Mengapa Anda mengatakan Menag tidak berhak mengatakan kelompok ini atau itu sesat?
Dia pejabat negara. Kalau saya selaku pribadi yang tidak punya jabatan tertentu mengatakan suatu kelompok itu sesat, itu hak individu saya dan tidak punya pengaruh apa-apa.

Masalahnya menjadi lain jika yang mengatakan sesat itu menteri agama. Menteri agama RI adalah Menteri Agama Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan negara RI sudah meratifikasi beberapa kovenan internasional tentang hak-hak sipil.

Itu mengkhawatirkan bagi saya. Sebagai individu, silakan Bapak Maftuh Basuni mengatakan begitu, tetapi sebagai Menteri Agama, dia tidak boleh mengatakan begitu. Soalnya, negara kita ini memang Bhinneka Tunggal Ika. Mestinya, yang dia lakukan adalah bagaimana masing-masing kelompok orang tidak saling bersinggungan karena perbedaan-perbedaan paham.

Apa yang membuat reaksi umat Islam Indonesia atas Ahmadiyah ataupun Lia Eden begitu keras?
Mungkin karena klaim-klaim kebenaran sepihak dan ketakutan-ketakutan kita sendiri akan masa depan Islam.

Anda kini melihat proses penyeragaman corak keberagamaan dalam masyarakat Islam Indonesia?
Ya. Dari situ, saya melihat kesalahan. Sebetulnya, sejak awal negara ini didirikan, tidak ada persoalan agama resmi atau tidak resmi. Itu baru muncul dalam Penetapan Presiden Soeharto (PNPS).

PNPS pun sebetulnya tidak tegas mengatakan mana agama yang resmi dan mana yang tidak resmi. Yang ada hanya ungkapan agama-agama yang banyak dianut di Indonesia. Jadi, sebetulnya, di PNPS itu hanya ada urutan agama-agama yang banyak dianut di Indonesia.

Seharusnya, itu dipahami bukan sebagai UU atau peraturan yang menyatakan agama yang resmi dan tidak resmi di negeri ini. Sebetulnya, ada kesalahan interpretasi di situ, karena aturan itu diturunkan pada kebijakan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Agama menjadi agama yang resmi dan tidak resmi.

Anda pernah punya pengalaman sebagai seorang yang keras dalam beragama ya?
Ketika kecil, saya kebetulan sekolah di madrasah sekitar Tanah Abang. Keluarga saya dari lingkungan NU yang menganut mazhab Syafi’i. Jadi biasanya, kami memberlakukan agama seperti yang dirumuskan dalam madzhab Syafi’i.

Ketika beranjak remaja, saya mulai berkenalan dengan organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) yang bercampur-baur di dalamnya mereka yang keras-keras dan sebagainya.

Bahkan dulu, saya punya kelompok yang berikrar bahwa setiap orang mesti memiliki senjata tajam untuk melawan musuh, sekurang-kurangnya jarum pentul. Teman-teman saya ada yang setiap hari membawa celurit untuk melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain yang tidak sesuai dengan paham agamanya. Pada saat SMA, saya ikut pengajian rutin Sabtu, lalu mulai bergaul dengan banyak orang.

Dalam perkembangannya, corak keberagamaan saya mulai berubah. Mungkin karena banyak bergaul dengan orang lain, banyak membaca buku, dan faktor-faktor lain. Dari situ saya merasa, memang kayaknya ada yang salah dalam diri umat kita ini karena menganggap diri selalu saja paling benar. Menganggap diri kita yang paling benar itu ternyata adalah kesalahan.


sumber: http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=227747

Berita Garda : Media Domestik

NU dan Garda Kemerdekaan Kutuk Pengeboman

Minggu, 02 Oktober 2005 | 17:06 WIB
TEMPO Interaktif, Malang:

Warga Nahdlatul Ulama (NU) mengutuk keras aksi teror bom di Bali kemarin sebagai tindakan tidak berperikemanusiaan dan sekaligus turut berbelasungkawa terhadap orang-orang yang menjadi korban. Apa pun alasannya, menurut Ketua PB NU, Hasyim Muzadi, tindakan teror tersebut tidak dapat dibenarkan dan diharamkan dalam agama.

Hasyim meminta semua pihak untuk tidak gampang menuduh dan memberi label berbau Islam terhadap pelaku peledakan. Masyarakat diminta tidak mengaitkan pelaku peledakan dengan umat Islam. Sebaliknya, seluruh elemen bangsa diminta untuk bersungguh-sungguh memerangi aksi terorisme.

Pernyataan serupa juga dikemukakan Garda Kemerdekaan. Sekretaris Jenderalnya, Husein Hashem meminta aparat pemerintah mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Serta bisa menyeret dalang di balik pengeboman itu. "Kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat turu membantu aparat kepolisian jika menemukan hal-hal yang mencurigakan dan meresahkan masyarakat,"kata Husein. Garda Kemerdekaan , baru sehari dideklarasikan, sehari sebelum bom meledak di Jimbaran dan Kuta, Bali.

Bersama Masyarakat Profesional Madani, Garda Kemerdekaan akan mengadakan acara malam keprihatinan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu malam (2/10) pukul 19.00 WIB.

Abdi Purmono/AT

Berita Garda : Media Domestik

Garda Kemerdekaan Minta Pengusaha Hiburan Taati Aturan

Jakarta, CyberNews.
Untuk mencegah tindakan anarki di Bulan Suci Ramadhan ini, Garda Kemerdekaan mengimbau para pengusaha tempat hiburan agar menaati aturan yang sudah ditetapkan pemerintah setempat. "Ramadhan, bulan suci tak lama lagi tiba. Biasanya, di bulan-bulan yang seharusnya digunakan untuk beribadah, dimanfaatkan sekelompok orang atas nama agama tertentu melakukan tindak kekerasan. Semua pihak seharusnya mendorong untuk menguatnya semangat saling menghormati dan menghargai keberagaman serta menjaga kemerdekaan dari ketakutan, teror dan tindak kekerasan atas nama kebenaran," demikian siaran pers Garda Kemerdekaan, Selasa (19/9).

Karena itu, dalam rangka memperingati "365 Hari Garda Kemerdekaan Melawan Islam Tak Ramah" Garda Kemerdekaan menyerukan semua pihak untuk tidak melakukan tindakan anarki. Karena tindakan anarki lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya.
"Semua pihak harus menggunakan metode nasihat-menasehati dengan cara yang baik, ramah dan beradab, jika hendak dihormati. Anarkisme akan membuat rakyat tambah sengsara dan terpecah belah. Lebih jauh pertahanan dan ketahanan bangsa menjadi lemah. Sehingga lebih mudah dimasuki pihak-pihak, kelompok-kelompok atau bang lain yang menginginkan Bangsa Indonesia semakin lemah," tegas Garda Kemerdekaan.

Garda Kemerdekaan mendesak pemerintah dan aparat pelaksananya untuk mengambil tindakan tegas pada pihak-pihak yang melanggar aturan tersebut. "Kelompok-kelompok yang biasa melakukan tindakan anarki di bulan suci Ramadhan, hormati bulan beribadah ini, jangan menjadi polisi, jaksa dan sekaligus hakim sendiri. Percayakan pada pemerintah dan aparat pelaksananya," ujar Husein Hashem Panitia Pelaksana 365 Hari Garda Kemerdekaan Melawan Islam Tak Ramah.

Kepada masyarakat, Garda Kemerdekaan meminta agar terpancing untuk melakukan kegiatan anarki dan menghindari adu domba yang mengatasnamakan agama tertentu dengan membawa-bawa "bulan suci" sebagai kegiatan pembenaran untuk melakukan tugas-tugas "sok suci".

Garda Kemerdekaan berencana mengadakan sejumlah kegiatan antara lain kampanye anti kekerasan dan mendorong pluralisme, diskusi dan lain sebagainya. "Semoga di bulan suci Ramadhan ini menjadi bulan untuk memupuk kesadaran dan memperkuat kehidupan berbangsa di tengah kesulitan ekonomi, banyak bencana dan lemahnya penegakan keadilan," demikian Garda Kemerdekaan.( mh habieb shaleh/Cn08 )

Berita Garda : Media Asing

domingo, octubre 02, 2005

Los males del pas de las 17.000 islas

Indonesia, pas que alberga la mayor comunidad musulmana del mundo -el 85% de sus 230 millones de habitantes-, volvi a sufrir ayer el zarpazo del
terrorismo. Das antes de cumplirse el tercer aniversario de los atentados
de Bali, que dejaron 202 muertos, esa isla surea poblada en un 95% por
hindes fue sacudida de nuevo por tres explosiones que provocaron al menos 25 muertos y un centenar de heridos. El presidente, Susilo Bambang Yudhoyono, advirti hace un mes a las fuerzas de seguridad de que permanecieran alerta ante el incremento de la actividad de los grupos
radicales. Amplios sectores de la sociedad indonesia comienzan tambin a
organizarse para frenar las amenazas que padece la tolerancia en el pas.

Las bombas que ayer volvieron a sembrar el terror en Bali estallaron a
menos de un mes de que el presidente Susilo Bambang Yudhoyono advirtiera de un incremento de la actividad terrorista en la zona y ordenara aumentar la seguridad con vistas al inicio, la prxima semana, del Ramadn, el mes sagrado del islam, religin que profesan el 85% de los 230 millones de habitantes de Indonesia.

El nuevo ataque contra Bali, cuyos tres millones de isleos son hindes en
un 95%, sucede tambin al da siguiente de que se fundara el Garda
Kemerdekaan (GK, Guardianes de la libertad), un grupo no violento que
pretende proteger los derechos y las diferencias de todos los indonesios.
"Hemos creado esta organizacin con el objetivo de impedir todo tipo de
violencia, proteger a la poblacin de cualquier tipo de brutalidad y
apoyar a los grupos que son aterrorizados simplemente por ser diferentes",
declar el lder de GK, Ahmad Taufik, al peridico The Jakarta Post.

Quienes en diciembre de 1949 arrancaron a Holanda la soberana sobre unas 17.000 islas e islotes que se extienden por una distancia similar a la que separa Madrid de Tehern, fundaron Indonesia, un Estado con 300 grupos tnicos diferenciados y otras tantas culturas y en el que se hablan cerca de 400 lenguas y dialectos. Su ambicin fue que todos gozaran de libertad y que pudieran practicar su religin y cultura.

La primera en suprimirse fue la libertad poltica y ahora que la
democracia trata de asentarse en Indonesia tras dcadas de dictadura y
corrupcin, la amenaza del integrismo religioso se cierne sobre la mayora
de sus habitantes, bien por ser musulmanes moderados o bien por pertenecer a las distintas minoras.

Bali y el Gobierno de Yakarta con ella despertaron a la brutalidad del
terrorismo islmico en el atentado de octubre de 2002. Desde entonces los
dirigentes, ayudados por buena parte de la moderada poblacin y
presionados sobre todo por Australia -que perdi a 88 de sus ciudadanos- y
EE UU, han tratado de erradicar del pas las redes de Al Qaeda y han
cortado las alas a numerosos grupos integristas islmicos que operaban
libremente en connivencia con el Ejrcito.

Pese a ello, los expertos aseguran que en los ltimos tiempos la situacin
se ha radicalizado sensiblemente sobre todo en la conflictiva isla de
Sulawesi, con una importante minora cristiana que sufre la embestida de
los grupos extremistas islmicos, con el peligro que ello comporta para la
estabilidad del pas.

El terrorismo islmico no ha permitido a Yudhoyono saborear el xito del
acuerdo de paz recien alcanzado -la UE supervisa el desarme- con los
separatistas de Aceh. El presidente tendr que empearse hasta el fondo
para frenar la mayor amenaza a la paz de Indonesia.

Deklarasi

Garda Kemerdekaan
Rakyat Damai, Bangsa Aman Sejahtera
dideklarasikan di Jakarta, 30 September 2005

Deklarasi Garda Kemerdekaan :

Republik Indonesia berdiri di atas landasan keberagaman dan kemajemukan.
Berbagai suku, agama, etnik, aliran kepercayaan, juga pandangan politik. Walaupun
berbeda tiap manusia bersatu-padu berjuang dan mempertahankan kemerdekaan dan
kebebasan. Inilah modal awal bangsa yang tak bisa dipungkiri keberadaannya
bahkan jauh sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Keberagaman dan kemajemukan itu justru menjadi kekayaan negeri yang sama-sama kita cintai ini. Sebuah semboyan cerdas lantas dirumuskan para pendiri bangsa dalam
satu kalimat yan sudah sangat akrab dengan kita: Bhineka Tunggal Ika. Berbeda, tapi pada hakekatnya kita satu. Berbagai perbedaan itu diakui keberadaannya, bahkan dilindungi konsitusi UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan negara.

Dasar negara Pancasila yang kita sepakati bersama adalah harta tak
ternilai warisan para pendiri bangsa yang harus tetap kita jaga dan
tegakkan bersama. Hanya dengan menjadikan Pancasila sebagai pandangan
hidup berbangsa dan bernegara, serta UUD 1945 yang sudah diamandemen
sebagai rujukan hukum bersama, bangsa dan negara Indonesia bisa tegak
berdiri hingga sekarang.

Namun kita merasakan keutuhan bangsa belakangan ini terganggu akibat
munculnya berbagai tindakan yang tidak lagi menghargai perbedaan dan
keberagaman. Ancaman dan tindakan kekerasan yang dilakukan beberapa
kelompok sipil terhadap warga sipil lainnya, sungguh telah melukai bangsa
yang dibangun dengan susah payah oleh para pendiri bangsa ini. Pancasila
dan UUD 1945 telah dilanggar berkali-kali. Supremasi hukum yang mestinya
dijunjung tinggi dalam negara hukum dicampakkan.

Padahal bangsa Indonesia sekarang ini tengah menghadapi cobaan berat di
bidang ekonomi. Di tengah situasi yang berat ini, mestinya kita
bersatu-padu, bergandeng tangan, dan bersama-sama membantu bangsa ini
keluar dari krisis. Munculnya aksi-aksi kekerasan seharusnya menjadi
tanggung jawab aparat negara, khususnya yang bergerak di bidang keamanan.

Kepolisian sebagai ujung tombak keamanan yang bertugas memberi
perlindungan kepada setiap warga negara harus bisa bergerak cepat,
mencegah dan meminimalisasi ancaman keamanan dari mana pun datangnya.
Tanpa rasa aman, kehidupan berbangsa dan bernegara tidak akan bisa
berjalan baik. Bangsa ini tak akan pernah bisa keluar dari krisis kalau
pelanggaran hukum, apalagi yang menggunakan cara-cara kekerasan, tetap
dibiarkan merajelala.

Kami sadar tugas untuk memberi rasa aman kepada setiap warga negara memang
bukan pekerjaan ringan. Kepolisian tidak bisa bekerja sendiri. Setiap
warga negara, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, wajib
memberikan sumbangsihnya untuk membantu aparat negara menciptakan rasa
aman kepada seluruh warga di republik ini.

Dengan visi kebangsaan semacam itulah, kami mengajak seluruh komponen
bangsa yang masih mencintai keutuhan republik ini untuk bersama-sama
mencegah segala bentuk teror, ancaman, dan tindakan kekerasan atas nama
apa pun. Kami percaya, tindakan kekerasan atau yang mengarah kepada
kekerasan tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah. Perbedaan harus
disikapi dengan kepala dingin dan didialogkan. Bukan diselesaikan dengan
cara kekerasan.

Dengan kesadaran di atas, kami individu-individu warga bangsa yang gandrung pada kemerdekaan dan kebersamaan membentuk Garda Kemerdekaan. Semoga kehadiran Garda bisa menyemangati kembali prinsip saling menghormati dan menghargai keberagaman, serta memberikan sumbangsih bagi negara tercinta ini, Republik
Indonesia.

Aksi Kekerasan FPI

Aksi Kekerasan FPI Sepanjang Tahun 2001-2006

Tahun 2001
- 27 Agustus Ratusan massa yang tergabung dalam Front Pembela Islam (FPI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR. Mereka menuntut MPR/DPR untuk mengembalikan Pancasila sesuai dengan Piagam Jakarta
- 09 Oktober FPI membuat keributan dalam aksi demonstrasi di depan Kedutaan Amerika Serikat dengan merobohkan barikade kawat berduri dan aparat keamanan menembakkan gas air mata serta meriam air
- 15 Oktober Polda Metro Jaya menurunkan sekitar seribu petugas dari empat batalyon di kepolisian mengepung kantor Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Petamburan III Jakarta Barat dan terjadi bentrokan
- 07 November Bentrokan terjadi antara laskar Jihad Ahlusunnah dan Laskar FPI dengan mahasiswa pendukung terdakwa Mixilmina Munir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dua orang mahasiswa terluka akibat dikeroyok puluhan laskar

Tahun 2002
- 15 Maret Panglima Laskar Front Pembela Islam (FPI), Tubagus Muhammad Sidik menegaskan, aksi sweeping terhadap tempat-tempat hiburan yang terbukti melakukan kemaksiatan, merupakan hak dari masyarakat
- Maret Satu truk massa FPI (Front Pembela Islam) mendatangi diskotik di Plaza Hayam Wuruk.
- 15 Maret sekitar 300 masa FPI merusak sebuah tempat hiburan, Mekar Jaya Billiard, di Jl. Prof Dr. Satrio No.241, Karet, Jakarta
- 24 Maret Sekitar 50 anggota Front Pembela Islam (FPI) mendatangi diskotek New Star di Jl. Raya Ciputat. FPI menuntut agar diskotek menutup aktivitasnya.
- Mei Puluhan massa dari Front Pembela Islam (FPI) di bawah pimpinan Tubagus Sidiq menggrebek sebuah gudang minuman di Jalan Petamburan VI, Tanah Abang, Jakarta Pusat
- 26 Juni Usai berunjuk rasa menolak Sutiyoso di Gedung DPRD DKI, massa Front Pembela Islam (FPI) merusak sejumlah kafe di Jalan Jaksa yang tak jauh letaknya dari tempat berunjuk rasa. Dengan tongkat bambu, sebagian dari mereka merusak diantaranya Pappa Kafe, Allis Kafe, Kafe Betawi dan Margot Kafe.
- 4 Oktober 2002 Sweeping ke tempat-tempat hiburan—Riziq dipenjara selama tujuh bulan
- 14 Oktober 2002 Sekitar 300 orang pekerja beberapa tempat hiburan di Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI. Mereka menuntut pembubaran Front Pembela Islam (FPI) yang mereka anggap telah melakukan aksi main hakim sendiri terhadap tempat hiburan
- 16 Oktober Habib Rizieq diperiksa pihak kepolisian di Mapolda Metro Jaya
- 06 November Lewat rapat singkat yang dihadiri oleh sesepuh Front Pembela Islam (FPI), maka Dewan Pimpinan Pusat FPI, mengeluarkan maklumat pembekuan kelaskaran FPI di seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
- Desember FPI diaktifkan kembali

Tahun 2003
- April Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ditahan di Markas Polda Metro Jaya Jakarta setelah dijemput paksa dari bandara.
- 08 Mei Habib Muhammad Rizieq mulai diadili di PN Jakarta
- 22 Mei 2003 Koordinator lapangan laskar Front Pembela Islam (FPI) Tubagus Sidik bersama sepuluh anggota laskar FPI menganiaya seorang pria di jalan tol, dan mereka ditangkap 23 Mei
- 1 Juli 2003 Rizieq menyesal dan berjanji akan menindak anggota FPI yang melanggar hukum negara di PN Jakarta Pusat
- 11 Agustus Majelis hakim memvonis Habib Rizieq dengan hukuman tujuh bulan penjara
- 19 November Ketua FPI Habib Rizieq bebas
- 18 Desember menurut Ahmad Sobri Lubis, Sekretaris Jenderal FPI, usai bertemu Wakil Presiden Hamzah Haz di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Front Pembela Islam (FPI) akan mengubah paradigma perjuangannya, tidak lagi menekankan pada metode perjuangan melalui gerakan massa dan kelaskaran. Perjuangan lebih ditekankan lewat pembangunan ekonomi, pengembangan pendidikan dan pemberantasan maksiat melalui jalur hukum.

Tahun 2004
- 03 Oktober FPI menyerbu pekarangan Sekolah Sang Timur sambil mengacung-acungkan senjata dan memerintahkan para suster agar menutup gereja dan sekolah Sang Timur. Front Pembela Islam( FPI) menuduh orang-orang Katolik menyebarkan agama Katolik karena mereka mempergunakan ruang olahraga sekolah sebagai gereja sementara sudah selama sepuluh tahun.
- 11 Oktober FPI Depok Ancam Razia Tempat Hiburan
-22 Oktober FPI melakukan pengrusakan kafe dan keributan dengan warga di Kemang
- 24 Oktober 2004 Front Pembela Islam melalui Ketua Badan Investigasi Front FPI Alwi meminta maaf kepada Kapolda Metro Jaya bila aksi sweeping yang dilakukannya beberapa waktu lalu dianggap melecehkan aparat hukum
- 25 Oktober 2004 Ketua MPR yang juga mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nurwahid dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam cara-cara kekerasan yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) dalam menindak tempat hiburan yang buka selama Bulan Ramadhan
- 28 Oktober Meski menuai protes dari berbagai kalangan, Front Pembela Islam (FPI) tetap meneruskan aksi sweeping di bulan Ramadhan menurut Sekretaris Jenderal FPI Farid Syafi'i
- 28 Oktober 2004 Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafi'i Ma'arif meminta aksi-aksi sepihak yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap kafe-kafe di Jakarta dihentikan. Dia menilai, apa yang dilakukan FPI merupakan wewenang pemerintah daerah dan kepolisian.
- Desember Sekitar 150 orang anggota Front Pembela Islam terlibat bentrok dengan petugas satuan pengaman JCT (Jakarta International Container Terminal)

Tahun 2005

- 27 Juni FPI menyerang Kontes Miss Waria di Gedung Sarinah Jakarta
- 05 Agustus FPI dan FUI mengancam akan menyerang Jaringan Islam Liberal (JIL) di Utan Kayu
- 02 Agustus Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Isalam (FPI) Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, meminta pengelola Taman Kanak-kanak Tunas Pertiwi, di Jalan Raya Bungursari, menghentikan kebaktian sekaligus membongkar bangunannya. Jika tidak, FPI mengancam akan menghentikan dan membongkar paksa bangunan.
- 23 Agustus Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid meminta pimpinan tertinggi Front Pembela Islam (FPI) menghentikan aksi penutupan paksa rumah-rumah peribadatan (gereja) milik jemaat beberapa gereja di Bandung. Pernyataan itu disampaikan Wahid untuk menyikapi penutupan paksa 23 gereja di Bandung, Cimahi, dan Garut yang berlangsung sejak akhir 2002 sampai kasus terakhir penutupan Gereja Kristen Pasundan Dayeuhkolot, Bandung pada 22 Agustus 2005 lalu.
- 05 September, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh FPI
- 22 September FPI memaksa agar pemeran foto bertajuk Urban/Culture di Museum Bank Indonesia, Jakarta agar ditutup
- 16 Oktober FPI mengusir Jamaat yang akan melakukan kebaktian di Jatimulya Bekasi Timur
- 23 Oktober FPI kembali menghalangi jamaat yang akan melaksanakan kebaktian dan terjadi dorong mendorong, aparat keamanan hanya menyaksikan saja.
- 18 Oktober Anggota Front Pembela Islam (FPI) membawa senjata tajam saat berdemo di Polres Metro Jakarta Barat.
- 19 September FPI diduga di balik ribuan orang yang menyerbu Pemukiman Jamaah Ahmadiyah di Kampung Neglasari, Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.

Tahun 2006

- 19 Pebruari Ratusan massa Front Pembela Islam berunjuk rasa ke kantor Kedutaan Besar Amerika Serika dan melakukan kekerasan
- 14 Maret FPI membuat ricuh di Pendopo Kabupaten Sukoharjo
- 12 April FPI menyerang dan merusak Kantor Majalah Playboy
- 20 Mei, anggota FPI menggerebek 11 lokasi yang dinilai sebagai tempat maksiat di Kampung Kresek, Jalan Masjid At-Taqwa Rt 2/6, Jati Sampurna, Pondok Gede
-21 FPI, MMI dan HTI menyegel kantor Fahmina Institute di Cirebon
-23 FPI, MMI, HTI, dan FUI mengusir KH Abdurrahman Wahid dari forum Dialog Lintas Etnis dan Agama di Purwakarta Jawa Barat, dan sempat memaki “kiai anjing”.
- 25 Mei Front Pembela Islam (FPI) cabang Bekasi, mengepung kantor Polres Metro Bekasi

Tahun 2007

- 27 Maret, Memukuli ibu-ibu dari Rakyat Miskin Kota yang akan mendemo pertemuan para kapitalis di Hotel Shangrila di Jalan Protokol, Jln. Jendral Sudirman Jakarta

International Affair : Singapura

Tiada Lagi A Little Red Dot

“Kami tak melihat satu pun (mobil) Mercedes, Rolls-Royce, dan tas Prada terbang ke luar Singapura.” Ya, Song Seng Wun, ekonom regional CIMB-CK Securities, mengucapkan kata-kata tersebut demi menggambarkan: tidak ada yang berubah di negeri itu setelah perjanjian ekstradisi RI-Singapura ditandatangani.

Memang, tak kelihatan pengaruh kesepakatan itu terhadap pasar Singapura. Kalaupun ada reaksi, menurut manajer Jakarta pada Risk Management Advisory, Ken Conboy, cuma sebentar. Perjanjian ekstradisi itu, Conboy yakin, tak menjadikan para buron ekonomi Indonesia cepat dideportasi. “Para buron itu perlahan-lahan akan mencari tempat di mana tak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan negara tujuan,” ucap penulis buku Kopassus dan Intel itu.

Song, konsultan pada CIMB-CK di Singapura, menjelaskan bahwa pemerintah Singapura, lewat media yang diaturnya, selalu memberikan informasi setiap kali ada perkembangan perjanjian dengan negara lain. Sehingga kalangan dunia usaha sudah siap dan pasar tidak kaget dengan hasil terakhirnya.

Menurut keterangan resmi, modal dari orang Indonesia hanya meliputi 2-3 persen dari jumlah total investasi asing yang keseluruhannya mencapai Sin$ 720 miliar. Dan secara khusus Menteri Mentor Singapura Lee Kuan Yew menyatakan, “Ingat, sektor keuangan negeri kami tidak dibangun dari uang orang Indonesia, tapi dari berbagai negara, seperti dari India, Cina, Timur Tengah, dan Eropa.”

Entahlah. Yang jelas, di samping itu, ada angka yang memperlihatkan gambaran alternatif. Menurut laporan perusahaan pengelola keuangan Merril Lynch dan Capgemini, ada 18 ribu pengusaha kaya Indonesia yang menyumbangkan 12 persen investasi di Singapura, dengan total dana US$ 87 miliar--setara dengan Rp 850 triliun. “Mereka adalah pemain kunci dari pasar properti dan bisnis besar di bidang bank swasta,” tulis Asia Pacific Wealth Report 2006.

Kini, setelah tarik-ulur soal penandatanganan perjanjian ekstradisi RI-Singapura itu berjalan 34 tahun, kita tinggal menunggu ratifikasi parlemen untuk mengimplementasikannya. Apa sih yang didapat Singapura di balik ini? Pencabutan larangan ekspor pasir darat? Sejauh ini, Singapura memang mendapatkan apa yang diinginkannya: perjanjian ekstradisi harus diterima berpasangan dengan perjanjian pertahanan kedua negara bertetangga itu.

Bagi Singapura, negeri mini yang memiliki armada udara besar, perjanjian pertahanan barusan memang menguntungkan (lihat “Menimbang Tarik dengan Ulur”). Singapura yang kecil kini mendapatkan ruang latihan militer yang cukup luas: di pekarangan tetangganya, Indonesia. Irit! Di samping itu, perjanjian pertahanan dengan Indonesia bisa mengurangi kecemasan Singapura akan tetangganya yang besar.

Pada 1990, terbit sebuah kecemasan ketika Irak, yang lebih miskin dan besar, menginvasi Kuwait, yang lebih kecil dan kaya. Sebuah kekhawatiran yang--tentu saja--wajar jika dirasakan negara kecil seperti Singapura. Kesadaran akan terbatasnya luas negara itu kembali muncul tujuh tahun silam. Dalam sebuah keterangannya di hadapan beberapa wartawan Taiwan, presiden ketiga Indonesia, B.J. Habibie, melukiskan negeri di utara Indonesia itu sebagai sebuah titik kecil di dalam peta, a little red dot.

“Singapura mengejar keuntungan lewat kerja sama militer dalam pakta pertahanan itu,” demikian guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melukiskan pencapaian Singapura dalam perjanjian. Sebaliknya, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, yang menjadi saksi dalam penandatanganan perjanjian dua negara tersebut, menunjukkan suatu simbiosis. “Keduanya mendapatkan keuntungan yang seimbang dari perjanjian tersebut," kata Lee.

sumber : Tempo, EUXTV, Xinhua, TNR, dan Reuters

Epilog

Kembali ke Tangan Rakyat

Presiden (sementara) Irak Ghazi Al-Yawer tepat pukul 07.00 waktu Baghdad, Irak, Hari Minggu, 30 Januari 2005 di Gedung Irak Convention Centre menandai hari bersejarah bagi Bangsa Irak. Di hadapan ratusan kamera televisi dan mata jurnalis dari seluruh pelosok dunia berjalan menuju kotak suara. Dengan mencontreng sebuah nama pilihannya untuk duduk di Dewan Konstitusi, salah seorang kepala suku Bangsa Arab Irak berpaham Sunni itu memulai pemungutan suara. "Saya berharap seluruh masyarakat Irak datang ke tempat pemungutan suara. Ini sebuah momen penting bagi negara kita untuk bangkit dari keterpurukan,"katanya setelah memilih.

Pemungutan suara yang dilakukan Presiden Ghazi dan para pejabat lainnya yang disiarkan secara langsung oleh televisi setempat merupakan konsumsi masyarakat agar mau datang ke tempat pemilihan. Karena suasana tegang dan ketakutan masih meliputi masyarakat Irak untuk ikut datang ke tempat pemungutan suara.

Rakyat takut dengan ancaman bom dan terror, menjelang hari pemungutan suara, ledakan bom dan mortir (huwen) terus berdentam di banyak sudut. Tempat-tempat umum dan jalan-jalan di Kota Baghdad juga tampak sepi. Apalagi beberapa hari sebelum hari H, di seluruh Irak diberlakukan jam malam. Pukul tujuh malam sudah tak boleh ada orang yang berkeliaran.

Setengah jam setelah Presiden Irak dan para pejabat tinggi in action di televisi, Tempo mendatangi tempat pemungutan suara di kawasan Al-Watheq Squar, keadaan masih sepi, belum ada masyarakat yang datang untuk memilih. "Pergi sana belum ada orang yang datang, nanti saja,"kata seorang polisi penjaga TPS saat Tempo mendekati tempat itu.

Menurut seorang warga yang ditemui Tempo di rumahnya yang tak jauh dari TPS, Abu Ziena, 56 tahun, memang terlalu pagi. "Belum ada yang datang masih terlalu pagi, nanti jam 08.30, mungkin sekarang orang masih ketakutan, mereka menunggu keadaan dulu,"kata montir mobil itu.
Keadaan jalanan memang sepi, karena pada hari pemilihan umum (30/1) mobil dilarang lalu lalang. Bahkan sepeda juga tak boleh mendekati TPS.

Tank-tank tentara AS juga tampak berkeliling di jalan-jalan kota Baghdad. Selama lima menit dua rombongan tank lewat. Tiap grup berisi tiga kendaraan lapis baja. Helikopter perang AS juga terbang rendah, meraung-raung di atas udara berkeliling kota. Suara tembakan dan ledakan mortir terdengar keras, pukul 07.30. Merupakan ledakan kesekian kali, yang sudah mulai terdengar sejak pukul 6 pagi.

Abu Ziena benar, menjelang pukul 09.00 pagi warga Baghdad berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara. warga Baghdad di sekitar Karada, Alwatheq, Nabimiyah dan Park Saadoun, berduyun-duyun pergi ke TPS dengan pakaian baru, dan wewangian layaknya hari raya. "Lihat wajah mereka gembira bukan? Karena ini pemilihan umum pertama yang paling demokratis, kami akan mengembalikan negara ini kembali sebagai negara yang beradab,"kata Essam Saeed, 46 tahun.

Selama zaman Saddam Hussein, menurut Essam, tak ada pemilu. "Karena Saddam sudah memilih orang yang mau dia dudukan di dewan. Sekarang saatnya kami bangkit, kami tak takut dengan teror-teror yang seperti anda dengar sekarang ini,"kata Essam, saat itu beberapa kali terdengar suara ledakan. "Warga sudah tak takut lagi, ini sudah jadi pendengaran yang biasa,"katanya. Saddam Hussein, menurut Essam memerintah secara diktator. "Kami tak mau lagi disebut Ali Baba (perampok, konotasi negatif), karena itu menggambarkan kekuasaan Saddam yang korup dan bengis,"ujarnya.

Penduduk beragama Islam Sunni, Syiah maupun Kristen tampak menyatu mengambil kesempatan untuk memilih. "Tak ada lagi perbedaan agama maupun suku, semuanya adalah orang Irak, untuk membangun kembali Irak dari keterpurukan dan ketidakberadaban,"kata Hayez Farouq, 25 tahun, seorang Kurdi. Menurut Mahasiswa Teknik Universitas Baghdad itu, pemilu kali ini, merupakan pengalaman baru dalam kehidupan politik yang demokratis. "Ini memang pengalaman baru, harus kami ambil kesempatan ini,"katanya sesudah memilih di TPS Karada Dakhil.

Walaupun suara mortir terus berdentam dan pengamanan ketat mereka tak peduli. "Kami ingin semua kekacauan ini segera berakhir dan mempunyai negara yang berpemerintahan,"kata Naif Gassan, 30 tahun.

Di tempat pemungutan suara Nadhimiyah, puluhan polisi berjaga-jaga, anak-anak muda berpistol dengan badge panitia pemilu tampak sibuk mengawasi warga yang berdatangan. Kawat berduri dipasang, di sisi sebelum orang masuk, diperiksa polisi, lalu melewati lagi penjagaan semen beton untuk diperiksa kembali.

Warga berjalan kaki dari rumah-rumahnya karena tak boleh ada kendaraan berjalan. Dari tempat pemeriksaan warga harus berjalan lagi sekitar 200 meter menuju tempat pemungutan suara. Tempo sempat dicegat, karena membawa kamera dan terjadi salah paham dengan penjaga keamanan. Setelah mereka merampas kamera dan mengambil badge, serta memeriksanya, kamera dan badge dikembalikan lagi. "Mohon maaf kami harus memeriksa dengan ketat,"katanya.

Wajar kekawatiran petugas pemungutan suara dan aparat keamanan. Sejak pukul 08.00 pagi sampai 12.30, delapan bom bunuh diri meledak dekat tempat pemungutan suara (TPS). Ledakan terjadi enam di sebelah barat Sungai Tigris (Karkh) dan dua di kawasan timur Tigris (Rosafah). Sungai Tigris adalah sungai yang membelah kota Baghdad menjadi dua bagian. Dua polisi tewas, dan beberapa orang sipil juga menjadi korban.

Karena tak boleh ada kendaraan, bahkan sepeda pun tak boleh mendekati TPS, bom bunuh diri itu diikatkan pada pelakunya. Sang pelaku berlari menabrakkan diri saat penjagaan awal menuju pintu masuk TPS. Tak diketahui siapa pelakunya? Diduga pengikut Abu Musab Al-Zarqawi, warga negara Jordania, teroris yang paling dicari di Irak yang diduga kaki tangani Al-Qaidah. Kepala Zarqawi dihargai 250 ribu US Dolar bagi yang mengetahui, menangkap atau berhasil membunuhnya.

Penjagaan ketat tampak di tempat pemungutan suara di Karada Dakhil, penduduk Irak berbaris untuk bisa masuk melewati penghalang beton dan penjaga keamanan yang bersenjata. Mereka tertawa-tawa setelah memilih dan tangannya bertanda tinta hitam. "Ini seperti hari raya saja, orang ramai, berpakaian bagus, coba anda lihat mereka tak peduli dengan suara bom itu,kan,"kata Fariz Daud di dekat TPS Karada Dakhil.

Abu Zahrah, 60 tahun, juga berharap mendapat pemerintahan yang kuat dengan pemilu kali ini. "Saya memilih Iyad Alawi, karena dia orang yang kuat dan pintar. Dalam masa seperti ini kami butuh orang yang kuat, tetapi tidak diktator,"kata Abu yang biasa dipanggil Babii. Abu Zahrah memilih di TPS Park Saadoun. Ia harus berjakan kaki sejauh 3 kilo meter dari tempat kerjanya di kawasan Al-Watheq Squar.

Sekitar pukul 13.00 sudah tak tampak lagi antrian warga yang ingin masuk ke tempat pemungutan suara. Hanya beberapa belas orang saja yang masuk ke tempat pemungutan suara, walaupun TPS baru akan ditutup pukul 18.00 sore. "Bagi warga yang tidak memilih ini sebuah kerugian. Karena itu saya sarankan warga Islam sunni Irak ikut memilih agar wakilnya ada di dewan yang akan membentuk konstitusi,"kata Presiden Irak, Ghazi Al-Yawer, setelah memasukkan kartu pilihan di gedung Irak Convention Centre, Baghdad.

Pemilihan umum di Irak, kali ini adalah baru awal, untuk memilih dewan konstitusi yang akan menyusun rancangan konstitusi baru Irak, serta bentuk pemerintahan Irak yang akan datang. Segala yang dibuat oleh dewan nantinya akan diadakan referendum atau pemilihan oleh rakyat langsung terhadap konstitusi dan bentuk pemerintah yang diusulkan. Namun, ada kelompok yang tak setuju dengan pemilihan umum 30 Januari itu, karena dianggap 'buatan AS', dan menguntungkan kelompok Islam Syiah, yang mayoritas atau berdasarkan sensus tahun 2002, 63 persen penduduk Irak.

Diduga di dalam anggota dewan kebanyakan yang akan duduk adalah wakil dari Syiah. Sedangkan Islam sunni yang populasinya sekitar 30 persen dari penduduk Irak, akan tersisihkan. Selama ini minoritas sunnni diberi tempat istimewa oleh Presiden Irak Saddam Hussein. Kelompok Syiah dan Suku Kurdi ditindas.

Kekawatiran itu ada benarnya, kelompok Syiah dan Kurdi benar-benar memanfaatkan demokrasi dan berhasil menguasai parlemen, serta pemerintahan. Kelompok yang selama ini mendapat keistimewaan dari pemerintahan yang diktator tersisih. Namun, kelompok Syiah sadar, sebagai mayoritas mereka tak boleh semena-mena dalam negara yang sedang membangun kembali dari keterpurukan. Walaupun, berkuasa secara politik, karena perjuangan untuk Bangsa Irak, kelompok sunni, juga dirangkul untuk membangun bersama-sama.

Tempat pemungutan suara ditutup pukul 18.00 waktu Baghdad (WB). Ketika Tempo terakhir mengunjungi tempat pemungutan suara (TPS), warga yang mau memilih di perintah cepat-cepat masuk ke lingkungan TPS. Para calon pemilih yang hanya tinggal belasan saja berlari-lari terburu-buru. Apalagi, di sebuah TPS di Karada Dakhil, sekitar 300 meter dari TPS Nabamiyah, terdengar tembakan. Para penjaga keamanan pun segera menutup ring dua dengan pagar kawat berduri. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 17.20 WB.

Pesawat helikopter apache terbang rendah mengitari Baghdad. Pemilu yang dalam ancaman teror dan kekerasan, tergolong sukses, walaupun keamanan sangat ketat. Warga pemilih tampak mengikuti Pemilu dengan antusias, seperti hari raya. Pukul 16.30 panitia Pemilu Independen Irak mengumumkan bahwa 72 persen warga mengikuti pemungutan suara. "Bahkan para narapidana di penjara-penjara seperi Abu Ghuraib, Ummul Kutsar dan lainnya juga diberihak untuk memilih,"kata Menteri Hak Asasi Manusia Irak, Bachtiar Amin.

Pemilu di Irak dikuti 5.587 TPS dengan 90 ribu kotak suara yang tersebar di seantero Irak. Di Samarra, sebelah utara Baghdad pemungutan suara tak bisa terselenggara karena alasan keamanan. Di segitiga kematian yang didominasi kaum Islam Sunni, antara lain : Kota Ramadi dan Falujjah, pemerintah setempat mengumumkan kotak suara belum boleh dibuka dengan alasan keamanan.

Lebih dari 100 ledakan mortir (huwen) di sekitar Baghdad, sampai menjelang pukul 18.00 masih terdengar. Delapan bom bunuh diri dilakukan kelompok yang tak setuju pemilihan umum. Di Sadr City, dekat Baghdad 4 orang meninggal, 7 orang luka-luka, karena serang mortir. Di Mansour, Baghdad 6 orang meninggal 13 luka-luka, karena ada mobil yang nyelonong dan membawa bom. Tujuh mortir meledak di daerah kelahiran bekas diktator Irak, Saddam Hussein. Lima belas orang meninggal dan luka-luka di pintu masuk Zayyunah, Baghdad, sekitar 3 km dari tempat Tempo tinggal.
Di Kirkuk, ledakan terjadi di bandar udara yang dijadikan pangkalan udara tentara Amerika Serikat.

Sore menjelang penutupan TPS dan menjelang jam malam baghdad kembali sepi, kembali menjadi kota mati, berbeda dengan siang hari bahkan sejam sebelum penutupan TPS. Bahkan, pukul 16.00 WB masih tampak masyarakat bermain bola di taman Al-Watheq Squar, yang hanya berjarak 700 meter dari tempat tembakan di dekat TPS Karada Dakhil. Dingin kembali membekap Baghdad, dan rasanya sampai ke tulang.

Sehari setelah pemungutan suara jalanan di Kota Baghdad mulai dipenuhi mobil yang lalu lalang. Tetapi masih banyak jalan ditutup. Terutama jalan menuju komplek pemerintahan Irak, gedung Irak Convention Centre (Qosrotul Mu'tamar), Kedutaan Amerika Serikat, Inggris dan tempat orang asing menginap daerah itu disebut kawasan green zone. Tempo yang mencoba naik taksi ke gedung convention centre tak ada yang mau mengantar. "Wah, pak jalan kesana ditutup semua, kata sopir taksi.

Aku mencoba mencari mobil polisi untuk bisa membawa kesana. Tapi polisi di dekat gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia, malah sedang sibuk mencegah mobil melewati jembatan yang tak jauh dari KBRI tersebut. Keadaan jadi kacau balau sekitar dua puluh mobil dipaksa balik arah dalam jalur yang hanya muat 1,5 mobil sedan. Kebetulan saya melihat seseorang yang wajahnya agak pernah lihat saat mendaftar untuk mendapatkan press badge.

Saya langsung menegornya dan minta liften ke Qosrotul. Ia mengizinkan walaupun dengan rasa curiga. "Maaf saya musti lihat identitas anda, coba paspor anda, bukan saya tak percaya anda jurnalis. Maklum nyawa saya cuma satu, saya tak mau mati cuma mengizinkan anda ikut di mobil saya,"katanya terus terang. Ia juga memeriksa tas bawaanku. Ia kawatir, bisa saja orang mengaku jurnalis, tetapi malah bawa bom bunuh diri. "Saya tak mau mati konyol di Baghdad ini,"katanya.

Ia bertanya tentang mobil taksi yang saya naiki. "Mereka gak ada yang berani ke Convention Centre,"kataku. Kini kami berempat, di dalam mobil honda civic warna putih.

Sang sopir mencari jalan yang tidak ditutup. Lebih setengah jam kami berputar-putar tak karuan. Mobil juga masuk ke perkampungan. "Umpetin identitas wartawan anda, buat masyarakat justru berbahaya. Kalau gak ditembak, kita bisa diculik dan para penculik akan minta tebusan yang sangat besar ke negara kita. Anda gak mau itu terjadi, kan,"kata Daoud Kutab, wartawan harian Al-Ahram, Mesir.

Akhirnya kami tiba di dekat sebuah jembatan. Mobil berhenti panjang dan lama sekali. Rupanya, mobil satu persatu masuk lewat jembatan itu pun dengan pemeriksaan ketat tentara AS. Daoud mengajakku turun dari mobil. "Kita jalan kaki aja,"katanya. Sekitar 500 meter menuju jembatan. Dua ratus menjelang jembatan, kartu tanda pers dikeluarkan Daoud tinggi-tinggi,aku ikut saja, persis seperti pesakitan. Kami antri untuk diperiksa ketat tentara AS. Mengetahui Tempo orang asing, ia terlihat santai dan bersapa bersahabat.

Lewat pemeriksaan, kami melintasi jembatan sepanjang 700 meter. Lalu berjalan kaki sekitar 3 kilometer menuju tempat tujuan. Daoud memperingatkan ku untuk memasukkan lagi kartu pers, kawatir terhadap masyarakat yang anti AS dan anti pemilihan umum. Kami berjalan di daerah green zone, tempat biasanya mortir jatuh meledak. "Deg-deg-kan juga sih, tapi kan mati di tangan Allah."

Aku agak lega setelah melihat daerah kawasan ketat untuk masuk ke Convention Centre. Daoud mengajak jalan lewat yang belum pernah aku lalui. Setelah itu aku gak tenang, walaupun mata tetap waspada memandang langit. Kawatir huwen (mortir) tanpa mata menghantam non-combatan.

Di dalam Convention Centre para jurnalis menunggu konperensi pers yang akan dihadiri Perdana Menteri Irak, Iyad Allawy. Hanya sekitar 30 jurnalis hadir pada acara konperensi pers itu. Iyad yang menggunakan jas warna gading, hanya menyapa para jurnalis langsung menuju podium. Ia bersyukur pemilihan umum bisa berjalan dengan baik, walaupun di beberapa daerah pemungutan suara tak bisa dilakukan karena alasan keamanan. "Namun, secara keseluruhan pemilu ini berjalan, dan lebih 70 persen rakyat pergi ke tempat pemilihan,"katanya.

Walaupun kaum Islam sunni Irak merupakan kelompok yang paling sedikit berpartisipasi dalam pemilu kemarin, Iyad berharap, seluruh masyarakat Irak berdiri bersama membangun negeri ini. "Kita mulai dialog nasional yang menjamin semua suara orang Irak : Syiah, Sunni, Kurdi. Kristen dan lainnya terwakili dalam pemerintahan yang akan datang,"katanya.

Dengan pemungutan suara kemarin, Iyad mengajak masyarakat Irak bekerjasama membangun Irak yang aman dan damai. "Teroris tahu bahwa mereka tidak akan menang, kalau kita bisa bekerja bersama-sama,"katanya. Pemilu (30/1), menurut Iyad, adalah pintu masuk ke era dan sejarah baru Irak untuk membangun demokrasi. "Mulai sekarang saatnya kita membangun kembali Irak menjadi sebuah negara besar yang menghormati hak asasi manusia, yang dulu, pernah dicabut pada zaman Saddam Hussein,"ujarnya.

Banyaknya pemilih dalam pemilihan umum di Irak ini terbantu dengan populasi kelompok Syiah Irak yang lebih dari 60 persen dari seluruh penduduk Irak. Tak salah jika pada hari pemungutan suara, masyarakat tampak antusias mendatangi kotak-kotak suara. Tak peduli dengan dentuman mortir dan bom.

Presiden Irak, Ghazi Al-Yawer, sebelumnya memperingatkan, kepada warga sunni agar ikut pemungutan suara, agar memiliki perwakilan lebih banyak di dewan konstitusi. "Karena pemungutan suara kali ini untuk kita memulai membangun masa depan bersama sama,"kata Ghazi yang kepala suku kaum Sunni Irak yang moderat. Namun, menurut Ghazi, kaum sunni tak perlu kawatir, karena konstitusi yang nanti dirancang, akan dimintai pendapat kembali kepada masyarakat melalui referendum.

Jalan-jalan di Kota Baghdad macet. Tanda kehidupan kota sudah mulai normal. Saadoun street yang biasanya lengang, karena tak jauh dari green zone, macetnya minta ampun. Selain banyaknya mobil yang turun ke jalan juga, karena ada beberapa ruas jalan yang masih ditutup. Jalan raya Abdul Gassim juga macet. Toko-toko juga sudah mulai buka. Di dekat Kampus Universitas Teknik Baghdad, toko-toko komputer, hampir semua buka. “Kami tak takut lagi, pemilu sudah lewat, semua berjalan aman-aman saja kan,”kata Awab Suaib, pemilik toko komputer Taj.

Di beberapa stasiun pompa bensin juga tampak antrian kendaraan sampai 5 kilometer lebih. “Itu bisa sampai besok, juga belum habis,”kata Ahmad Khalil, 41 tahun sopir taksi. Menurut Ahmad sejak Saddam jatuh, kendaraan semakin banyak. “Dulu tak sebanyak ini, sehingga agak mudah mendapatkan bensin,”katanya.

Untuk mendapatkan 50 liter bensin di tempat pompa bensin, Ahmad harus pagi-pagi mengantri dan memberikan 4000 ribu dinar kepada polisi agar bisa masuk menyerobot. Walaupun sudah menyogok, menurut Ahmad masih untung. Karena harga bensin di SPBU 20 dinar, sedangkan di luar SPBU 500 dinar seliter. “Coba anda bayangkan perbedaannya,”kata Ahmad, sopir asal Palestina.

Pintu-pintu perbatasan juga sudah dibuka. Bus-bus dan mobil antar Negara sudah bisa memasuki wilayah Irak. Bandar Udara Irak juga sudah mulai dibuka, walaupun masih dalam pengawasan ketat dan penerbangan tertentu saja. Secara kasat mata memang Irak sudah normal. Menurut Presiden Irak Ghazi Al-Yawer dalam konperensi pers di gedung Irak Convention Centre (Qosrotul Mu'tamar) Selasa siang (1/2), pemerintahan sementara Irak masih membutuhkan tentara asing. "Non sense, menyuruh tentara asing pergi meninggalkan Irak sekarang, minimal sampai akhir tahun ini,"kata Al-Yawer.

Menurut kepala suku Sunni Arab Irak itu, pemerintah baru saja memulai penghitungan suara hari Selasa (1/2). 5.200 TPS di seluruh Irak, dikerjakan oleh 200 petugas dengan 80 terminal komputer, membutuhkan waktu yang cukup lama. "Keadaan normal sangat dibutuhkan, karena itu tentara asing disini masih dibutuhkan bagi sebuah negara yang sedang dalam keadaan vacuum of power,"katanya.

Tentara asing pimpinan AS, menurut Ghazi Al-Yawer, terbukti membuat aman jalannya pemungutan suara. "Tentu saja selain 170 ribu tentara asing, keterlibatan masyarakat juga membantu, berjalannya pemilihan umum ini,"katanya.

Sejam setelah konperensi pers Presiden Ghazi Al-Yawer, Menteri Pertahanan Hazeem Syahlan, juga memberikan konperensi pers di tempat yang sama, di dampingi dua orang tentara Irak. "Disatu sisi kami tak ingin kehadiran pasukan asing disini, tetapi kehadirannya sekarang dan sampai pemerintahan baru terbentuk sangat dibutuhkan,"kata Hazeem.

Menurut Hazeem selama pemungutan suara berlangsung di seluruh Irak 40 orang tewas, karena lebih dari 100 TPS berusaha dibom. Selain itu pihak keamanan, menurut Hazeem, juga menangkap lebih dari 200 orang yang diduga mengganggu jalannya pemilihan umum. "Tetapi secara keseluruhan, semua berjalan baik, karena tak ada penyerangan besar-besaran selama pemungutan suara,"kata Hazeem. Setelah konperensi pers, anak buah Menteri Pertahanan membagi-bagikan gambar ratusan mortir yang berhasil dipotret setelah meledak dan yang tak meledak di dekat TPS-TPS pada hari pemungutan suara Minggu (30/1)

Perkembangan semakin baik, ada yang berubah menjelang pengumuman suara (12/2), antrian bensin tak lagi sepanjang sebelumnya. "Dalam beberapa jam kami sudah dapat bensin biasanya harus antri dua hari,"kata Ahmad. Di Saadoun Street, maupun di Sanaa tak tampak antrian bensin. Mobil GMC yang Tempo naiki dari Baghdad ke Amman, di SPBU Saadoun Street hanya menunggu setengah jam untuk mendapatkan bensin dan mengisinya dengan penuh. Di sebelah Hotel Coral Palace, belasan pekerja bangunan nampak sibuk membangun bangunan berlantai empat juga baru mulai aktif dibangun beberapa setelah pemilu usai. "Ini untuk hotel,"kata Yasser, penjaga keamanan hotel.

Ketua Partai Dakwah Islam (Hizbut Da’wah Islamiyah), Sayyid Ibrahim Ja’farii, salah satu calon anggota dewan dengan nomor pilihan 169, gembira dengan terselenggaranya pemilu. “Saya sangat gembira. Saat itulah saya lihat bagaimana rakyat Irak berjuang untuk bisa hidup (fight for struggle). Kami sudah berkorban banyak keluarga kami yang mati dan hilang pada Zaman Saddam Hussein, kini seperti terhapus dengan kekekuatan rakyat yang menggebu-gebu untuk menentukan bangsanya di masa depan. Bagi saya pemilu kemarin bagaikan hari perkawinan, perkawinan antar rakyat Irak,”katanya.

Lelaki berbrewok putih ini, seorang diantara tokoh Islam Syiah Irak yang dihormati dan banyak pengikutnya bersaing dengan tokoh syiah dukungan Amerika Serikat, Iyad Alawi. “Ini pemilu yang saya lihat ini adalah rakyat Irak, bukan hanya syiah, identitas mereka seakan hilang, semua ini untuk Irak,”katanya.

Ghazi Al-Yawer selaku, salah satu suku Sunni Irak, dan juga, di dalam konperensi pers mengaku, telepon langsung ke tokoh-tokoh Islam di Falujah, sebuah kota Sunni Irak yang anti terhadap pemilu. “Ternyata, tanpa diduga masyarakat Falujah banyak mendatangi tempat pemungutan suara, sebuah kejutan dan saya anggap sukses,”kata Ghazi. Menurutnya,, sangat disayangkan jika orang Sunni Irak tidak ikut partisipasi dalam pemilu. “Perwakilannya akan sedikit dan ini tentu akan merugikan sendiri, tak ada kesempatan kedua,”katanya.

Menurut Ghazi, pemilu sekarang telah menghilangkan perbedaan syiah atau Sunni, kini semua rakyat dan kami bekerja untuk Irak yang baru. “Irak yang bisa diterima oleh masyarakat dunia yang beradab, bukan lagi Irak yang korup dan diktator, seperti di zaman yang telah lewat,” katanya.

Pemilu Irak yang diselenggarakan pada 30 Januari 2005 lalu, menurut pengamat internasional dari Institute Study for Islamic Strategic (ISIS) Abdul Choliq Wijaya berlangsung dengan relatif baik, meskipun diwarnai berbagai aksi kekerasan dan pemboikotan oleh kaum Sunni. Pemilu Irak itu digelar untuk pertama kalinya setelah jatuhnya rezim Saddam Hussein, 9 April 2003 lalu menyusul digelarnya invasi oleh pasukan koalisi terbatas pimpinan Amerika Serikat (AS).

Pemilu Irak itu dimaksudkan untuk memilih anggota Dewan Nasional (Parlemen) Irak yang berjumlah 275 kursi, dewan provinsi, dan parlemen regional Kurdi. Partai koalisi Aliansi Irak Bersatu yang didukung Ayatullah Ali al-Sistani berhasil meraih kemenangan dengan 48,1 persen suara (132 kursi), kemudian disusul Aliansi Partai Utama Kurdi yang meraih 25,7 persen suara (71 kursi), lalu partai pimpinan PM Iyad Allawi yang memperoleh 13,8 persen suara (38 kursi), partai Sunni pimpinan Presiden Ghazi al-Yawar hanya memperoleh 5 kursi.

Sebenarnya, kemenangan kelompok Syiah sekitar 61,9 persen suara -- gabungan suara dari Partai Aliansi Irak Bersatu dan partai pimpinan Iyad Allawi --. Wajar, karena penduduk Irak menurut perhitungan tahun 2002 63 persen Syiah.

Kemenangan partai beraliran syiah tersebut merupakan buah dari kerja keras dan strategi para pemimpin Syiah Irak. Khususnya bimbingan ulama asal Kota Suci Najaf, Ayatullah Ali al-Sistani yang mempunyai pengaruh besar terhadap kaum Syiah Irak.

Sejak awal, Ali al-Sistani, ulama besar dan rujukan keagamaan tertinggi umat Syiah Irak, terus mendesak diselenggarakannya pemilu untuk memilih para anggota Dewan Nasional Irak, guna mengakhiri masa transisi pemerintahan. Ali al-Sistani menilai pemilu merupakan jaminan terbaik untuk menyerap tuntutan rakyat Irak secara adil, yang dapat menciptakan keamanan dan perdamaian di Irak. Di samping itu, pemilu merupakan perwujudan dari kebebasan dan demokrasi, seperti yang juga diharapkan AS.

Keberhasilan pemilu Irak, meskipun terdapat banyak kekurangan, tetaplah merupakan suatu tahap penting menuju terbentuknya pemerintahan Irak yang legitimate. Menurut Abdul Choliq, legitimasi merupakan hal yang sangat urgen untuk tercapainya pemerintahan Irak yang kuat, berwibawa, efektif, dan efisien.

Selama rezim Baath berkuasa selama 35 tahun, rakyat Irak praktis berada dalam kehidupan yang serba tertekan, terpasung kebebasannya untuk mengekspresikan harapan sosial mereka dalam kehidupan politik, pemerintahan, dan kenegaraan. Rakyat Irak setelah pasukan koalisi asing menyingkirkan Saddam Hussein juga merasakan kepedihan betapa tertekannya harga diri suatu bangsa dalam pendudukan, pendiktean, dan bayang-bayang militer AS.

Kaum Sunni Irak untuk pertama kalinya akan mengalami nasib sebagai kaum minoritas dalam kehidupan politik di Irak. Mereka telah memboikot pemilu, sesuai dengan alasan-alasan subjektifnya, seperti tidak kondusifnya keamanan menjelang pemilu dan masih maraknya berbagai aksi kekerasan. Mereka juga beralasan bahwa tidak mungkin mengikuti pemilu sebelum jelas jadwal penarikan tentara AS dari Irak. Akibatnya sedikit terlibat dalam memberikan suara pada pemilu lalu, memperkecil peluang bargaining untuk menentukan "jago" dalam pemerintahan ataupun percaturan politik di Irak ke depan.

Memang terbukti, Ibrahim Jaafari, akhirnya terpilih sebagai Perdana Menteri, sedangkan pendiri Persatuan Patriotik Kurdistan, Jalal Talabani, 72 tahun menjadi Presiden. Bagi-bagi kekuasaan untuk merangkul semua pihak sangat terasa, ketua DPR berasal dari politisi sunni, Hajem al-Hassani. Selain selalu ada pendampingan tiga kekuatan itu. Jika Presidennya dari Kurdi, maka wakilnya dari syiah badan sunni, begitu juga jika ketua DPR nya dari Sunni, maka wakilnya dari dua kubu lain. “Aliansi Syiah dan Kurdi harus menghargai hak saudara kita Arab Sunni sebagai satu elemen penting rakyat Irak,” kata Talabani.

Menurut Presiden Talabani, kini Bangsa Irak membangun kembali pemerintahan Irak berdasarkan prinsip demokrasi, federalisme, kemajemukan, dan kesetaraan warga negara. Perdana Menteri Ibrahim Jaafari, saat diwawancara Tempo bersama jurnalis TV lokal Sumuriyah, beberapa saat setelah pemungutan suara, berjanji akan membangun negara Irak yang merangkul semua pihak. “Karena rakyat Irak terdiri dari bermacam-macam agama, kami tidak ingin lagi Irak yang diktator, Irak yang feodal, tidak, kami tidak akan mendirikan Irak negara agama,”katanya.

Bentuk yang cocok menurut Ibrahim Jaafari itu adalah federal. Ibrahim berharap bentuk federal bisa menampung banyak aspirasi dan perbedaan-perbedaan. Tugas berat pemerintah pimpinan Perdana Menteri Ibrahim al-Jaafari adalah memulihkan keamanan. “Setelah masa singkat turunnya kekerasan, kekerasan meningkat tajam lagi, bahkan kembali pada keadaan tahun lalu,”kata Jenderal Myers, salah seorang pejabat militer Amerika.

Korban kekerasan yang tewas sejak Januari 2005 sampai akhir Juli 2005, tercatat 4.000 orang. Sebagian korban adalah sipil. Walaupun jika dibedah sasaran kekerasan itu, bisa tampak tujuannya adalah kantung-kantung polisi, tentara Irak dan militer asing.

Jika korban adalah sipil, itu merupakan efek dari tempat kekerasan terjadi dan provokasi. Karena kenyataan di lapangan baik elit politik, maupun masyarakat kebanyakan tak terlalu mempermasalahkan perbedaan aliran dalam Islam atau suku di Irak. Hanya sekelompok orang militan, dan siluman yang membuat kekacauan di Irak. Pemerintahan demokratis yang baru terbentuk diharapkan bisa mengubah lingkaran setan kekerasan itu kepada pembangunan Irak baru yang lebih damai.


(sumber Majalah Tempo, Tempo Interaktif, Afp, reuters dan Pikiran Rakyat)

Mutia Hafidz dan Budiyanto

Drama Penculikan di Irak

Surya Paloh, Ketua Tim Pembebasan Dua Jurnalis Indonesia, pukul 09.00 pagi waktu Amman (22/02/05) menelepon Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla lewat telepon genggaman. “Pak saya laporkan, bahwa Dua Jurnalis Indonesia dan sopirnya, sudah dalam keadaan selamat, sekarang masih berada di perbatasan Irak. Belum bisa keluar dari Irak, karena kantornya tutup, mungkin pemerintah Irak perlu keterangan dari orang-orang yang diculik itu. Nah, sekarang peranan Departemen Luar Negeri diperlukan untuk segera mengeluarkan mereka dari Irak,”kata Surya Paloh.

Seharusnya kalau Departemen Luar Negri bisa berperan jauh, Mutia Hafidz dan Budiyanto, dua wartawan Metro TV yang diculik di Irak, bisa bebas sore kemarin (21/02). Karena Mutia dan Budi sudah sampai di perbatasan Irak pukul 17.15 waktu setempat. Namun sampai pukul 23.33 saat tempo meninggalkan perbatasan Yordania, Karameh, tak ada tanda-tanda para korban keluar dari pintu gerbang perbatasan. Tim dari Departemen Luar Negeri yang dipimpin Triyono Wibowo, yang berada di dalam pintu perbatasan Yordania cuma menunggu di dalam mobil di depan toilet perbatasan.

Mutia lewat handphone sopirnya. Ibrahim Abdul Kadir Abu Fadaleh, bisa berkomunikasi dengan bosnya Surya Paloh, yang berada di ruang tunggu khusus Kerajaan Yordania di perbatasan Karameh, saat Mutia sampai di perbatasan Irak. Bahkan rekan kerja Mutia, Sandrina Malakiano, juga sempat mengkontak Mutia. Dari seberang telepon genggam Sandrina terdengar isak tangis Mutia. “Sannnnnn…”

Mutia, Budi dan Ibrahim dilepas sendiri oleh penculiknya Minggu sore (20/02/05). “Mereka jalan sendiri dari tempat penculikan, yang diperkirakan berada di daerah Ramadi menuju border yang berjarak sekitar 400 kilometer. Itu berbahaya, karena mereka cuma bertiga dan tak ada kendaraan lain, saya bersyukur mereka selamat sampai perbatasan,”kata Ahmad Gofar, warga Negara Indonesia yang memantau pergerakan dua jurnalis Indonesia lewat kenalannya di Baghdad.

Tim pimpinan Surya Paloh, melalui isteri Ibrahim sempat mengontak Ibrahim, yang minta dijemput di perbatasan, Senin pagi (21/09) pukul 07.00 waktu Amman. “Kami akan menuju Yordania,”kata Ibrahim singkat, batere handphonenya lemah. Sekaligus, membantah kabar yang beredar sebelumnya, bahwa para korban penculikan menuju ibukota Irak, Baghdad. Mutia kabarnya juga sudah mengontak KBRI di Amman.

Surya Paloh dari kamar 700 Presiden Suite Room Hotel Intercontinental, langsung berkoordinasi dengan tim dari Deplu. Surya bersama tim langsung pergi menuju perbatasan, titik terdekat yang akan dilalui Mutia dan Budi. “Wajar, dong, keduanya kan anak-anak saya,”kata Surya. Namun, tim Deplu pimpinan Triyono, meminta Surya menunggu saja di KBRI, Amman. “Kalau saya tunggu di Amman, buat apa saya jauh-jauh ke Yordania, saya tunggu saja di Jakarta terima beres,”kata Surya.

Kepergian Tim pimpinan Surya ke perbatasan, rupanya membuat gusar Triyono. Mercedes dan Kia Carnival, dua kendaraan milik KBRI menyusul bis yang berisi rombongan Surya Paloh, anggota DPR, keluarga Ibrahim dan wartawan dari Indonesia. Rombongan KBRI kembali terlewati gara-gara mereka mengisi bensin dan makan di tengah jalan. Tim Surya Paloh datang terlebih dahulu di perbatasan Yordania dan diizinkan masuk ke ruang tunggu kerajaan. Rombongan Surya Paloh bisa masuk ke ruang itu, karena sudah ada izin dari Princess Basma, adik almarhum Raja Yordania Hussein. Namun, 20 menit kemudian rombongan Surya Paloh diusir oleh tentara perbatasan dengan alasan tak punya otorisasi berada di tempat itu. Yang dibolehkan hanya Surya Paloh, bersama dua tentara utusan raja yang diminta mendampingi Surya Paloh.

Saat rombongan keluar ruangan, tampak Triyono dan Sekretaris Pertama KBRI, Musrifun La Jawa berada di dalam mobil di luar arena ruang khusus tersebut, mereka sedang berbicara dengan tentara perbatasan yang mengusir kami. Muchlis Hasyim, wartawan senior Media Indonesia dan Reporter Metro TV, Sandrina Malakiano, yang mencoba mencari tahu tahu kepada Triyono, dari dalam mobil yang jendelanya dibuka sedikit, Triyono dan Musrifun mengusir kedua orang tersebut. “Pergi sana, kalian mengacaukan rencana kami. Rencana bisa berantakan, Mutia dan Budi bisa diculik kembali, kalau mereka (penculik) tahu ada wartawan di perbatasan,”kata Triyono kepada Muchlis dan Sandrina dengan wajah tak ramah. “Selama saya berkarir 14 tahun, baru pertama kali diperlakukan seperti itu, oleh seorang diplomat lagi, seharusnya kan, mereka bisa ngomong baik-baik,”kata Sandrina kesal.

Triyono dan Musrifun ternyata juga marah-marah kepada reporter APTN, Lina yang datang menyusul dan menemui mereka berdua. “Ih, jijik, mereka itu begitu kasar,”kata Lina melihat kelakuan Triyono dan Musrifun. Triyono merasa wajar marah-marah, karena sesuai kesepakatan dengan Surya Paloh, tak boleh ada wartawan yang ikut ke perbatasan. Kepada jurubicara Departemen Luar Negeri, Musrifun melaporkan bahwa Mutia mengirim SMS meminta agar tak ada wartawan dalam penjemputan itu. “Itu bohong, sebagai jurnalis tak mungkin Mutia minta seperti itu,”kata Muchlis.

Banyak kejanggalan yang diucapkan Triyono kepada Muchlis dan Surya Paloh. Kepada Muchlis dan Sandrina, Triyono mengatakan sudah ada deal bahwa tak boleh ada wartawan yang menjemput, karena bisa diculik kembali. “Apakah triyono melakukan deal dengan penculik?”kata Muchlis.

Kepada Surya Paloh, Triyono menyatakan, bahwa penculiknya tidak minta tuntutan apa-apa, cuma uang 2.000 US Dolar untuk pergantian biaya taksi mengirim wartawan itu ke perbatasan. Nyatanya, Mutia dan Budi pulang dengan Ibrahim dengan taksi mereka sendiri yang disewa atas nama Metro TV.

Mahmoud Abu Fadaleh, kakak Ibrahim yang ikut menjemput saudaranya merasa aneh dengan kelakuan tim Deplu itu. “Kami kesini ingin menyelamatkan dan melihat langsung muka saudara kami, mereka , kok, berebut untuk poin politik,”katanya kesal. Anggota DPR Komisi III asal Partai Kebangkitan Bangsa, Imam Anshori Saleh yang berada di perbatasan dan juga diusir menyesalkan cara-cara Ketua Tim Deplu pimpinan Triyono itu. “Seharusnya kita pergi bersama-sama, kita omong baik-baik, sebagai sesama warga Negara Indonesia, bukan malah pakai cara-cara tidak terhormat, sudah bohong caranya juga menjijikkan. Nanti, akan saya laporkan pada teman-teman anggota Komisi I DPR,”kata Imam.

Drama di atas warna dari pembebasan dua jurnalis Metro TV, Mutia Hafidz dan Budiyanto. Saya mengenal Mutia dan Budi pertama kali di Coral Palace Hotel, di Al-Watheq Square, Baghdad. Keduanya datang setelah pemilihan umum usai. Namun, masih ada rangkaian puncak pemilu itu, perhitungan suara. Sesama pendatang ke negeri asing, kami anak satu negeri merasa dekat. Budiyanto, kameraman Metro TV, bukan kali pertama, dia sudah tiga kali, ini kali keempat. Bahkan, menurut ceritanya, Budi, sempat terjebak di suatu pertempuran di Ramadi, pusatnya, gerakan perlawanan yang didominasi kaum sunni Irak.

Keduanya sibuk merekam dan melaporkan kejadian-kejadian setelah pemungutan suara yang tak kalah seru. Bahkan Mutia dan Budi, datang ke lokasi pemboman di bundaran Tahrir (Tahrir Square) di depan taman Bunda (Ummu Garden), 15 menit setelah kejadian. Mutia masih bisa membalik-baliknya kepala korban yang tercabik-cabik, tanpa rasa ngeri.

Tanggal 12 Februari 2005, mereka diminta pulang ke Amman, Yordania, untuk segera kembali ke Jakarta. Pengumuman akhir pemungutan suara 14 Februari, sudah dipastikan kaum Syiah yang selama rezim Saddam Hussein ditindas akan memenangkan suara. Cuma soal kepastian angka terakhir. Saya diajak untuk pulang bersama-sama. Namun, saya menolak dengan alasan akan menunggu peringatan Assyura (10 Muharram) di Karbala, tempat Imam Hussein, salah satu anak Imam Ali bin Abi Thalib yang dibantai anak Muawiyah, Yazid, sebuah cerita kelam sejarah Islam, sepeninggal nabi Muhammad dan para Khulafaur Rasyidin (4 kalifah utama).

Namun, sehari setelah mereka meninggalkan Baghdad, entah apa yang menggerakkan saya memesan taksi GMC-Chevrolet untuk kembali ke Amman, Yordania, pada 13 Februari. Alasan utama, sepekan menjelang Assyura, perbatasan akan ditutup, daan sepekan setelahnya baru dibuka kembali, jadi praktis masih ada waktu dua pekan. Padahal hanya ada kejadian-kejadian yang sudah menjadi “sarapan” atau “makan siang” pemboman dan kekerasan di berbagai tempat. Belum lagi batasan-batasan pada orang asing memasuki daerah tertentu, termasuk, Karbala, tempat puncak Hari Raya Asyura dilaksanakan.

Setelah menempuh perjalanan selama 18 jam, dengan berbagai ketegangan, dan phobia orang asing dari sopir GMC, saya sampai di Amman. Setelah mencari hotel yang agak di tengah keramaian kota, saya mengkontak Budi dan Mutia. Malam itu, saya langsung ke Hotel Intercontinental nan mewah yang ditempati mereka. Saat itulah saya mendapat kabar, bahwa kedua jurnalis itu ditugaskan oleh bos-nya di Jakarta kembali ke Irak meliput Asyura. Mutia, merajuk mengajak saya ikut lagi pergi ke Irak. Apalagi, saya dianggap lebih tahu, daerah Selatan Irak, terutama Karbala, tempat puncak Asyura akan dilaksanakan.

Beberapa jam sebelum kembali ke Irak, Tempo masih bersama-sama Budi "Blegedes" Yanto dan Mutia, Kameramen dan Repoter Metro TV. "Kami akan berangkat pukul 02.30,"kata Budi. Saat itu aku, Budi, Mutia dan seorang mahasiswa Indonesia diYordania, Rofii, berkunjung ke hotel tempat mereka tinggal, Intercontinental Hotel di Amman. Aku masih sempat kirim satu berita ke kantor Tempo lewat laptop mereka. Sementara mereka sedang merapikan barang-barang untuk persiapan ke Irak.

Budi sudah keempat kali ke Irak dan Mutia, untuk kali kedua, setelah sebelumnya hampir sepuluh hari. "Aku sudah kangen Jakarta, isteriku sedang hamil dan sedang muntah-muntah,"kata Budi. Mutia juga sudah mau pulang, karena sudah beli oleh-oleh. "Aku mau titip barang sama siapa, ya?"kata Mutia. Mereka berdua akan segera kembali ke Irak, karena kantornya menyuruhnya kembali untuk meliput perayaan Assyura (10 Muharram) di Karbala, setelah kelompok Islam Syiah menang mendapat 48 persen dalam Pemilu Irak yang diumumkan Minggu pekan lalu. "Mas, ikut saja deh sama kita,"kata Mutia.

Untuk persiapan meliput ke Karbala, siang hari hingga magrib, di Balad (city centre) Amman, Mutia membeli baju panjang muslim warna hitam. Sedangkan Budi hanya membeli jaket tebal, tempat Mutia beli jaket, sebelumnya. Seharusnya berangkat menuju Baghdad pukul 00.30. Namun, karena GMC-langgananya baru saja datang dari Baghdad mereka baru berangkat pukul 02.30. "Mau istirahat dulu, dan biar tak terlalu lama menunggu border (perbatasan) dibuka,"kata Budi menirukan sopir yang akan membawanya ke Baghdad.

Menurut Budi, ia sudah kenal dengan sang sopir, karena sudah beberapa kali membawanya dari Amman ke Baghdad. "Dia itu orang tua dan orangnya ngemong, kami dianggap anaknya sendiri,"kata Budi memuji sang sopir. Namun, perjalanan nasib penuh teka-teki. Budi dan Mutia diculik para pemberontak sunni.

Budiyanto datang memakai kopiah putih dan masih berjaket Metro TV. "Aku di tempat penculikan dipanggil Haji Abud,"katanya singkat Mutia Hafidz terlihat pucat dan wajahnya semakin tirus dengan rambut panjang, tubuhnya masih terbalut jaket hijau yang dibelinya di Balad (City Center) Amman. Jaket itu pula yang digunakan mereka sebelum berangkat kembali ke Irak, dan yang juga dipertontonkan para penculik di televisi.

Selasa malam (22/02/05), pukul 19.15 waktu setempat Budi dan Mutia dengan GMC warna coklat keemasan tiba di Wisma Indonesia, Amman, disampingnya para pejabat Departemen Luar Negeri yang menjemput mereka di perbatasan Yordania. Pejabat itu pula yang Senin (21/02/05) mengusir para wartawan dan membohongi Tim Pembebasan Jurnalis Indonesia pimpinan Surya Paloh.

Budi dan Mutia bergerak dari perbatasan Irak menuju perbatasan Yordania pukul 15.35 waktu setempat. Wartawan Tempo, yang sedang jalan menuju border terpaksa kembali ke Amman, setelah menelpon Ibrahim Abdul Kadir Abu Fadaleh, sopir yang membawa kedua jurnalis Indonesia itu. "Saya sudah lima belas menit ke luar perbatasan Yordania, sendirian, dua teman anda sudah dibawa oleh orang-orang kedutaan besar anda naik mobil lain,"katanya. Budi dan Mutia diculik oleh sekelompok orang di dekat Ramadi, Irak. "Kami disergap setelah membeli bensin, dipemberhentian ketiga,"kata Budi.

Penyergapan itu sempat membuat takut kedua jurnalis itu. Beberapa orang mendadak masuk dari depan, tengah dan belakang mobil chevrolet, senjata api laras panjang ditodongkan. Kemudi diambil alih penculik, dua jurnalis Metro TV dipaksa merunduk, bahkan laptop dan barang-barang perlengkapan wartawan Metro TV itu diinjak-injak. Setelah beberapa menit perjalanan, Mutia dan Budi tak lagi dipaksa merunduk, mereka masih sempat melihat mobil yang dikemudikan para penculik itu melewati perkampungan penduduk. Lalu sampai ke sebuah tempat, tak jauh dari sungai, sebuah gundukan tanah seperti gua yang dijadikan tempat berlindung.

Dari “gua” itu Budi mengaku mendengar beberapa kali raungan suara helikopter. Mengetahui dua wartawati asal Indonesia itu beragama Islam, menurut Mutia para penculik itu memperlakukan mereka dengan baik. "Kami tidak diperlakukan kasar,barang-barang kami tidak diambil satupun, kami diberikan makan yang layak seperti layaknya orang Irak makan,"kata Mutia.

Lalu para penculik itu merekam kedua korbannya dengan kamera untuk publisitas. Budi bahkan sempat “mengajarkan” para penculiknya untuk mengambil angle dan komposisi gambar yang lebih bagus Hasil rekaman itulah yang dikirimkan penculiknya ke stasiun TV AP dan Al-Arabiya

Mengetahui korban penculikan “seiman”, mereka justru ketakutan korbannya akan celaka. Karena bisa saja pasukan AS menemukan persembunyiannya. Apalagi, beberapa pihak telah melobi tokoh-tokoh ulama sunni di Irak agar menghubungi para penculik untuk melepaskan sanderanya. Menurut Budi, para penculik akan melepaskan korbannya, tetapi menunggu “permohonan” dari pemimpin warga negara yang diculiknya. “Presiden kamu harus bertanggung jawab terhadap warga negaranya,”kata salah seorang penculik, seperti diceritakan kembali oleh Budi.

Benar saja, setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampil di televisi Al-Jazeera, meminta kedua jurnalis Indonesia itu dilepaskan, para penculik itu sibuk. “Your President…your president…your Imam...,”katanya berulang-ulang untuk menyatakan Presiden Yudhoyono tampil di televisi minta sandera dibebaskan.

Tak lama setelah tampilnya Presiden Yudhoyono, para penculik mempersiapkan pembebasan dua wartawan Indonesia itu. Rencana pembebasan sempat tertunda sehari, karena keadaan di luar “gua” membahayakan. Raungan helikopter tentara AS semakin santer dan sering. Diduga tentara AS sedang mencari “sarang” para pemberontak sunni itu. Para penculik kawatir bila meeka lepaskan begitu saja, kedua jurnalis itu malah ditawan tentara atau intelejen AS. Para penculik sempat memberikan beberapa rekaman VCD yang memnggambarkan serangan mereka terhadap musuh-musuhnya.

GMC yang dikemudikan Ibrahim berjalan, menuju perbatasan Yordania, Karameh. Para penculik mengiringi dari kejauhan. Sampai akhirnya mereka selamat sampai perbatasan dan menunggu izin dari penguasa Irak. Karena perbatasan ditutup seminggu menjelang dan setelah peringatan asyura.

Mutia dan Budi setelah makan dan diperiksa oleh dokter di Wisma Indonesia, AmmanYordania. Menurut Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Yordania, Ribhan Abdul Wahab, Mutia, Budi diamankan. Sehari setelah itu Mutia dan Budi langsung dibawa ke Istana Presiden, bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya rasa lebih cepat sampai ke Jakarta lebih baik,"kata Ribhan. (Ahmad Taufik)

Amman

Tempat Bidadari Turun ke Bumi


Seorang mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di University of Jordan, Amman, berkelakar,”sebenarnya cerita Joko Tarub, dimana tujuh bidadari turun ke bumi, lalu satunya ketinggalan dikawini seorang laki-laki bumi, itu bukan ada di tanah Jawa tapi di Jordan.Coba lihat, hampir tak ada orang jelek disini.”

Memang, para pria bisa betah di Amman, ibukota Jordan. Apalagi jika berkunjung ke kampus Universitas Jordan minta ampun deh. Sebenanya Amman bukan ‘surga’ bagi pria saja, tetapi juga bagi kaum hawa. Kaum perempuan bisa berjalan tengah malam tanpa gangguan lelaki jail. Bahkan di beberapa tempat mengisap argila (sisha), pengunjung lelaki ‘saja’ bisa ditolak nongkrong di kafe bila tanpa perempuan atau keluarga. Bahkan untuk berkunjung ke laut mati, para pria bisa ditolak masuk jika tanpa keluarga pada hari Jumat.

Pesawat Emirates yang aku tumpangi menginjak turun di Bandar udara Queen Alia. Landas pacu tampak tak semulus Bandara Sukarno-Hatta Cengkareng. Sebagai kota bertaraf internasional, Bandara Queen Alia tergolong sederhana. Petugas imigrasi tampak teliti memeriksa paspor dan visa. “Hmmm….Indonesia?”kata petugas itu.
Aku mengangguk,”naam (ya).” Petugas itu menanyakan nama orang tua yang tak tercantum pada nama dalam pasporku. “Abubakar, kami ini keturunan Bani Hasyim sama dengan raja anda,”kataku kesal, saat petugas itu banyak bertanya.

Petugas itu lalu mencap pasporku,”kami berikan dua minggu, ya.” Padahal dalam pasporku jelas tercantum visa yang diberikan Kedutaan besar Yordania di Jakarta, 6 bulan lamanya untuk beberapa kali masuk (multiple).

Keluar pintu petugas imigrasi, aku tak punya uang Yordania. Selembar 100 US Dolar kutukarkan pada satu tempat penukaran uang, yang memang cuma satu. Pihak money changenr hanya menyerahkant 68 Dinar Yordania, di pasar 100 US Dolar sama dengan 70,8 Dinar Yordania. Ternyata uang Kerajaan Malik Abdullah itu lebih kuat nilainya dibandingkan dengan mata uang negara pimpinan George W.Bush.

Tak seperti di Bandara Sukarno-Hatta, walaupun kecil dan sedikit taksi Bandara berwarna putih, tertib menyongsong penumpang. Seorang petugas akan menanyakan tujuan, lalu memberi selembar potongan kertas dengan huruf dan angka Arab. Cara yang serupa seperti di Bandara Djuanda Surabaya. Aku yang sudah berbekal alamat sebuah hotel yang ku pesan lewat internet, hanya menunjukkan alamat tersebut, Funduk (Hotel) Dove, Jabal Amman. Petugas itu menulis angka 16 Dinar Yordania (23 US Dolar atau sekitar Rp 200 ribu), cukup mahal.

Dari sopir taksi, ku ketahui, bahwa Kota Amman terdiri dari bukit-bukit (Jabal), karena itu lebih mudah bila menyebut daerahnya, seperti Hotel Dove di Jabal Amman ada juga daerah Jabal Hussein dan jabal-jabal lainnya, dulu ada 11 kini cuma tujuh. Akan lebih mudah lagi jika kita tahu bundarannya (duar), semuanya ada tujuh bundaran. Misalnya, jika mau ke Konsuler Kedutaan Saudi Arabia, seseorang cukup bilang Duar Awwal atau Duar Wahid. Sopir taksi akan membawa anda ke sana, banyak sopir taksi yang tak tahu (atau berlagak tak tahu) bila kita menyebut nama jalannya. “Anda tahu, kan jalannya?” kata sopir taksi, kalau kita menyebut nama jalan saja. Pasti bikin bingung.

Kota Amman, memang kota berkarakter. Walaupun kebanyakan bangunan seperti kotak-kotak, tetapi tak kumuh. Tak seperti Jakarta yang di kepung Mal, di Amman hanya ada beberapa mal tak begitu besar, yang besar seperti Plaza Senayan, cuma satu Mecca Mall. “Belum tercatat sebagai orang kaya, kalau belum pernah ke Mecca Mall,”ujar seorang teman, mahasiswa asal Indonesia, bercanda. Tapi memang, saat Tempo berkunjung di malam Jumat (karena hari Jumat libur) para ‘bidadari’ tumplek blek di Mecca.

Di tempat itu seperti mal-mal di Jakarta, di jual segala macam barang-barang bermerek atau busana khas Yordania. Tak semua membeli, ada yang cuma jalan-jalan, atau nongkrong di café. Di pintu gerbang mal, aparat keamanan tampak berjaga-jaga, dan serombongan anak muda yang dilarang masuk. “Mereka suka ngaco, kami sudah mengenali mereka,”kata seorang satpam pusat perbelanjaan itu. Selain Mecca mall, pusat perbelanjaan berada di daerah atau blok masing-masing, seperti kawasan Jalan Sabang, Jakarta pada masa lalu.

Keluar dari Mecca Mall Tempo naik taksi menuju Balad atau City Centre. “Memang beda harga disini, mendingan di Balad harganya lebih murah,”ujar sopir taksi, saat Tempo menyebut tujuan. Sopir taksi di Yordan memang suka memberi komentar kepada penumpangnya. Sama halnya seperti di negara-negara Asia Selatan, seperti Pakistan, sopir taksi juga selalu menyetel keras-keras lagu-lagu, tak peduli penumpangnya suka atau tidak. Sopir taksi sebagian besar asal Palestina, umumnya sikapnya lebih baik dibandingkan sopir taksi orang Yordania asli. Kalau kita ikut menggoyangkan kepala sesuai lagu yang disetel, sopir asal Yordania, sering berkomentar,”ada apa dengan anda?”

Tak sulit menuju Balad, dari segala arah, jalan menurun terus. Sampai pada titik pusat Balad, sebuah mesjid. Di tempat itu, aku dan Budiyanto (kameraman Metro TV), bertemu serombongan pemuda berwajah asia. Mereka menegur kami dalam Bahasa Inggris. Aku mencoba menebak-nebak,”From Thailand or Malaysia?”
“No, I’m from Filipina,”katanya.
Saat aku menanyakan lebih jauh tentang dimana asal mereka di Filipina. Mereka terbahak-bahak. “Kena, lu, kami dari Indonesia,”katanya. Mereka mahasiswa-mahasiswa yang bertebaran di beberapa kota di Yordania, dan kini sedang berkunjung ke ibukota Yordania, Amman. “Kami sengaja meledak anda, abis soh anda memakai jaket asal tempat kerja masing-masing,”kata salahs eorang dari mereka. Memang saat itu aku sedang memaki Jaket hitam Tempo, begitu juga Budi, menggunakan Jaket Metro TV-nya.

Di Balad anda bisa beli segala macam, mulai dari tas, sepatu, jam tangan, boneka Saddam Husein (seperti yang dibeli Reporter Metro TV, Meutya Hafidz), sampai pernik-pernik khas Yordan. Anda bisa beli shisa atau argila, mulai dari tabung, sedotan, bakau buah sampai alumunium foil-nya. Di Bazzar Harram, bisa dapat semuanya lengkap, tanpa perlu ke toko lain. Tak jauh dari Balad, terdapat taman dan bangunan berbentuk amphitheater, Roman Theater namanya. Dulunya, di tempat ini para Kaisar Roma bisa menyaksikan pertarungan manusia dengan manusia atau dengan macan. Bangunan ini dilengkapi penjara-penjara, tempat orang mati bunuh diri atau tewas tersiksa. Ruman theater bila dilihat daeri atas bukit, tampak seperti tangan Hercules, jagoan anak dewa Zeus.

Di Balad juga anda bisa nonton film porno di bioskop-bioskop kelas murah, ada 4 bioskop di daerah itu, antara lain ; Falastine Cinema, dengan harga 1 Dinar untuk sekali masuk, sepanjang lama anda mau disana. Bioskopnya seperti Bioskop Grand di Senen, ditanggung tak ada kutu busuk, karena bangkunya dari seng. Cuma hati-hati, kadang-kadang ada tumpahan kopi atau sperma.

Kadang-kadang film yang akan diputar diawali dengan film kungfu Jackie Chen keluaran tahun 1980-an, yang sudah buram dan bersuara sember. Film porno, juga kadang langsung potong-potongan fil beradegan mesum, tanpa plot cerita. Tukang jualan kopi, teh (chai) atau Pepsi akan berteriak-teriak keliling-keliling menawarkan dagangannya.. Ruang biskop yang begitu besar, kumuh, di musim dingin, berada di dalam serasa dibekap tembok basah.

Bosan di Balad, tempat nongkrong kalangan menengah di kawasan Sheimisani. Kalau sudah sampai di daerah itu jangan lupa mampir di Lebnani Snack. Gerai makanan dan jus dari Libanon, sangat terkenal di Yordania. Bahkan orang bilang, belum ke Yordan kalau tidak coba jus coctail di Lebnani Snack. Jus Supernya, berisi 8 jenis buah, plus potongan buahnya ditambah madu dan susu. Sekali makan kenyang. Atau coba jus buah delima campur madu, yang sedap rasanya, dan bikin seger. Setelah itu baru nongkrong di café nikmati argila, sambil ngopi dan cuci mata. Kalau rombongan anda cuma laki-laki, tak bisa masuk kafe untuk areal keluarga atau yang bawa pasangan. Kita cuma bisa memandang café sebelah. Glek! Jika cuaca Cuma 13 derajat kursi café digelar sampai trotoar. Tetapi bila kurang dari 10, café buka di dalam ruang tertutup. Di kawasan ini anda bisa nognkrong sampai pukul 4 pagi.

Tempat lain lagi untuk kalangan kelas menengah, Rabia. Di kawasan ini anda bisa menikmati pijatan plus soft core, dari perempuan asal Israel, Aljazair, Filipina, Lebanon, Suriah atau perempuan Yordan. Tempatnya biasa di kamuflase dengan salon atau game station. Tak terlau murah, 20 sampai 25 US Dolar perjam. Patra pemijat lebih suka melayani pria asing. “Pria asing, tak minta macam-macam, lain dengan pria Arab atau Yordan,”kata Sarah, 23 tahun, salah seorang pemijat asal Yordania. Kalaupun anda bisa bahasa Arab, lebih baik ngomong bahasa asing saja, atau bahasa tarzan. Ia akan melayani dengan senang hati.

Cewek-cewek Yordan, juga tak marah bila, cowok yang menggodanya orang asing. Ia akan memberikan senyuman, yang bisa bikin jatuh kepayang. Tapi cuma sampai disitu. Kalau beruntung dapat yang agak nakal sedikit, bisa terus mengajak kencan.
Dari Amman, ongkos taksi ke Suriah cuma 6 Dinar Yordan, berangkat dari terminal Abdali. Mau berkunjung ke laut mati? Jaraknya cuma 50 km atau satu jam perjalanan dari Amman, 40 sampai 50 Dinar bila anda menggunakan taksi sewa sendirian. Dari sana, bisa berkunjung ke situs Baptis, maupun ke Mount Nebo, yang diyakini kaum kristen, tempat kuburan Nabi Musa. Di tempat itu ada duplikat, tongkat Nabi Musa.

sumber : Koran Tempo

Senin, Mei 07, 2007

Malaysia : Skandal Matinya Model Mongol

Kematian model asal Mongolia melibatkan pejabat penting di Malaysia. Kenapa dia harus dibunuh?
Negeri jiran, Malaysia sejak akhir pekan awal November dihebohkan dengan ditemukannya serpihan-serpihan tubuh manusia di jurang kawasan Bukit Rajah, Puncak Alam, Shah Alam, luar Kota Kuala Lumpur. Di tengkorak kepala mayat itu bolong tanda bekas tembusan peluru. Namun, badan mayat itu tak lagi utuh.

Bukan cuma soal serpihan tubuh, tapi kaitannya dengan penggede, yang dekat dengan orang nomor dua di negeri pimpinan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi itu. Usut punya usut pemilik badan itu, Altantuya Shaariibuu, seorang peragawati asal Mongolia.

Anna, nama panggilan model itu terlihat oleh seorang saksi dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil di depan rumah seorang analis politik Malaysia terkenal, Abdul Razak Baginda pada saat dia menghilang 19 Oktober lalu. Perempuan asal Mongolia berusia 28 tahun itu di dorong tiga polisi berseragam, salah seorang diantaranya polisi perempuan. Beruntungnya, beberapa saat sebelum diculik dia sempat mengirim pesan pendek kepada adik dan sepupunya melalui telepon genggam.

Anna, menurut kantor berita Malaysia Bernama datang bersama adik dan sepupunya ke Kuala Lumpur pada 6 Oktober menginap di sebuah hotel Petaling Jaya. Maksud kedatangannya akan menanyakan status hubungannya dengan Razak. Bahkan di ibukota Malaysia itu, Anna menyewa detektif pribadi untuk menguntit dan mencari informasi lebih jauh tentang Razak.

Analis politik berusia, 46 tahun, anggota the World Economic Forum dan Institute for Strategic Studies yang berpusat di London itu bertemu Anna di Hong Kong dua tahun yang silam, lalu keduanya saling menjalin hubungan “luar dalam”. Razak calon doktor dari Universitas Oxford, Inggris selama ini dikenal dekat dengan Menteri Pertahanan, Najib Razak dikabarkan membanjiri hadiah mewah kepada perempuan itu, termasuk 30 ribu US dolar di rekening pribadi Anna.

Namun, hubungan itu kandas. Dari jalinan asmara di luar nikah itu diperoleh anak lelaki berusia 16 bulan. Anna, bukan perempuan gampang ditipu. Model yang pernah berlatih di kota mode Paris, adalah seorang sarjana, guru dan penterjemah. Perempuan yang menguasai Bahasa Inggris, Rusia, dan Mandarin itu juga memiliki perusahan agen perjalanan. Karena itu, menurut konsul kehormatan Mongolia di Malaysia, Syed Abdul Rahman Alhabshi, Anna sering ke luar negeri untuk bisnis. Di kampung halamannya di Ulan Bator, Ibukota Mongolia, Anna punya rumah dan mobil sendiri. Ayah Anna, Shaariibuu Mash-Muj juga bukan orang sembarangan. Ia Kepala Pusat Informasi dan Pendidikan, Universitas Antara Bangsa Mongolia.

Anna ingin Abdul Razak bertanggungjawab dan kembali pada dirinya. Razak, menuduh Anna memerasnya 500 ribu US Dolar lalu melapor ke polisi pada 15 Oktober, karena merasa terganggu karena diikuti orang. Tetapi keluarga Anna, membantah tuduhan itu. Menurut ayahnya, Shaariibuu Mash-Muj, anak perempuannya cuma ingin Razak membiayai operasi anaknya yang sedang sakit.

Razak tak hanya melaporkan, sehari menjelang kematian model itu ia bertemu dua polisi Inspektur Kepala Azilah Hadri, 30 tahun dan Kopral Sirul Azhar Umar, 35 tahun. Di Bangunan Getah Asli, Jalan Ampang itulah Razak menyuruh kedua polisi itu menghabisi model asal Mongolia itu. Berdasarkan visum dokter Anna ditembak dua kali dan badannya diledakkan dengan peledak plastik, C4.

Dua hari setelah Anna hilang, adiknya Altantzul Shaariibuu, dan sepupunya, Burmaa Amy melapor ke polisi dan menduga berkaitan dengan Abdul Razak. Beberapa hari setelah laporan itu, polisi Malaysia menangkap Azilah, Polisi Unit Khusus yang diduga bersekongkol dengan Razak. Dua pekan kemudian ditangkap lagi Kopral Sirul. Dari kedua orang itu, diperoleh informasi mengenai tempat eksekusi.

Di tempat itulah polisi menemukan bukti-bukti. Sehari setelah itu polisi memeriksa Razak dan menahanya, dengan tuduhan penculikan dan pembunuhan berencana. Sedangkan seorang polisi wanita yang semula diduga terlibat, dilepaskan karena tak ada bukti.

Untuk meyakinkan polisi melakukan tes DNA. Keluarga Anna didatangkan ke Malaysia dari Mongolia. Hasilnya memang mayat dan serpihan tubuh itu milik Altantuya. Dua pekan lalu selama dua hari ketiga tersangka itu mulai diadili di Mahkamah Majistret Shah Alam. Pengadilan menetapkan penahanan terhadap ketiga tersangka pembunuhan itu. Ancaman hukuman terhadap para tersangka pembunuhan berencana yang brutal itu dengan hukuman digantung sampai mati.

Pengacara Abdul Razak, Muhammad Shafee Abdullah yakin kliennya tak bersalah. “Jaksa tak mengatakan bagaimana klien kami mengenal keduia polisi itu dan apa motif pembunuhan Altantuya Shaariibuu itu,”katanya. Isteri Razak, Mazlinda Mahzan juga senada membela suaminya. “Suami saya, tak bersalah. Kenapa dia dituduh melakukan itu. Dia lelaki yang baik,”ujarnya sebelum sidang berlangsung.

Tersangka Abdul Razak Abdullah Baginda, sejak ditangkap tinggal di Rumah Sakit Umum Kuala Lumpur karena mengeluh sakit dada. Selama dirawat Razak dijaga ketat tiga pegawai dan delapan anggota polisi dari Tim Tindak Kriminal Berat. Tersangka dilaporkan mengalami radang paru-paru atau asma dan timbunan cairan pada paru-paru. Pihak otoritas negara itu meminta kepada semua pihak terutama media, tidak mengganggu Abdul Razak. Karena dokter dan pegawai medis negara tengah mengawasi perkembangan kesehatannya. Hanya pengacara dan keluarganya yang diijinkan bertemu.

Kematian Altantunya yang melibatkan tokoh politik dan polisi Malaysia mengundang reaksi. Duta Besar Mongolia di Bangkok, atas nama pemerintahan dan rakyat Mongolia, mengirim surat resmi kepada Kementerian Luar Negeri Malaysia dan Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung Tuanku Syed Sirajuddin Syed Putra Jamalullail. Pemerintah Mongolia meminta pemerintah Malaysia menindak tegas dan mengadili secara transparan para tersangka pembunuhan itu.

Duta Besar Mongolia ke Malaysia, Yaichil Batsuuri memuji polisi Malaysia karena selama ini masih bersikap profesional dalam mengusut kasus pembunuhan seorang wanita dari negaranya. “Polisi Malaysia membuktikan sikap profesional, bertindak cepat dalam mengendalikan kasus berprofil tinggi itu dan saya puas dengan cara mereka menjalankan tugas,”katanya usai melantik Konsul Mongolia baru untuk Malaysia, Syed Abdul Rahman Alhabshi. Kedua petinggi wakil Mongolia itu juga bertemu dengan Kepala Polisi Negara Malaysia, Tan Sri Musa Hassan di Istana Negara. “Kami hanya membicarakan mengenai prosedur untuk membawa pulang mayat Altantuya,’’ujar Yaichil.

Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi menjamin tak akan menghentikan penyidikan kasus tersebut. “Saya minta polisi tak menutup-nutupi kasus tersebut,ujarnya pekan lalu. Walaupun, tersangka Abdul Razak adalah salah seorang think tank wakil Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, orang dekat Badawi di partai pemerintah UMNO.

Namun, Kementerian Keselamatan Dalam Negeri meminta media cetak di Malaysia berhenti menurunkan berita kasus pembunuhan Altantuya. Alasannya pelaku yang diduga kuat melakukan pembunuhan sudah didakwa di Mahkamah. “Pemberitaan mengenai kasus tersebut bisa mengganggu proses persidangan. Penerbit majalah bisa diambil tindakan kerena dianggap menghina mahkamah jika terus menyiarkan berita mengenai kasus ini,” kata Deputi Menteri Keselamatan Dalam Negeri Malaysia, Datuk Fu Ah Kiow.

sumber : Tempo