Tuntut SKB 2 Menteri Dicabut
Kirim artikel ke teman
10 November 2005 - Oleh:
Kamis, 10 Nov 2005,
JAKARTA –
Istana Negara terus dibanjiri pendemo. Setelah unjuk rasa piket tujuh hari oleh Urban Poor Linkage (Uplink) dibubarkan, kemarin giliran gabungan penentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 menggelar aksi. Unjuk rasa itu diikuti beberapa elemen. Mereka melakukan long march dari Bundaran HI ke depan Istana Negara.
Aksi tersebut dimulai pukul 09.00, diikuti sekitar 1.500 orang. Begitu tiba di depan istana, secara bergantian mereka menggelar orasi yang intinya menuntut pencabutan SKB dua menteri (menteri agama dan menteri dalam negeri, Red). Kelompok yang tergabung dalam demo itu, antara lain, perwakilan Papua, Poso, Garda Kemerdekaan, Tim Pembela Kebebasan Beragama (TPKB), Komunitas Warga Bekasi, Komunitas Banten, Aliansi Kebangsaan Indonesia, hingga Ahmadiyah.“Kami datang dari berbagai lapisan. Ada yang mengatasnamakan organisasinya, ada juga yang datang atas nama pribadi-pribadi. Kami datang karena merasa kehidupan beragama dikekang,” kata Sekretaris II TPKB Tumaber Manulang.
Dijelaskan, SKB 2 Menteri Nomor 01 Tahun 1969 tersebut sangat mengekang kehidupan beragama. Terutama pasal 3 dan 4 tentang pendirian rumah ibadah yang mewajibkan mendapat izin dan minimal didukung 400 kepala keluarga di daerah itu. Pihaknya juga menolak revisi SKB 2 menteri tersebut. Sebab, draf peraturan bersama itu justru lebih mengekang kehidupan beragama.
Setelah menggelar orasi, 12 wakil pendemo diterima pihak istana. Mereka, antara lain, Ketua TPKB Saur Siagian, Ketua Aliansi Kebangsaan Indonesia Martin Sirait, Korlap Nopemmer Saragih, Pendeta Ana, Pendeta Hutajulo, Pendeta Tobing, Sekretaris TPKB Daniel Tonapa, serta Sekretaris Aliansi Kebangsaan Indonesia F. Eleonora S. Moniung. Yang menerima mereka adalah Jubir Andi Mallarangeng.
Pertemuan yang digelar mulai pukul 12.00 tersebut berlangsung satu jam. Hasilnya? Tak ada. Menurut Sekretaris Aliansi Kebangsaan Indonesia Eleonora S. Moniung, jubir tidak bisa memberikan solusi. Dia juga tidak berani menjadwalkan pertemuan dengan presiden. “Yah, tahu sendiri kalau Andi Mallarangeng ngomong. Namanya juga jubir. Dia tidak bisa memberikan jawaban yang tegas. Semuanya standar-standar saja,” kata wanita asal Manado itu. (yes)
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar