Minggu, April 27, 2008

Rusa Ditangkar, Rusa Dibakar

Nafsu memang tak bisa dibendung. Entah apa yang terpikirkan dibenak Presiden Abdurrahman Wahid, sehingga ingin mencicipi daging rusa yang lepas berkeliaran di Istana Bogor. memang ada-ada saja. Mungkin teringat mumpung jadi, emang enak jadi pejabat.

Dikabarkan rusa-rusa di istana Bogor kerkurang karena diambili para pejabat. Salah duanya adalah Presiden Abdurrahman Wahid dan Menteri Luar Negeri Alwi Shihab. Menurut kabar tersebut Gus Dur ambil dua dan Alwi satu.

Namun ketika ditanya mengenai hal tersebut, Dharmawan Ronodipuro mengaku tidak tahu menahu masalah rusa dari istana Bogor tersebut. “Saya bahkan baru dengar berita ini dari kamu,” kata Dharmawan. Dharmawan yang kepala biro humas dan media massa kantor kepresidenan menyatakan “sampai sekarang saya belum tahu masalah ini.”

Setelah dikontak, Dharmawan menanyakan masalah tersebut ke staf di istana. Dan jawaban staf istana juga sama, belum tahu. “Saya sudah tanya staf di sini,” kata Dharmawan. “Dan mereka menjaba belum pernah dengar kabar itu,” lanjutnya saat dikontak lagi, mengacu pada kabar Gus Dur mengambil dua rusa dari istana Bogor.

Dan sampai sekarang Dharmawan mengaku kalau tidak melihat rusa di halaman dan kebun istana negara. Bahkan dia juga mengaku telah minta staf untuk mengecek apakah ada rusa di istana negara. Dan mereka memang belum melihat ada rusa di sekitar istana negara. “Kalau monyet banyak,” gurau Dharmawan.

Sementara tentang rusa yang diambil Alwi Shihab, Dharmawan menyarankan agar ditanyakan langsung ke Alwi atau ke orang Deplu.

Ada kabar menarik Menteri Luar Negeri Alwi Shihab memelihara rusa dari halaman istana Bogor. Sayangnya dua ekor rusa yang diberi salah satu diantaranya mati. Nampaknya, Alwi tidak tahan juga melihat ratusan ekor rusa berkeliaran bebas di halaman istana Bogor, dalam satu kesempatan ia kesengsem ingin memeliraha rusa itu di halaman rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sayangnya, apa salah makan, atau bahkan dimakan, salah satu rusa yang dimintanya itu dikabarkan mati.

Menurut cerita Afandi Kepala Sub Bagian Peralatan dan Perawatan, orang yang mengurusi rusa-rusa di halaman Istana Bogor mengatakan sekitar lebih dari dua bulan lalu, sekitar bulan Mei, Alwi Shihab, yang Menteri Luar Negeri melayangkan surat kepada Sekretaris Presiden untuk meminta dua ekor rusa yang bahasa latinnya axis-axis.

Surat itu kemudian ditindaklanjuti dengan survai dari staf Istana Bogor ke kediaman Alwi Shihab yang direncanakan akan dipakai untuk memelihara rusa asal perbatasan Nepal dan Belanda itu. Memang baik perorangan atau pun lembaga, dapat memperoleh rusa Bogor, karena memang jumlahnya yang sudah overpopuled, asal memenuhi syarat memiliki halaman yang luas untuk memelihara rusa-rusa tersebut. Semakin luas halaman, akan semakin banyak dia memperoleh rusa-rusa itu, asal permohonannya direstui oleh Skretaris Presiden. Karena izin untuk mendapatkan untuk memperoleh rusa itu harus seizin Sekretaris Presiden, kata Afandi.

Rusa-rusa di Istana Bogor itu pada awalnya hanya tiga ekor. Rusa itu dibawa oleh Sir Thomas Rafles, Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, sekitar tahun 1811. Dari tiga ekor kemudian berkembang biak, dan sampai sekarang telah mencapai 800 ekor. Menurut Afandi jumlah itu sudah terlalu banyak, karena untuk lahan sekitar 28, 4 hektar, seharusnya hanya didiami oleh sekitar 600 rusa.

Untuk itu memang, pihak istana Bogor, melayani pihak-pihak tertentu yang berminat menangkarkan rusa-rusa itu. Asalkan memenuhi syarat, dari lahan yang ditempati rusa dan mendapatkan izin dari Sekretaris Presiden. Setelah diperoleh izin itu, rusa kemudian akan diantar oleh staf Istana Bogor, sampai ke tujuan. “Ini agar kami bisa mengetahui, rusa-rusa itu tidak untuk dibuat sate,” kata Afandi.

Lalu bagaimana jika kemudian rusa yang dipelihara itu mati. Menurut Afandi tidak ada aturan yang mengatur itu. Jadi pemilik rusa yang baru itu, jika tidak meminta izin lagi, dan disetujui dapat minta ganti. “Biasanya kalau sudah gagal, izin tidak akan diberikan lagi,” kata Afandi.

Panas, Menjelang Sidang Umum MPR

Arifin Panigoro, datang memenuhi undangan PPSK - UGM, Yogyakarta. Ia datang bersama Nazarudin dan Meliono, dua-duanya alumni ITB. Hadir pada acara itu Amien Rais, Sofyan Effendi dan Affan Gafar atau juga ada yang lain. Mereka lalu membicarakan keprihatina negeri ini. Kemudian Arifin mengusulkan kepada Amien Rais untuk menyusun kekuatan rakyat, semacam peoples power-nya Philipina. Tapi pertemuan yang dianggap rahasia itu bocor, rupanya, Sofyan ini melaporkan kepada seseorang.

Akhirnya Arifin dipanggil dan diperiksa aparat keamanan, dituduh mendalangi dan mendanai demonstrasi dan menggalang rakyat untuk menumbangkan Suharto. Arifin yang juga anggota MPR tidak bisa menghadari acara Sidang Umum MPR. Berdasarkan ‘gentlemen agreement’ atau ‘proposal’ semula, antara Sjafrie Syamsudin dengan pihak Arifin pemeriksaan Arifin, akan dihentikan setelah sidang umum MPR. Upaya pemeriksaan Arifin dimaksudnya agar ia tidak hadir dalam SIUM dan tidak berbuat macam-macam, yang amat dikhawatirkan terjadi pada SIUM ini.

Tapi ternyata, bukan hanya sampai selesai SIUM dan Arifin akan dibebaskan, kasusnya akan berlanjut. ‘’Saya sudah dinyatakan sebagai tersangka, kasusnya pasal-pasal tentang makar,’’kata Arifin.

Seorang yang dekat dengan Arifin, dan kabarnya juga dekat dengan Pangdam Jaya, Sjafrie Syamsuddin, juga menyangkan Sjafrie. ‘’Janjinya, setelah SIUM semua selesai, tapi nyatanya berlanjut. Ini pasti ada yang ikut ‘main’. Saya terima kabar, dugaannya Prabowo, ikut main,’’kata sumber itu.

Entah apa maksudnya. Tapi yang jelas, Arifin, yang setiap hari harus melaporkan diri ke Mabes Polri, kecewa berat. Namun begitu ia masih bisa tertawa-tawa juga. ‘’Ya, pasrah saja,’’katanya. Ia mengharapkan gelombang protes mahasiswa semakin meluas, apalagi setelah Bob Hasan menjadi menteri, dan juga masih bertenggernya Abdul Latief dan Haryanto Danutirto dalam kabinet sekarang ini. ‘’ Gelombang protes akan semakin banyak. Seharusnya mahasiswa menyiapkan patung-patungan Bob Hasan, Abdul Latief, dan Haryanto Danutirto, selain Suharto, yang patungnya sudah dibakar mahasiswa Yogya. Yang pasti Bob jadi sasaran tembak utama para pemrotes,’’katanya.

Sedangkan Meliono, adiknya bekas menteri Transmigrasi dan PPH Siswono Yudohusodo, juga sudah dinyatakan sebagai tersangka, dalam kasus menghina presiden. Ini berkaitan dengan kehadirannya bersama Arifin ke PPSK UGM Yogyakarta dan penandatanganan alumni ITB menolak Suharto menjadi presiden kembali periode 1998-2003. Apa yang dilakukan Meliono sekarang. ‘’Sudah-lah, saya mau cooling down dulu,’’katanya.