Senin, Maret 23, 2009

Biji Menyembuhkan ‘Biji’


Angka pengidap kanker prostat makin meningkat. Namun pengobatannya juga makin canggih, salah satunya dengan pelet supermini mengandung ion.

Somantri--bukan nama sebenarnya--berjalan bak koboi. Langkah tegap dengan kaki sedikit mengangkang. Dia datang ke rumah sakit dengan gaya seperti menantang. Tapi, bukan maunya begitu. Selangkangannyalah yang bermasalah. Dokter mendiagnosisnya terkena pembengkakan kelenjar sistem reproduksi. Tes prostate specific antigen (PSA)--protein diproduksi kelenjar prostat, yang apabila jumlahnya meningkat merupakan pertanda kanker prostat--pada dirinya menunjukkan angka 4,8. Artinya, dalam kantong buah zakarnya terjangkit kanker ganas. “Semua keluarga, termasuk saya, pasrah dengan keadaan itu,” ujar pensiunan sebuah badan usaha milik negara itu.

Namun itu adalah kondisi tiga tahun lalu. Kini, di usia 60 tahun, dia hidup dengan prostat sehat. Itu semua berkat biji titanium supermini--panjang 4,5 milimeter dan diameter 0,8 milimeter--yang ditanam dalam buah zakar yang menderita kanker. Biji sebesar butiran cokelat meses itu mengandung radioaktif iodium -125. “Saya kini bisa melakukan pekerjaan hobi, tentu saja dengan menjaga makanan dan hidup yang sehat,” ujarnya.

Terapi menggunakan implantasi biji radioaktif inilah yang dianggap paling sederhana, mudah dilakukan, dan diterima baik oleh pasien kanker prostat. Metode ini juga sedang tren diterapkan di Singapura. Apalagi cara memasukkan biji-biji radioaktif pun tidak melalui pembedahan, hanya disuntikkan. Tindakan pemasangannya pun cepat. Hanya dalam satu atau dua jam setelah pemasangan implan, pasien dapat pulang dan langsung berkegiatan seperti biasa. Setiap pasien rata-rata menerima 70-150 biji, tergantung kadar tumor ganasnya.

Biji ini bekerja dengan memancarkan radiasi energi rendah yang mampu membersihkan tumor. Efek sampingnya pun tak terlalu mengerikan, paling-paling hanya hematuria atau kencing darah, yang hilang setelah 24 jam. Sebagian pasien mengalami mual, juga sedikit nyeri pada saat kencing, namun perlahan akan berkurang dan hilang sama sekali.

Biasanya fungsi seksual tidak terpengaruh, atau pengaruhnya tidak berkepanjangan. Pada pasien dengan kadar prostate specific antigen parah, hasilnya memang kurang baik. Namun secara keseluruhan hasil kerja biji ini menggembirakan: dari sekitar 2.000 pasien yang pernah diterapi, kemungkinan hidup sehat antara 51 dan 98 persen. Hasil ini lebih baik dibanding penanganan kanker prostat melalui operasi.
Menurut dokter spesialis urologi dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Profesor Suwandi, terapi dengan implan biji seperti ini sudah dikenal cukup lama. Saat belajar di Belanda dan Inggris pada awal 1980-an, metode ini sudah dikenal. Bahkan di Hasan Sadikin cara ini pernah diterapkan ke seorang pasien tiga tahun lalu, yaitu pada Somantri. “Itu satu-satunya di Indonesia. Orangnya masih segar-bugar hingga kini,” ujarnya.

Perbedaannya, menurut Suwandi, hanya pada caranya. Tentu saja, yang diterapkan di Singapura lebih canggih. “Dulu harus dioperasi kecil, kini cukup disuntikkan ke dalam prostat yang terindikasi kanker,” katanya.

Memang ada beberapa pilihan pengobatan kanker prostat. Namun, menurut Suwandi, pilihan pengobatan bukan ditentukan pasien. “Cara pengobatan, kan bukan menu di rumah makan,” ujarnya berseloroh. Pilihan tindakan dilakukan dokter berdasarkan kondisi penyakit tersebut, terutama bila sudah mencapai tahap yang parah.

Menurut Suwandi, yang juga Ketua Program Studi Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, intinya ada empat pilihan utama pengobatan kanker prostat: terapi hormonal, kemoterapi, operasi, dan radiasi atau penyinaran. Menurut dokter yang pekan lalu mengikuti pertemuan urolog dunia di Stockholm, Swedia itu, semua cara penanganan tersebut selalu mengalami perkembangan. Ya, seperti penanaman biji titanium itu. Tiga tahun lalu masih dilakukan dengan pembedahan kecil, tapi kini hanya cukup dengan suntik.

Nah, yang disebut terapi hormonal adalah menyuntikkan estrogen atau steroid antiandrogen (terutama progesteron). Suntikan ini untuk mengurangi efek androgen dalam tubuh, sehingga dapat menghambat perkembangan kelenjar prostat. Sebab, pertumbuhan kelenjar prostat bergantung pada stimulasi androgen. Terapi ini merupakan metode utama untuk kanker prostat stadium lanjut. Namun efek sampingnya relatif banyak.

Dokter di Indonesia lebih banyak menggunakan cara operasi atau radical prostatectomy. Menurut Suwandi, ada dua cara operasi dengan cara membedah atau sayatan lebar; dan laparoskopi yaitu dengan membuat dua atau tiga lubang berdiameter 2-10 milimeter. Dokter menggerakkan alat yang dilengkapi kamera superkecil untuk mencari sel ganas, dan melihat posisi kanker melalui monitor. Sel kanker diambil dalam tubuh pasien lewat lubang kecil tersebut.

Di sini, laparoskopi masih dilakukan secara manual. Sedangkan di Singapore General Hospital, laparoskopi sudah dilakukan dengan bantuan robot da Vinci sejak 2003. Tangan-tangan robot yang dikendalikan dokter bedah memotong jaringan kanker prostat. Dokter mengarahkan tangan robot itu ke obyek sasaran sambil melihat monitor.
Robot da Vinci memungkinkan dokter membedah dengan tingkat ketelitian dan ketepatan tinggi. Biayanya memang tak murah, yaitu Rp 150 juta sekali operasi. Menurut Suwandi, Indonesia belum mampu membeli alat secanggih itu. “Sebelum krisis, alatnya berharga Rp 18 miliar, dan untuk perawatannya bisa Rp 1,5 miliar setahun,” katanya. “Namun, untuk soal teknis, dokter Indonesia jago-jago, belajar sebentar juga sudah bisa.”

Cara lain adalah kemoterapi. Namun metode ini tak banyak dipilih. Sedangkan untuk penyinaran atau radiasi, menurut Suwandi, ada dua cara: radiasi eksternal dan internal, yang juga dikenal dengan istilah brachytherapy.

Adapun prostat merupakan kelenjar kelamin yang memproduksi sperma. Ukurannya sebesar biji walnut--kacang Amerika--terletak di bawah kandung kemih, mengelilingi pangkal saluran kemih yang mengeluarkan air seni dari kandung kemih. Agar dapat berfungsi, kelenjar prostat memerlukan hormon testosteron, hormon yang dihasilkan buah zakar (testis).

Kelenjar prostat dibantu oleh beberapa jenis sel, yang secara normal akan membelah dengan teratur. Jika pembelahan berlebihan, terjadilah pembesaran kelenjar, yang bisa bersifat jinak ataupun ganas. Nah, kanker prostat adalah tumor dari sel dalam prostat mengalami mutasi dan mulai berkembang di luar kendali. Sel ini dapat menyebar secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh lainnya, terutama tulang dan saluran kelenjar limfa (lymph node). Kanker prostat dapat menimbulkan rasa sakit, kesulitan buang air kecil, disfungsi ereksi, dan gejala lainnya.

Kanker prostat juga sering berawal dari tumor ganas di bagian luar prostat. Tumor ini dapat menyebar ke bagian dalam prostat dan ke bagian tubuh lain. Kanker ini biasanya dapat disembuhkan apabila terdeteksi sejak dini, tetapi dapat menyebabkan kematian jika terlambat didiagnosis atau tidak ditangani secara efektif.

Menurut Suwandi, kanker prostat termasuk 10 penyakit terganas pada pria, terutama menyerang lelaki yang berusia di atas 50 tahun. “Dalam daftar penyakit kanker pada laki-laki, kanker prostat termasuk penyakit yang jumlah penyandangnya meningkat paling tinggi,” ujar dokter spesialis urologi lulusan Universitas Groningen, Belanda ini. Dalam catatan Bagian Urologi Rumah Sakit Hasan Sadikin, pada 1985-1995, hanya ada 27 orang pasien. Sedangkan sepanjang 2008, jumlah penderita kanker prostat di rumah sakit tersebut mencapai 100 orang. Sebagian besar penderita kanker prostat adalah pria 70 tahun ke atas. Namun kini kanker ini juga ditemukan pada laki-laki 50-60 tahun.

Ahmad Taufik (dimuat Majalah TEMPO edisi 23-29 Maret 2009)