Rabu, November 05, 2008

Pertolongan Pertama pada Stroke


Abdurahman, 43 tahun, pernah punya kebiasaan menyiapkan jarum di dekat tempat tidurnya. Dia bukan sedang menjalankan “laku” untuk mendalami ilmu tertentu. Jarum itu adalah alat pertolongan pertama. “Jika terserang stroke, saya atau istri siap bertindak,” katanya. Tapi itu dulu.

Rahman pernah terpengaruh berita yang luas beredar di mailing list mengenai pertolongan pertama pada stroke. Di dalam tulisan yang tak ketahuan asalnya itu dinyatakan, bila terkena serangan stroke, segera tusukkan jarum ke 10 ujung jari tangan. Titik penusukan kira-kira satu sentimeter dari ujung jari. Gunanya agar darah keluar dan penderita serangan stroke segera pulih kembali.

Sepintas, cara ini masuk akal. Sebab, jika orang terkena stroke, terjadi pembekuan darah ke otak. Nah, tusukan itu mengakibatkan reaksi dari pembuluh darah, sehingga kembali lancarlah aliran darah.

Pengertian stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak secara mendadak atau tiba-tiba akibat sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. “Nah, jika serangan stroke karena pembuluh darah pecah, penusukan justru mempercepat kematian,” kata dokter ahli stroke, Salim Harris. Dengan kata lain: jangan percaya pada saran tak berdasar seperti itu. Risikonya terlalu besar.

Lalu Salim, yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia Cabang Jakarta, menunjukkan cara penanganan stroke sebelum pasien dibawa ke dokter. Pertama, pasien diletakkan dalam posisi tidur telentang dan diberi bantal hingga kepala membentuk sudut elevasi sekitar 30 derajat. Ini memberikan kesempatan agar aliran darah balik ke arah bawah tubuh. Setelah sekitar 30 menit, baru si pasien dibawa ke rumah sakit.

Justru si penderita jangan didudukkan atau digerakkan bagian tubuh lainnya--seperti saran di milis. Sebab, bila itu dilakukan, si pasien akan makin kekurangan oksigen. “Karena tiap gerakan membutuhkan oksigen. Sedangkan saat terserang stroke, tubuh sedang kekurangan oksigen,” ujar Salim.

“Jangan diberi minum, termasuk air gula. Walaupun bisa, jangan dibiarkan jalan atau duduk di mobil,” ujarnya. Minuman dikhawatirkan merusak organ tubuh lainnya, dan jika masuk ke paru-paru malah bisa berakibat infeksi. Pokoknya, posisi yang terbaik adalah terbaring dengan bantal di kepala seperti disebut di atas.

Larangan lain adalah memberikan obat-obatan darah tinggi. Menurut Salim, tekanan darah yang ekstrem tinggi ataupun rendah sama bahayanya bagi penderita serangan stroke.

Karena itu, jika pasien terserang stroke, harus dilihat dulu penyebabnya secara keseluruhan. “Saya saja sebagai dokter harus melihat hasil CT scan untuk mengambil langkah atau terapi yang tepat. Tak bisa dengan cara ditusuk-tusuk jari atau telinganya,” ujarnya. Pemindai (CT scan) merupakan pemeriksaan standar terbaik (baku emas) untuk stroke.

Dalam serangan stroke terkenal istilah “time is brain” dan “the golden hour”. Makin cepat pengobatan makin meminimalkan gejala sisa dari stroke. Masa jeda penyelamatan, yang dikenal dengan istilah jendela terapi (therapeutic window) stroke, adalah enam sampai delapan jam setelah serangan. Penanganan dini yang benar setidaknya akan mengurangi angka kecacatan penderita serangan stroke hingga 30 persen.

Memang wajar jika stroke menjadi momok bagi banyak orang. Sebab, stroke bersama penyakit jantung koroner termasuk penyakit kardiovaskuler pembunuh nomor satu di dunia. Diperkirakan setiap tiga menit satu orang meninggal akibat penyakit tersebut. Ganasnya penyakit ini menjadi penyebab utama kecacatan pada orang dewasa.

Pada penderita stroke akan terjadi penurunan kualitas hidup sangat besar. Penderita juga sangat bergantung pada keluarga atau orang di sekitarnya. Kecacatan yang terjadi bisa bersifat permanen sehingga menimbulkan masalah lain yang tidak kalah peliknya.

Ahmad Taufik
di muat di Majalah Tempo edisi 3-9 November 2008 (Infokes)