Sabtu, Oktober 18, 2008

Dari Suami ke Ideologi


CALON KUHP baru mungkin akan menjadi kabar buruk bagi para suami. Mereka yang dianggap memaksa istrinya bersebadan, sementara si istri menolak, bisa dihukum. Rumusan delik ini tak ada dalam KUHP sekarang. Yang ada hanya delik pemerkosaan lelaki terhadap perempuan yang bukan istrinya. Rupanya, kata-kata “yang bukan istrinya” ditiadakan. Alhasil, pemerkosaan bisa dianggap terjadi pada semua perempuan.

Banyak yang menentang rumusan delik baru itu. Alasannya, urusan suami-istri adalah urusan rumah tangga, yang tak perlu dicampuri polisi. Tapi kalangan aktivis perempuan menganggap pasal itu penting. Menurut mereka, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap istri tergolong kejahatan.

Memang, menurut Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Abdul Gani Abdullah, soal marital rape ini masih menjadi perdebatan. Delik begitu dipengaruhi oleh hukum liberal. “Kalau mau diakomodasi, mestinya delik serupa bisa pula dilakukan istri terhadap suami,” ujar Abdul Gani.

Dalam RUU KUHP, rumusan harus adanya ikatan perkawinan dalam kasus perzinaan juga dihapuskan. Itu berarti dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin dan sama-sama belum menikah, bila berhubungan seksual, bisa dipidana. Ini bisa terjadi pada kasus kumpul kebo (samen leven), yang menurut KUHP tak bisa dihukum. Tapi delik kumpul kebo dalam RUU KUHP bersifat aduan. Artinya, harus ada pengaduan dari keluarga ataupun masyarakat.

Selain memperluas rumusan delik susila, RUU KUHP mengukuhkan berlakunya pidana adat di daerah. Misalnya, seseorang yang berbuat asusila atau memasuki tempat suci yang dilarang bisa dikenai pidana tambahan sesuai dengan hukum adat di daerah itu. “Aturan ini berguna untuk mengantisipasi pemberlakuan otonomi daerah,” kata anggota tim penyusun RUU KUHP, Andi Hamzah.

Yang tak kalah menarik, RUU KUHP mencoba “meluruskan” berbagai delik keamanan negara, yang semasa Orde Baru gampang ditimpakan pada mereka yang berani mengkritik pemerintah. Umpamanya pasal tentang penyebaran kebencian (hatzaai artikelen). Dulu, delik ini bersifat formal. Artinya, kalau seseorang dianggap--anggapan ini pun dimonopoli pemerintah--menghina pemerintah, ia bisa diadili. Tapi, dalam RUU KUHP, delik itu diubah menjadi bersifat materiil. Ini berarti harus bisa dibuktikan apakah perbuatan orang itu benar-benar menimbulkan kebencian.

Contohnya adalah yang pernah terjadi pada peristiwa 27 Juli 1996 di markas PDI. Mereka yang mengutarakan pendapatnya secara kritis atau berideologi berbeda dengan ideologi negara mestinya tak dihukum, kecuali bila perbuatan orang itu lantas menimbulkan kerusuhan di masyarakat. “Yang membuat kerusuhan itu yang bisa dihukum,” ujar Andi Hamzah, mantan jaksa yang pernah menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung.

Adapun soal hukuman mati, ternyata RUU KUHP tak mencantumkannya lagi sebagai pidana tertinggi. Hukuman mati dijadikan pidana khusus, yang hanya dijatuhkan pada kasus kejahatan sadistis dengan banyak korban. Pelaksanaan hukuman mati pun dibuat tak gampang. Bila terpidana mati selama 10 tahun di penjara bisa berkelakuan baik, hukumannya bisa diubah menjadi seumur hidup.

--artikel enam tahun silam, dimuat Majalah Tempo edisi 14 Januari 2002--

Hukum pun Terlanda Otonomi

RUU KUHP, yang sudah 20 tahun digarap, dituntut untuk menampung syariat Islam. Bisakah hukum di daerah berbeda dengan hukum nasional?


SEBENTAR lagi Indonesia akan punya hukum pidana buatan sendiri. Dengan demikian, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warisan parlemen Belanda pada akhir abad ke-19, yang diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918, tinggal sejarah. Rancangan undang-undang (RUU) pengganti KUHP segera dirampungkan oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Rencananya, RUU itu akan disampaikan ke Presiden pada akhir Januari 2002, untuk kemudian diajukan ke DPR.

Namun, calon hukum pidana nasional ciptaan dalam negeri itu punya ganjalan serius. Kini RUU KUHP, yang sudah memuat ratusan pasal pidana, dituntut pula untuk mencantumkan syariat (hukum) Islam, dalam hal ini pidana Islam--menggunakan istilah pidana pada hukum Barat. Tentu hal ini amat mengentak. Bagaimana mungkin hukum pidana yang berlaku untuk semua warga Indonesia dan di wilayah Indonesia akan memuat hukum pidana khusus bagi kalangan Islam?

Selama ini, sejak Indonesia merdeka, praktis pidana Islam tak diberlakukan. Sedangkan hukum perdata Islam--juga dengan terminologi perdata hukum Barat--tetap dilaksanakan melalui pengadilan agama. Perkara perdata Islam menyangkut perkawinan (termasuk perceraian), waris, wasiat, hibah, dan wakaf. Tak aneh, bila pidana Islam diberlakukan, orang pun membayangkan hukuman yang menyeramkan, seperti rajam bagi pelaku perzinaan dan potong tangan terhadap pencuri.

Secara formal, baru Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang menuntut pemberlakuan pidana Islam. Hal itu bisa dimengerti lantaran Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh telah memberikan keleluasaan bagi daerah Serambi Mekah itu untuk mengatur dirinya sendiri, termasuk menerapkan syariat Islam. Di Aceh, kabarnya, sedang disiapkan peraturan daerah yang disebut Qanun untuk mengatur syariat Islam.

Namun, selain di Aceh, ternyata tuntutan syariat Islam bergema di Provinsi Sulawesi Selatan serta di Kabupaten Cianjur dan Garut di Jawa Barat. Memang, tuntutan di ketiga daerah ini belum dituangkan lewat undang-undang, tapi baru secara politis, antara lain lewat gelombang demonstrasi ke DPRD.

Tak terbayangkan bila daerah lain menuntut hal serupa. Padahal, secara teoretis, kalau urusan hukum (dan peradilan) serta keuangan, keamanan, dan luar negeri ditangani langsung oleh daerah, itu mirip ciri-ciri negara federal.

Salah seorang anggota tim penyusun RUU KUHP, Andi Hamzah, mengaku tak sependapat bila hukum pidana suatu daerah berbeda dengan hukum nasional. Sekadar persoalan kecil yang bisa terjadi: bagaimana bila orang yang dituduh melakukan delik di daerah itu berasal dari daerah lain? “Hukum pidana tak bisa diotonomikan. Harus ada unifikasi, satu hukum pidana untuk seluruh Indonesia,” kata Andi Hamzah.

Kalaupun mau dicari perbandingannya, Andi menambahkan, itu seperti yang diterapkan Cina, dengan membolehkan daerah otonom menambah beberapa pasal untuk tindak pidana tertentu. “Itu pun harus disetujui dulu oleh DPR pusat,” ujarnya. Bisa pula daerah melengkapinya dengan pidana tambahan, misalnya denda. Contohnya adalah hukuman khusus di Bali bagi pelaku yang menyetubuhi hewan. Bali boleh menerbitkan peraturan daerah bersanksi denda untuk delik tersebut.

Lain lagi pendapat koordinator Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Firmansyah Arifin. Menurut Firmansyah, sebaiknya syariat Islam jangan ditilik dari aturan materiil berupa pasal-pasal dan ancaman hukumannya, tapi dikaji dari sisi spiritnya, seperti asas keadilan, persamaan hukum, dan toleransi. “Kalau pemahaman spirit syariat Islam yang dikedepankan, tentu tak mengkhawatirkan,” ujar Firmansyah.

Sementara itu, Kepala Hubungan Masyarakat Pemerintah Daerah Aceh, M. Nasir Jamil, menyatakan bahwa Qanun belum disiapkan untuk mengatur hukum pidana Islam seperti potong tangan dan rajam. “Aceh masih bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, hukumnya akan disesuaikan dengan KUHP nasional,” ujar Nasir.

Kontan pernyataan Nasir ditentang oleh salah seorang anggota tim penyusun Qanun Aceh, Al Yasa Abu Bakar. Kata Al Yasa, tak ada masalah bila hukum pidana di Aceh berbeda dengan KUHP nasional. “Kalau KUHP bisa menampung aspirasi masyarakat Islam, kami akan merujuknya. Kalau tidak, hukum yang berlaku di sini yang digunakan, sesuai dengan wewenang otonomi khusus Aceh,” ujar ahli hukum Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Aceh itu.

Dengan catatan, kata Al Yasa, syariat Islam hanya berlaku bagi pemeluk Islam. Bagi nonmuslim tetap berlaku hukum pidana nasional. Bagaimana bila terjadi benturan antara syariat Islam dan KUHP?

Agaknya, tuntutan pemberlakuan syariat Islam, menurut Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Abdul Gani Abdullah, akan diakomodasi dalam RUU KUHP. Alasannya, RUU KUHP yang sudah digarap sejak 20 tahun lalu itu belum mengantisipasi perubahan politik yang terjadi secara drastis setelah Orde Baru tumbang, termasuk perkembangan otonomi khusus Aceh dan pemberlakuan syariat Islam. Lagi pula, “Urusan perdata Islam dan pengadilan agamanya kan sudah jalan. Tinggal sekarang pidana Islamnya,” kata Abdul Gani.

Adapun soal posisi syariat Islam, menurut Abdul Gani, itu akan menjadi semacam aturan khusus (lex specialis) terhadap KUHP, yang merupakan aturan umum (lex generalis). Aturan khusus dimaksud tak lain Qanun di Aceh ataupun Perbasus di Papua. “Daerah tetap menjalankan KUHP nasional, bersamaan dengan hukum khusus mereka. Kalau aturan khusus sudah diakomodasi dalam KUHP, tentu tak perlu lagi ada penamaan syariat Islam,” kata Abdul Gani, yang juga guru besar hukum Islam di IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung.

Ahmad Taufik, Darmawan Sepriyossa (Jakarta), Zainal Bakri (Lhokseumawe)

---ini tulisan 6 tahun yang lalu, dimuat Majalah Tempo, 14 Januari 2002--

Cuci Tangan demi Sehat

Jangan pernah sepelekan cuci tangan pakai sabun. Menurut data Badan Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO), lebih dari 3,5 juta anak setahun tak sempat merayakan ulang tahun kelima, karena penyakit yang disebabkan oleh tangan kotor. Untuk itulah, Rabu pekan ini, kegiatan tersebut untuk pertama kalinya diperingati sebagai Hari Cuci Tangan dengan Sabun Sedunia.

Menurut dokter spesialis penyakit perut dan pencernaan (gastroenterohepatologi) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Ari Fahrial Syam, perilaku mencuci tangan sangat penting untuk mencegah penyakit. Infeksi saluran pencernaan, seperti diare, merupakan salah satu penyakit akibat tidak mencuci tangan dengan benar. Misalnya, seseorang setelah buang air besar atau kecil, tangannya membawa bakteri, bisa berupa cacing atau bakteri lainnya.

Begitu juga tangan yang tercemar setelah memegang sesuatu, misalnya komputer atau barang-barang yang dipegang banyak orang. “Nah, saat makan, karena tak mencuci tangan yang benar, bakteri masuk ke dalam mulut dan saluran pencernaan yang kemudian mengakibatkan sakit,” kata Ari.

Diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum pada anak-anak usia di bawah lima tahun. Ada 30 penelitian yang dipublikasikan Jurnal Kedokteran Inggris (British Medical Journal) pada November 2007, yang membuktikan cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka penderita diare hingga 50 persen. Berdasarkan penelitian tersebut, mencuci tangan dengan sabun, 44 persen lebih efektif menurunkan angka penderita diare dibanding cuci tangan dengan air olahan untuk minum (39 persen) dan sanitasi (32 persen).

Penyakit lain yang mudah muncul akibat tidak cuci tangan dengan sempurna adalah infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu atau batuk. “Bersin, membersihkan ingus di hidung, atau melakukan kontak tangan dengan orang yang tercemar virus akan menyebabkan penyakit itu,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia itu.

Infeksi saluran pernapasan atas merupakan penyebab utama kematian anak-anak di bawah lima tahun. Mencuci tangan dengan sabun melepaskan patogen (kuman penyakit) pernapasan yang terdapat pada tangan serta menghilangkan kuman lainnya, terutama virus entrentic yang menjadi penyebab penyakit tersebut.

Penelitian lain yang dipublikasikan Cochrane Library Journal edisi Oktober 2007 menemukan mencuci tangan dengan air dan sabun adalah cara sederhana dan efektif untuk menahan virus infeksi saluran pernapasan atas, dari virus flu sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan. Penelitian di Pakistan membuktikan mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernapasan yang berkaitan dengan infeksi paru (pneumonia) pada anak di bawah lima tahun hingga lebih dari 50 persen.

Penelitian juga membuktikan, selain diare dan infeksi saluran pernapasan, penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi penyakit kulit, infeksi mata, seperti trakom dan cacingan.

Dokter Ari mengingatkan membersihkan tangan sebaiknya dengan air mengalir. “Jangan air yang menetap, apalagi di tempat kecil,” katanya. Selain itu, lap sebaiknya yang sekali pakai, jangan yang digunakan berkali-kali, apalagi dipakai orang lain. “Khawatir justru setelah mencuci tangan dengan benar, karena lapnya kotor, malah menimbulkan penyakit,” ujarnya.

Penetapan Hari Mencuci Tangan dengan Sabun Sedunia 15 Oktober merupakan hasil pertemuan tahunan Air Sedunia, Agustus lalu, di Stockholm, Swedia, seiring dengan penunjukan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa 2008 merupakan Tahun Sanitasi Internasional.

Di Indonesia, pemerintah meluncurkan Kampanye Nasional Cuci Tangan Pakai Sabun sejak April 2007. Menurut Deputi II Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Dokter Emil Agustiono, kampanye itu merupakan upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat. Tujuan akhirnya mewujudkan masyarakat Indonesia sehat pada 2010. Semoga ini bukan sekadar lip service dan kampanye klise.

Ahmad Taufik

(dimuat majalah Tempo edisi 10-17 Oktober 2008)

Berdamai dengan Asam Urat

Asam urat bukan sekadar penyakit persendian, tapi bisa menyerang jantung dan ginjal. Karena gaya hidup tak sehat, jumlah penderitanya makin meningkat.

Wakil Direktur PLN Rudiantara kini lega, walaupun dia harus berpantang menyantap sejumlah makanan yang pernah menjadi kegemarannya. “Saya kini tak lagi makan jeroan atau produk yang terfermentasi dan diasinkan. Kacang-kacangan juga saya batasi," ujarnya. Namun itu pengorbanan yang tidak seberapa bila dibanding rasa nyeri luar biasa yang menyerang beberapa persendiannya hingga dua bulan lalu. Dia sampai tidak bisa bergerak. "Bagian yang terserang bengkak-bengkak dan rasanya ngilu," kata Rudiantara kepada Gabriel Wahyu Titiyoga dari Tempo.

Riwayat penyakit asam uratnya memang bukan hal baru, yaitu bercokol sejak 1992. Kegemarannya bermain sepak bola juga semakin menambah risiko asam urat. Sebab, ada semacam kristal yang mengendap di sendi-sendi yang pernah mengalami trauma akibat olahraga tersebut. Meski kerap terserang ngilu persendian, Rudi biasanya tak terlalu menghiraukannya. Hingga pada 2004, lututnya dioperasi. “Dari sana keluar kristal-kristal berbentuk seperti kapur,” katanya.

Menurut Rudi, penyakit asam urat yang menyerang dirinya itu disebabkan oleh kemampuan metabolisme organ tubuh yang kurang baik. Purin--turunan nukleoprotein, yaitu salah satu komponen asam nukleat yang ada di inti sel-sel tubuh--yang seharusnya dikeluarkan lewat air seni atau keringat tidak maksimal terbuang. Akhirnya dia bercampur darah dan mengendap di persendian.

Purin sendiri sebenarnya sudah ada dalam tubuh manusia dan semua makanan dari sel hidup, yaitu tanaman dan hewan. Jadi asam urat secara alamiah merupakan hasil metabolisme--sehingga setiap orang memiliki asam urat, tapi kadarnya tak boleh berlebih. Karena tubuh menyediakan 85 persen senyawa purin untuk kebutuhan sehari-hari, hanya butuh 15 persen purin dari makanan.

Nah, karena purin merupakan hasil dari metabolisme tubuh, Doktor Bambang Setiyohadi mengingatkan, orang dengan kadar asam urat tinggi harus hati-hati dengan penyakit yang berhubungan dengan metabolisme. Apa saja? Jantung, kencing manis, dan penyakit yang berdampak langsung pada ginjal. “Yang paling kami takutkan, asam urat itu mengendap di ginjal. Kalau cuma di sendi menjadi rematik, orang cuma enggak bisa jalan. Tapi, jika mengendap di ginjal, bisa bikin gagal ginjal, cuci darah, akibatnya bisa meninggal,” kata Ketua Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Karena itu, kadar asam urat tinggi tak bisa disepelekan agar purin tak mengendap di ginjal.

Asam urat, menurut dokter spesialis reumatologi ini, asalnya dari dalam darah, masuk ke dalam sendi, lalu dibuang lewat ginjal. “Makanya orang dengan sakit ginjal kadang-kadang asam uratnya tinggi, bukan karena ginjalnya menghasilkan asam urat, tapi karena asam uratnya tak bisa dibuang,” ujar Bambang.

Secara umum manusia mengeluarkan asam urinat--sebelum menjadi purin--sebagian besar lewat ginjal dan 80 persen keluar bersama air seni. Sebagian besar sisanya diubah oleh metabolisme dan sebagian kecil diubah oleh bakteri usus. Dengan menjaga pola makan sehat, limbah purin yang melalui ginjal berjumlah 400 sampai 500 miligram per 24 jam. Bila diet lebih ketat lagi, limbah yang keluar 700 miligram. Penimbunan terjadi jika produksi asam urat berlebih dan limbah yang keluar lebih sedikit.

Selain itu, asam urat tinggi biasa menyerang laki-laki, yang cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Adapun pada perempuan, asam urat tinggi menyerang setelah menopause. Ini karena perempuan dilindungi hormon estrogen--yang mampu membantu membuang purin--sedangkan laki-laki tidak. Nah, setelah menopause, hormon tersebut tak lagi hadir.

Tempat nongkrong yang disukai asam urat terutama di pangkal jempol kaki, pergelangan kaki, dan lutut. Bila sudah parah, bisa juga bersarang di pergelangan tangan dan siku. Operasi, seperti yang dialami Rudi, menurut Bambang, tidak menjamin asam urat yang mengkristal tak tumbuh lagi. “Operasi mengeluarkan kristal cuma bersifat kosmetik,” ujarnya.

Menurut dokter yang biasa menangani penderita asam urat, Suryo Wibowo, seseorang dengan kadar asam urat tinggi di dalam darahnya disebut hyperuricemia, yang digolongkan primer dan sekunder. Yang primer tidak diketahui penyebabnya, karena terkait dengan faktor genetik atau hormonal.

Adapun yang sekunder, penyebabnya bisa diketahui. Misalnya pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi, sel-sel kanker banyak yang mati, yang normal pun sebagian mati. Sel yang mati ini pecah, inti selnya pecah, DNA-nya keluar, purinnya juga keluar. “Nah, ditambah purin dari makanan, tambah tinggilah kadar asam urat,” dia menjelaskan.

Kadar asam urat yang tinggi juga bisa berubah menjadi penyakit darah tinggi, menyerang jantung, menyebabkan stroke, kencing manis, dan merembet ke organ tubuh lainnya. Dalam kasus penyakit jantung koroner, asam urat menyerang endotel--lapisan bagian paling dalam pembuluh darah besar. Jika endotel mengalami disfungsi atau rusak, akan menyebabkan penyakit jantung koroner. “Ini terjadi terutama berkaitan dengan kolesterol,” kata Suryo.

Karena itu, pemeriksaan penyakit asam urat harus komprehensif. “Harus dilihat penyulitnya,” katanya. Jika penyulitnya ada pada sendi atau radang sendi--dikenal sebagai gout--yang memeriksa adalah ahli reumatologi. Bila efek sampingnya ke ginjal, harus dikonsultasikan ke ahli urologi. Jalan keluarnya bisa dengan operasi (dibedah) atau ditembak. “Memang tumpang-tindih. Sebagai dokter, kalau ketemu pasien dengan hasil cek asam urat tinggi, harus berpikir balik, jangan-jangan pada pasien itu ada gangguan jantung, kencing manis, atau ginjal,” ujarnya.

Nah, tentu saja, yang terpenting adalah menjaga kadar asam urat agar berada di batas normal: 7 miligram per 100 mililiter. Caranya, baik menurut dokter Bambang maupun Suryo, adalah menjalani pola makan sehat dengan menghindari makanan dan minuman dengan kadar purin tinggi. Apa saja? Jeroan, udang, cumi, kepiting, kerang, ikan teri, makanan kaleng, seperti sarden dan kornet, serta minuman beralkohol. “Saya tak akan memberi obat dulu. Jika berhasil dengan diet, ya, diet saja cukup,” kata Bambang.

Melihat penyebab utama penyakit asam urat adalah pola makan tak sehat, tak mengherankan bila jumlah penderitanya cenderung meningkat--sejalan dengan gaya hidup modern yang cenderung tak sehat. Baru-baru ini ada kabar bahwa hasil pemeriksaan kesehatan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Minahasa, Sulawesi Utara, 2009, sebanyak 80 persen mengidap penyakit asam urat.

Ini jelas berkaitan dengan asupan makanan mereka. Menurut penelitian ahli reumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Harry Isbagio, penduduk di daerah Manado-Minahasa memiliki prevalensi tinggi terjangkit penyakit asam urat. Ini karena kebiasaan mereka mengkonsumsi makanan laut tertentu dan alkohol. Di dunia, suku bangsa yang paling tinggi prevalensi asam uratnya adalah suku Maori di Selandia Baru.

Ahmad Taufik

Infografik

Golongan Makanan

- Purin tinggi (150-800 miligram per 100 gram makanan): hati, ginjal, otak, jantung, paru, dan jeroan lain, udang, remis, herring, sarden, dendeng, kornet, abon, ragi, serta makanan dalam kaleng.
- Purin sedang (50-150 miligram per 100 gram makanan): ikan (yang tidak termasuk golongan di atas), daging sapi, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung.
- Purin rendah (0-50 miligram per 100 gram makanan): keju, susu, telur, sayuran (bukan golongan purin sedang), buah-buahan.

Tip Menjaga Kadar Asam Urat:
- Pilihlah makanan Anda.
- Turunkan berat badan.
- Perbanyak minum air putih.

(dimuat Majalah Tempo Edisi 10-17 Oktober 2008)

Jumat, Oktober 17, 2008

Toriq Hadad : Antara Stroke dan Buah Hati

Dua tahun setelah Tempo dibredel, pada 1996 saat main Tenis di lapangan tenis tak jauh dari rumahnya di kawasan Pamulang, Tangerang, darah keluar dari hidungnya. Mimisan? Hus! Bukan. Pembuluh darah pecah. Ketika dibawa ke rumah sakit, dokter menemukan penyumbatan. Toriq Hadad divonis kena bloedrek alias darah tinggi.

Boleh dikata, lelaki kelahiran Surabaya, Jawa timur 22 April 1960 terkenal menjaga pola hidup sehat, tidak merokok, minum-minuman beralkohol, menjaga makanan dan banyak berolah raga dibanding rekan-rekan jurnalis lainnya. Maklum Toriq pernah memegang rubrik olah raga di Majalah Tempo sebelum dibredel.

Apakah sakit darah tinggi gara-gara tempo dibredel? “Bisa juga karena stress gak bisa nulis, campur aduk, capek juga, kondisi keuangan gak jelas pula,”ujar pria lulusan Institut “Publisistik” Bogor (IPB).

Tak salah menjelang Tempo terbit kembali, 1998, GM mengajak bertemu. Dalam pertemuan itu, bercerita dihubungi Menteri Penerangan Yunus Yosfiah untuk menerbitkan Tempo kembali. Yunus mensyaratkan GM yang memimpin majalah itu, walau hanya sebentar. “GM sebenarnya sudah males, tapi karena desakan banyak pihak dan syarat itu dia sepakat,”katanya.

Dalam pertemuan berdua itu GM bercerita tentang rencana kepemimpinan di Tempo mendatang. “Setelah dia memimpin sebentar, dilanjutkan oleh BHM, saya diminta menjadi Redaktur Eksekutif,”katanya. TH, begitu nama singkatanya, memang termasuk anak “emas” yang dipersiapkan GM ke depan. “Proses kaderisasi sudah lama dilakukan dalam institusi Tempo. Memilih BHM sebagai pemred, itu sudah disiapkan sejak lama. Tidak tiba-tiba. Tidak bisa hanya satu orang di Tempo memilih satu orang. Semua ditetapkan dalam proses, bersama-sama,”ujar GM dalam pertemuan besar dengan awak Tempo bulan lalu.

Hadiah ulang tahun kedua Tempo terbit, Toriq kena serangan stroke ringan. Gara-gara pengobatan bloedrek yang tak tuntas. Dokter memutuskan harus operasi by-pass jantung. Bekas pemain bola kesebelasan Pasuruan itu segera diterbangkan ke Epworth Hospital Melbourne. Tepat Hari Angkatan Bersenjata, 5 Oktober 2000 operasi dimulai, dan sukses. “Sekitat ingga minggu saya di negeri kanguru,” katanya.

Ada duka, datang pula suka. Ndilalah empat tahun setelah itu, 2004, setelah 15 tahun menikah sejak 1988, isterinya Devi A.Sari melahirkan putera, Hafez Mohamad Hadad. Setelah sebelumnya, sempat keguguran lima kali. “Saat itu mungkin sudah punya cukup waktu luang, untuk memikirkan keluarga dan uang yang cukup, kalau dulu saat Tempo dibredel bener-bener jungkir balik,”kata Toriq. Alhamdulillah!

--original version-- dipersembahkan untuk 10 tahun Tempo terbit kembali--

10 Tahun Tempo Kembali : Diaspora, Bertahan Melawan Rayuan Rezim

Diaspora, Bertahan Melawan Rayuan Rezim

Selasa, 21 Juni 1994, menjadi hari kiamat bagi sebagian awak Majalah Tempo. Tak terbayangkan tempat mencari nafkah tiba-tiba diputus mendadak oleh pemerintah. Padahal, pemerintah saja belum sanggup mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang semakin hari semakin tinggi. “Saya sedih sekali, saya menangis di rumah. Saya merasa sia-sia, seolah perjuangan kami menaikkan martabat bangsa tidak dihargai pemerintah,”ujar Yuli Ismartono. Saat Tempo dibredel wartawati perang itu menjabat koordinator liputan luar negeri.

Usaha Tim tiga dan Tim lima yang dibentuk direksi dan karyawan untuk mencari penerbitan baru pengganti wadah mengais rejeki, tak menampakkan hasil yang memuaskan. Pemerintah melalui Departemen Penerangan yang dipimpin Menteri Harmoko, masih marah. Karena awak Tempo beserta elemen masyarakat lainnya turun ke jalan memprotes pembungkaman itu. “Memang, begitu dibredel, kami melawan,”kata Toriq Hadad, Kepala Biro Jakarta waktu itu.

Politik penjajah, divide et impera, pecah belah pun menjadi taktik. Tim 3 yang beranggota direksi ; Mahtoem, Heri Komar, dan Lukman Setiawan didekati konglomerat kolega Cendana, Bob Hasan membuat majalah “pengganti”, Gatra. Bob yang sudah “membina” sejumlah awak Tempo, menjiplak abis perwajahan majalah berita mingguan nomor wahid di Indonesia zaman itu. Termasuk “merampok” karyawan dan beberapa aset lainnya. “Teman-teman yang sudah di sana duluan, nge-move, saya nggak tahu motivasinya, uang atau entah apa?. Gak semua orang Tempo bisa masuk, tapi dilitsus. Yang di-blacklist adalah teman-teman penandatangan Deklarasi Sirnagalih dan yang terlibat peristiwa Bandung,”kata Moebanoe Moera.

Deaklarasi Sirnagalih 7 Agustus 1994 adalah pendirian Aliansi Jurnalis Independen (AJI), tandingan organisasi wartawan buatan pemerintah Persatuan wartawan Indonesia (PWI), sedangkan Peristiwa Bandung yang disebut Kang Banoe itu terjadi selepas Tempo dibredel. Pasukan Kantor Biro Tempo di Bandung, mengibarkan bendera hitam setengah tiang, tanda berkabung. Kebetulan Soeharto berkunjung ke kota kembang, meresmikan proyek pesawat Tetuko di IPTN. Mobil rombongan pemimpin rezim orde baru itu melewati kantor biro Tempo di Jalan Pasteur, waktu itu Kepala bironya Happy Sulistyadi. “Ributlah intel-intel dan pihak berwajib di Bandung, Happy pun sempat diperiksa Bakorstanasda Jawa Barat,” ujar Banoe.

Dua direksi yang disebut dukuan sekarang sudah almarhum, menjadi pemimpin tertinggi di perahu baru buatam rezim Suharto itu. Tapi tak semua orang bisa dibeli. “Buat apa bergabung dengan Gatra, banyak yang bisa kita lakukan di luar ; bikin buku atau apa saja,”kata Liston P. Siregar, seperti ditirukan Tri Watno Widodo, bagian pra cetak Tempo.

Tri dan teman-teman lain yang menolak bergabung dengan raja perambah hutan lebih baik hidup berserakan. “Kami tak mau hidup di atas penderitaan orang lain, dan tunduk pada penindasan,”ujar lelaki yang bergabung di Tempo sejak 1983. Bagai air mengalir, semua orang bergerak mencari penghidupan, sesuai pergaulan masing-masing. “Di masa pembredelan itu, kita bergerak sendiri-sendiri,”ujar Yusril Djalinus. Menurut Andi Reza Rohadian yang kini bekerja di Majalah Trust, pasca dibredel, Goenawan Mohamad (GM) menyediakan sekoci-sekoci. “Ada yang ke Swa, Forum, bahkan ke majalah Medika,” katanya.

Dua kelompok besar membagi bekas Tempo. Pertama, gerombolan X-T (eks Tempo) dipimpin R Ahmed Kurnia Soeriawidjaja alias Utun bersama Rudi P. Singgih, menggarap Koran milik TNI AD, Jayakarta, lalu Sinar Pagi Minggu, lembaran kriminal di Media Indonesia yang terbit tiap Rabu, Delik sampai Majalah Pilar yang bermarkas di sebuah bedeng di kawasan Sudirman Central Bisnis Distrik, Jakarta Selatan, milik Artha Graha.

Gerombolan kedua berkumpul di Tebet Timur Dalam, bergabung dalam PT. Reksa Mitra Berjaya (RMB). Disanalah bercokol Sri Malela Mahargasarie, Ivan Haris Prikurnia dan kawan-kawan. “Tebet itu awalnya tempat pengungsian, lebih dari 100 orang Tempo, yang nggak mau ke Gatra atau nggak punya pilihan lain karena masalah umur dan skill. Tebet menjadi rumah idealisme kami. Dalam perjalanannya, ternyata menjadi rumah bisnis yang menjanjikan,”ujar Banoe. Bagi bekas disainer grafis Tempo Mulyawan, Tebet seperti Tempo adalah sebuah padepokan dunia persilatan, “ada pendidikan, pelatihan, dan juga penghianatan.”

Dari Tebet menggarap sejumlah proyek antara lain Media Indonesia edisi Minggu, konsultan in house magazine, percetakan buku dan rencana menerbitkan majalah, sebagai core bisnis. Menurut Bambang Aji, dalam setahun, omset yang diraup Tebet sekitar Rp 1 miliar. Antara lain dari kontrak mengelola Media Indonesia Minggu sekitar Rp 65-70 juta sebulan. “Saya appreciate sekali sama Surya Paloh saat itu berani melawan Departemen Penerangan dengan mempekerjakan para eks Tempo,” kata Malela. Bahkan Media Indonesia sempat mendapat teguran dari orde baru, karena menulis dengan keras menjelang ulang tahun Soeharto.

Proyek-proyek lain seperti media internal perusahaan, Majalah Arwana, laporan keuangan perusahaan, promo kit, sablon kaus, sampai membuatkan makalah jenderal-jenderal di Lemhanas. “Gaji kami dikumpulin, termasuk sumbangan dari teman-teman yang bekerja di Neraca dan Forum, lalu dibagi rata,”ujar Banoe.

Remahan lain, selain dua besar itu memang Harian Neraca dan Majalah Forum. Toriq bersama Isma Sawitri, Liston, Dwi Setyo Irawanto alias Siba dan Muhammad Cholid. Harian milik Sekretaris Jenderal PWI, almarhum Zulharmans. Nyonya Zulharman yang memimpin koran ekonomi itu, menerima para eks Tempo dengan sistem kontrak per enam bulan. “Kami mengisi halaman satu, penilaiannya bagus. Memang, disitulah kembali menjadi reporter dan menulis sendiri. Tulisan diedit oleh Mbak Isma,”ujar Toriq.

Namun, belakangan setelah 13 orang eks Tempo keanggotaannya di PWI dicabut, Ibu Zulharmans juga ditekan PWI dan Departemen Penerangan untuk memecat dan tidak memperkerjakan orang-orang eks Tempo. Setiap rapat Ny. Zulharman disinggung, dan sehingga pada kontrak enam kedua tak diperpanjang. “Saya termasuk yang dipanggil langsung oleh ibu Zulharmans menceritakan mengenai tekanan itu. Tapi dari Neraca, hingga kini kami mendapat hubungan baik dengan pemrednya Masmiar Mangiang,”katanya.

Kekejaman PWI dan Deppen mengusik hak hidup orang memang keterlaluan. Seorang kawan eks Tempo yang tak lagi bergelut di dunia jurnalistik, tapi di bursa saham, juga diusulkan dipecat dari tempat kerjanya. “Rezim orde baru memang sejak awal nggak suka dengan semua yang tidak tunduk,”ujar disainer grafis Susthanto, yang masuk Tempo sejak 1985. Banyak perusahaan menolak berkonsultasi dengan PT.RMB ketika mengetahui karyawannya adalah para eks tempo. “Bukopin, pernah hampir kontrak, tapi batal ketika tahu kami bekas Tempo,” kata Malela. Tapi seperti, kata GM, “gak ikut tunduk, ga patheken!”

Sikap tak mengenal menyerah membuat orang Tempo bisa hidup menyebar kemana-mana. Selain Majalah Forum, Matra, D&R, Tabloid Kontan, ada yang ke TV 3 Malaysia, BBC London, SCTV, koresponden Jawa Pos di Los Angeles, Filipina dan Australia. “Yang penting pergaulan,”ujar Bandowo, 63 tahun, bagian “super” umum di Tempo yang bisa mengerjakan apa saja serta ikut menolak tunduk dalam tekanan.

Agar Tempo tetap dikenang saat tiada, Yusril Djalinus, Toriq Hadad, Saiful Ridwan, GM dan rekan-rekan dari Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bermarkas di Utan Kayu 68 H, merintis situs berita berbahasa Indonesia pertama, Tempo Interaktif. Di gedung tempat kursus bahasa Inggris di Jalan Proklamasi 72, Jakarta Pusat, Toriq membuat pasukan terdiri dari lima mahasiswa dan seorang wartawati Bernas Yogyakarta, Purwani Diyah Prabandari, kini Kepala Biro Tempo di Yogyakarta. Belakangan Bambang Budjono alias Bambu, Wahyu Muryadi yang ada di Forum, dan disainer grafis Gilang Rahadian alias Ugi datang bergabung. Selain terbit di dunia maya, Tempo Interaktif diterbitkan cetak, berbentuk jurnal. Untuk praktisnya, satu cerita utama lainnya wawancara. “Maklum kami memperkerjakan mahasiswa,”ujar Toriq.

Kamis, 21 Mei 1998, Suharto menyatakan mengundurkan diri, setelah huru hara politik dan ekonomi melanda negeri. Peringatan empat tahun pembredelan Tempo 21 Juni 1998, tak lagi cerita tentang kisah duka, tapi sebuncah harapan untuk bisa terbit kembali. “Saya percaya setelah Tempo dibredel itulah beginning of the end dari Suharto,” ujar Yuli Ismartono.

Zulkifli Lubis dan Sekretaris Direksi Nike Rorimpandey mengundang rekan-rekan eks Tempo yang tak bergabung ke Majalah Gatra di Teater Utan Kayu. Dari sanalah dicari kesepakatan untuk menerbitkan kembali Tempo. Sebelumnya Menteri Penerangan Kabinet Presiden B.J.Habibie, Yunus Yosfiah, bertemu dengan eks petinggi Tempo untuk mengembalikan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo yang pernah “dirampas” Menteri Penerangan Harmoko.

Pendapat karyawan bekas Tempo terbelah. Yang sudah mapan di tempatnya saat itu, tak menginginkan Tempo terbit lagi. “Sudah-lah biarkan Tempo jadi legenda,”ujar pihak yang tak setuju Tempo terbit kembali dengan berbagai alasan. Ada yang sudah terikat janji di tempat, seperti Kontan. “Secara moral nggak enak juga untuk meninggalkan Kontan. Kalau semua orang Kontan pergi, bagaimana? Kami merasa hutang budi juga sama Jakob Oetama,”kata Susthanto. Ivan Haris yang sudah asyik di Majalah Forum juga tak setuju. “ Lebih baik Tempo menjadi monumen perjuangan melawan orde baru. Kalau mau, bikin nama baru, jangan Tempo,” katanya.

Begitu juga teman-teman yang merasa sudah firm dengan majalah yang tengah meroket saat itu D&R, pimpinan Bambu. Walaupun Bambu sendiri setuju Tempo terbit kembali. “Tempo harus terbit kembali untuk memberikan berita yang bisa dipercaya masyarakat d itengah banyaknya media-media berita dengan berjuta kepentingan,”katanya. Bambu sendiri tak bergabung ke Tempo, karena bertanggung jawab memimpin Majalah D&R sampai tutup setahun kemudian.

GM, sebenarnya juga termasuk orang yang ragu Tempo terbit kembali, apalagi pake SIUPP segala. “Sebetulnya, ada dilema ketika mau terbit kembali. Kami sudah sepakat dengan AJI, bahwa Tempo kalau terbit lagi tidak usah pakai SIUPP. Tapi, waktu itu kondisi belum memungkinkan. Teman-teman AJI sempat protes, mereka bahkan sempat berniat menggugat Tempo. Tapi, kami putuskan terus terbit,”ujarnya.

GM mendengar suara arus bawah, yang ingin Tempo kembali hadir di tengah-tengah bangsa Indonesia yang sedang mengalami perubahan. Soleh, staf pelayanan perpustakaan misalnya, berjanji akan menyembelih kambing kalau sampai Tempo terbit lagi. “Masak orang kecil saja berani. Kami malah takut,”ujar pemimpin redaksi Tempo.

Pegawai lainnya, Tri Watno bahkan siap menerbitkan Tempo dalam bentuk foto copy, Jika tak ada yang berani menerbitkan Majalah Tempo kembali. “Dari pada diterbitkan orang lain yang tak punya tanggung jawab moral, mending kami bekas Tempo yang nerbitin lagi,”ujarnya kepada penulis waktu itu.

Mulyawan, termasuk orang bekas Tempo yang tak punya sikap. “Terbit lagi syukur, tidak juga tidak apa-apa. Saya memutuskan untuk tetap di Forum saja ketika Tempo menawarkan bergabung lagi,”ujarnya. Mulyawan yang kini bekerja sebagai disainer grafis Majalah Trust berharap bekas Menteri Penerangan Harmoko besok masih bisa membaca kecap dapur Tempo ini. “ Jadi dia bisa tahu. Orang-orang eks Tempo yang menjadi orang hebat di dunia media Indonesia. Kita sebagai orang eks Tempo masih memiliki kebanggaan,”katanya. Bravo.

--original version--edisi edit dimuat Majalah Tempo 20-27 Oktober