Rabu, Maret 05, 2008

Ulama Rujukan di Qom

Di Qom terdapat 23 ulama yang bisa menjadi rujukan untuk diikuti. Ulama rujukan atau biasanya disebut marja’ itu masing-masing memiliki madrasah, murid-murid, dan yayasan-yayasan. Lewat marja-marja inilah para pelajar biasa mendapat uang bulanan (shahria) saat tekun belajar di negeri para mullah itu. Di bawah ini beberapa marja’ yang cukup terkenal di Qom.

Ayatullah Sayyid Ali al-Khamenei, 68 tahun

Pemimpin besar (Rahbar) ini adalah pengganti Imam Khomeini, bukan hanya di bidang politik tetapi juga dalam urusan rujukan agama. Sering kali rujukan Ali Khamenei disebut marja’ Imam Khomeini karena, sebelum Imam Khomeini meninggal, berpesan, jika mau mengadopsi ilmu rujukannya pakailah seluruhnya, jangan hanya sepotong atau sebagian saja, dan Ayatullah Khamenei menetapkan rujukan Imam Khomeini sebagai rujukannya.

Khameni adalah putra kedua dari Hujjatul Islam wal Muslimin Sayyid Jawad al-Husaini al-Khamenei., lahir di permukiman miskin di Mashad, 28 Safar 1358 Hijriyah atau 1940 Masehi. Walaupun dibesarkan dari keluarga kurang mampu, beliau terdidik dengan baik, memiliki jiwa rohaniawan dan sosial yang tinggi. Semenjak usia empat tahun, Khamenei beserta kakaknya, Sayyid Muhammad, memulai masa pendidikan dasarnya di sekolah Islam yang baru didirikan, Ta'lim-e Diyanat, sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama. Pada usia dini tersebut, Khamenei mulai mempelajari Al-quran.

Saat menginjak masa Sekolah Menengah Atas (SMU), Khamenei remaja mulai mempelajari kitab Jami'ul Muqaddimat beserta nahwu dan sharaf. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di Hauzah Ilmiah yang dibimbing langsung oleh ayahnya sendiri.

Selain itu, Khamenei senang mempelajari berbagai buku sastra Arab seperti Jami'ul Muqadimat, Suyuti, dan Mughni yang dibimbing langsung oleh guru yang aktif mengajar di dua madrasah, Sulaiman Khan dan Nawab. Langsung di bawah bimbingan ayahnya, Ali Khamenei mempelajari kitab Ma'alim, Syara'i Al Islam, dan Syarh Al-Lum'ah, serta beberapa saat dibimbing Mirza Mudarris Yazdi. Sedangkan kitab Rasa'il dan Makasib beliau pelajari langsung dari Syeikh Hasyim Qazwini. Di bidang ilmu logika dan filsafat, Khemeni mempelajari kitab Al-Manzhumah karya Sabzawari di bawah bimbingan Al-Marhum Mirza Jawad Agha Tehrani. Kitab-kitab lainnya di bawah bimbingan Al-Marhum Syeikh Ridha Aisi.

Sejak usia 17 tahun, Khamenei mulai pendidikan bahtsul kharij di bidang fiqih dan ushul di bawah bimbingan seorang marja besar waktu itu, Al-Marhum Ayatullah al-Uzhma Milani. Pada 1958, ia belajar di pusat Kota Ilmu, tempat Imam Ali bin Abi Thalib dimakamkan, Najaf Asyraf, Irak. Di sana, Khamenei juga dibimbing langsung oleh para mujtahid besar Hauzah Najaf, yaitu Al-Marhum Muhsin al-Hakim, Sayyid Abul Qosim al-Khu'i, Sayyid Mahmud Syahrudi, Mirza Baqir Zanjani, Sayyid Yahya Yazdi, dan Mirza Hasan Bujnuwardi. Ayahnya tak mengizinkan Khamenei menetap di Irak, dan minta kembali ke Mashad.

Khamenei akhirnya mondok di kota suci Qom, belajar di bawah bimbingan tokoh-tokoh utama Hauzah Qom; Ayatullah al-Uzhma Burujurdi, Imam Khomeini, Syeikh Murtadha al-Hairi Yazdi, dan Allamah Thabathaba’i. Pada 1965, Khamenei kembali ke Mashad, selain untuk belajar dan berkhidmat kepada ayah dan ibu yang telah lanjut usia dan sakit-sakitan, beliau juga sibuk mengajar fiqih, ushul, dan berbagai pengetahuan agama yang lain kepada para santri muda dan mahasiswa.

Ayatullah Khamenei mengaku bahwa dirinya adalah "salah satu murid Imam Khomeini di bidang fiqih, ushul, politik, dan revolusi". Ayatullah Khamenei datang ke Qom mendampingi Imam Khomeini memulai gerakan revolusi dalam menentang rezim Muhamad Reza Pahlevi, anak emas Amerika Serikat. Pada bulan Muharam 1963, Imam Khomeini memberikan mandat kepada Khamenei untuk menyampaikan pesan buat Ayatullah Milani dan segenap ulama di Provinsi Khurasan berkenaan dengan agenda dakwah para rohaniawan pada Muharam untuk memorak-porandakan sistem politik rezim Pahlevi sebagai antek-antek Amerika dan menjelaskan situasi terakhir Iran dan segala kejadian yang terjadi di kota suci Qom. Karena aktivitas dakwahnya enam kali selama pemerintahan Shah, Khamenei ditangkap dan ditahan.

Menjelang tumbangnya Shah, Khamenei diasingkan dari Mashad ke Iransyahr. Di ambang kemenangan revolusi Islam, sebelum kembalinya Imam Khomeini dari Paris ke Teheran, Khamenei ikut mendirikan komite revolusi Islam (Syura iy inqilab Islamiy) bersama Syahid Muthahhari, Syahid Behesti, Hashemi Rafsanjani, dan Musawi Ardabeli. Setelah tumbangnya Shah, Khamenei menjadi wakil Imam Khomeini pada komite tinggi pertahanan (syuraye ‘ali difa’). Sejak Imam Khomeini meninggal, Khamenei menggantikannya menjadi pemimpin besar, sekaligus marja besar.

Karya-karya Ayatullah Khamenei antara lain Pemikiran Islam dalam Al-Quran secara Global, Empat kitab standar dalam Ilmu Rijal, Catatan Historis dan Masa Kini Hauzah Ilmiyah, Pemimpin yang Benar, Persatuan dan Partai, dan lain sebagainya.

Ayatullah Muhammad Imami Kasyani

Jumat awal tahun ini, di tengah musim dingin, Ayatullah Muhammad Imami Kasyani tak mau melepaskan diri dari kewajibannya menjadi Imam dan khatib salat di Universitas Teheran. Ulama bersorban putih anggota Dewan Penjaga Undang-Undang dan pengurus sekolah tinggi Syahid Muthahhari ini dikenal ketakwaannya. “Beliau ini ulama yang paling berakhlak, jika ceramah tak mau menyinggung siapa pun,” ujar Muhammad Amir, veteran perang Iran-Irak, kepada Tempo.

Kasyani menyelesaikan studinya di hauzah ilmiyah Qom dengan para guru, ulama-ulama besar Ayatullah Al-‘Uzhma Burujerdi, Imam Khomeini, dan Allamah Thabathaba’i. Sebagai murid Imam Khomeini, Kasyani punya andil dalam revolusi Islam Iran. Pascakemenangan dalam revolusi, ia terpilih untuk duduk di Majelis Syura Islami (parlemen Iran). Setelah itu ia terpilih sebagai anggota Dewan Ahli untuk memilih pemimpin tertinggi spiritual.

Kasyani ditunjuk Imam Khomeini menjadi anggota Dewan Penjaga Undang-undang Dasar yang terdiri dari fuqaha dan pakar-pakar hukum. Selain itu ia memimpin Sekolah Tinggi syahid Muthahhari, salah satu pusat pendidikan tinggi terpenting di Republik Islam Iran. Lembaga pendidikan itu menerapkan teori pengajaran dan pendidikan khusus, yaitu menggabungkan sistem pendidikan hauzah dan pendidikan universitas. Ratusan orang yang lulus dari sekolah ini menjadi sarjana-sarjana yang mampu menerapkan teori-teori agama dalam bidang hukum, filsafat, dan teologi Islam, khususnya atas hukum dan filsafat Barat.

Ayatullah Imami Kasyani kerap menjadi imam dan khatib Jumat di Teheran yang khutbah-khutbahnya menjelaskan perihal akhlak. “Jika ingin merayakan acara Asyura jangan berlebihan dan gunakanlah akal,” pesannya, Jumat itu.

Ayatullah al-Uzhma Syeikh Muhammad Taqi Bahjat Fumani

Ayatullah Bahjat—begitu ia biasa dipanggil para santrinya. Ia seorang ulama dan faqih terkenal kota Qom dan mengajar pada jenjang Bahtsul Kharij fiqih di Hauzah Ilmiah Qom. Ulama kelahiran kota Fuman ini terkenal karena kezuhudan dan irfannya.

Pendidikannya dimulai di Madrasah Diniyah tradisional di Fuman dan dilanjutkan dengan pendidikan hauzah. Setelah menyelesaikan pendidikan tata bahasa Arab di kota kelahirannya, Bahjat pergi ke Qom. Lalu pergi ke Karbala, Irak, berguru pada Ayatullah al-Uzhma Abul Qasim Khu`i. Tak puas di situ saja, Bahjat melanjutkan pendidikannya di Najaf Asyraf, menjadi murid langsung Akhund Khurasani, penulis kitab Kifayatul Ushul.

Bahjat juga belajar pada Syekh Agha Dhiya’ Iraqi dan Syeikh Mirza Na`ini, dan Ayatullah Syeikh Muhammad Gharawi Isfahani yang terkenal dengan nama Syeikh Kompani. Selain dari ulama-ulama tersebut, Bahjat belajar ilmu fiqh dan ushul dari Ayatullah al-Uzhma Sayid Abul Hasan Isfahani dan Syeikh Muhammad Kazhim Syirazi.

Bahjat juga belajar kitab Isyarat karya Ibnu Sina dan Al-Asfar karya Mulla Shadra pada Sayid Husain Badkubei. Kembalinya ke Iran, Bahjat berguru pada Ayatullah al-Uzhma Kuhkamarei dan menghadiri pelajaran fiqih dan ushul Ayatulah al-Uzhma Burujerdi. Setelah lebih dari 50 tahun mengajar pada jenjang Bahtsul Kharij tinggi ilmu fiqih dan ushul, Bahjat yang termasuk marja’ taqlid (ulama yang patut diikuti/rujukan) zaman ini, memilih mengajar di rumah sendiri untuk menghindari ketenaran yang dapat merusak keikhlasan. (A.T)

Tidak ada komentar: