Kejaksaan Inggris meminta Rusia mengekstradisi tersangka pembunuh Litvinenko. Mungkinkah Putin menyerahkan Lugovoi?
TUBUH Alexander Litvinenko memang telah dikebumikan di pemakaman Highgate, London. Tapi pembicaraan dan masalah yang muncul setelah kematian bekas agen intelijen Dinas Rahasia Uni Soviet (KGB) itu tak ikut terkubur.
Dalam pertemuan G-8 pekan lalu, di Heiligendamm, Perdana Menteri Inggris Tony Blair bahkan menyempatkan bertemu secara khusus dengan Presiden Rusia Vladimir Putin–khusus membicarakan kasus Litvinenko. Blair meminta Putin menyerahkan tersangka pembunuh Litvinenko, Andrei Lugovoi, ke Inggris.
Permohonan Blair itu berdasarkan penyelidikan dan permintaan Direktur Kejaksaan Inggris, Sir Ken Macdonald. Menurut dia, Lugovoi harus diekstradisi ke Inggris menghadapi pengadilan atas tuduhan pembunuhan--dengan sengaja meracuni Litvinenko. Tentu saja permintaan Kejaksaan Inggris dan Blair tak mudah dipenuhi Kremlin. Konstitusi Rusia menutup pintu terhadap kemungkinan ekstradisi warganya. Dan dari Rusia sendiri, Lugovoi pernah menyatakan keterlibatan agen rahasia Inggris dalam pembunuhan ini.
Sejauh ini sejumlah kalangan di Inggris menduga pembunuhan itu atas “restu” Putin. Litvinenko rajin mengkritik kebijakannya dari Inggris lewat tulisan, diskusi, dan ceramah di berbagai kesempatan dan tempat di luar negeri. Bahkan belakangan pria yang punya nama lengkap Alexander Valterovich Litvinenko itu pada 19 Oktober 2006, di depan anggota Frontline Club, sebuah organisasi wartawan Inggris, menyatakan tengah berusaha menyeret Presiden Putin ke pengadilan, karena membunuh jurnalis Rusia Anna Politkovskaya, 7 Oktober.
Rekaman jejak aksi pembunuhan itu bermula dari pertemuan Litvinenko dengan bekas agen KGB Lugovoi, 1 November, di Hotel Millennium London. Setelah itu Litvinenko pergi ke bar Itsu bertemu dengan akademisi Italia, Mario Scaramella, yang memperlihatkan sebuah email berisi identitas para imigran Rusia di Inggris yang menjadi target pembunuhan agen Rusia. Sekaligus memberi tahu ciri-ciri penembak Anna Politkovskaya. Setelah itu Litvinenko yang merasa tak enak badan itu dibawa ke Rumah Sakit London.
Selama sakit Litvinenko sempat membuat pernyataan untuk disiarkan ke Seksi Siaran Bahasa Rusia Radio BBC, London. Dalam pernyataan yang didiktekan lewat sahabatnya Alex Goldfarb itu, Litvinenko mengaku sangat sakit setelah terkena racun yang sangat mematikan. “Kamu mungkin dapat membungkam saya, tapi suara protes dari seluruh dunia akan terus menghunjam selama hidupmu, Tuan Putin,” katanya.
Kesehatannya terus menurun dan pada Kamis malam 23 November nyawa Litvinenko tak tertolong lagi. Ia meninggal beberapa jam sebelum pertemuan Putin dengan para pemimpin Eropa di Helsinki.
Litvinenko, 43 tahun, tewas terkontaminasi bahan radioaktif polonium-210. “Bukti yang dikirim ke kami oleh polisi telah cukup untuk menuntut Andrei Lugovoi sebagai pembunuh Litvinenko dengan racun," kata Ken Macdonald.
Lugovoi kepada radio Echo Moscow membantah membawa racun radioaktif saat bertemu Litvinenko. Dia mengaku hanya minum gin bersama temannya di Hotel Millennium London. “Litvinenko tak memesan apa pun saat itu,” ujarnya. Lugovoi dan teman bisnisnya Dmitry Kovtun mengaku bertemu dengan Litvinenko hanya untuk membicarakan bisnis. Dua hari kemudian ia pulang dengan British Airways dari Bandar Udara Heathrow London ke Moskow. Dalam pesawat itulah ditemukan polonium-210, bahan radioaktif yang sama dengan dalam tubuh Litvinenko.
Jika Putin tak bersedia menyerahkan Lugovoi, Blair mengancam investasi Inggris di Rusia. “Kami ingin ada komitmen yang jelas dulu terhadap demokrasi dan hak asasi manusia di Rusia,” ujarnya.
Ahmad Taufik (Guardian, AP dan AFP)
sumber : Majalah Tempo, 11 juni 2007
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar