Rabu, September 05, 2007

Amerika Serikat : Amerika Vs Iran Babak Kesekian

Delapan wakil Kementerian Energi Iran ditangkap tentara AS di Bagdad, walau dilepas lagi. Percikan kecil dari gelombang besar perseteruan AS-Iran.


TIDAK ada yang menarik napas lega atas happy end ini. Militer Amerika Serikat akhirnya membebaskan delapan utusan Kementerian Energi Irak, Rabu pekan lalu, setelah mereka ditangkap sehari sebelumnya. Bukan apa-apa. Penangkapan yang dilakukan di Hotel Sheraton Ishtar, Bagdad, itu memiliki akar persoalan yang jauh lebih dalam: perseteruan AS-Iran yang sudah berlangsung sekitar 27 tahun.
Penangkapan orang Iran di Irak oleh tentara Amerika kali ini adalah yang ketiga. Yang pertama, beberapa orang Iran ditangkap ketika tentara AS menyapu kediaman Abdul Aziz Hakim, tokoh partai Syiah yang pro-Iran, di Bagdad, Desember lalu. Mereka kemudian dilepas.

Penangkapan berikutnya terjadi di Arbil, Irak utara, Januari lalu. Lima diplomat Iran yang sedang mempersiapkan dibukanya kembali kantor konsulat Iran ditangkap tentara AS dengan tuduhan bahwa mereka anggota pasukan elite Garda Revolusioner, Al-Quds. Hingga saat ini mereka masih ditahan.

Seperti insiden yang lalu, penangkapan staf kementerian energi juga memunculkan protes keras dari pemerintah Iran. Amerika selama ini merasa bahwa semua tindakan yang dilakukannya benar belaka. Mereka percaya, Iran memang “bermain” di Irak. Mereka disebut-sebut membawa sekoper penuh uang Iran dan dolar, serta AK-47 penuh peluru, dan pistol. “Iran merupakan ancaman bagi keamanan di Timur Tengah. Amerika mengajak para sahabat dan sekutu mengisolasi rezim itu dengan menerapkan sanksi ekonomi, sebelum semuanya terlalu terlambat,” kata Presiden George Walker Bush pada hari delapan utusan kementerian energi itu ditangkap.

Sebenarnya, karena sama-sama memiliki kepentingan di Irak, Iran dan AS pernah “rukun” tak lama setelah invasi AS ke Irak. Amerika menilai: mantan penguasa Irak Saddam Hussein dan orang-orang di lingkar dalam kekuasaannya adalah orang Sunni. Maka Amerika memilih dekat dengan Syiah di Irak--yang notabene dekat ke Iran.
Bahkan Iran pernah mengirimkan orang-orang untuk melatih tenaga di Irak mengisi berbagai posisi dalam birokrasi. Mereka ditempatkan di sejumlah instansi, terutama di kementerian dalam negeri, kesehatan, pertahanan, angkatan bersenjata, dan bea-cukai--ini yang kemudian membuat pemerintah AS curiga dan menarik kesimpulan: banyak anggota intelijen Iran yang menyusup ke lembaga-lembaga itu.

Namun sejumput “kemesraan” itu berakhir setelah makam Imam al-Askari di Samarra diluluh-lantakkan bom pada Februari 2006. Muqtada al-Sadr dan kelompok garis keras Syiah masuk ke arena kekerasan, baik dengan Sunni maupun dengan tentara AS. Dan Iran dituduh mendukung secara finansial dan persenjataan. Kumparan konflik membelit hingga jauh ke utara, tempat suku Kurdi berada. Di Diyala dan Anbar, Irak barat, tempat benteng pertahanan Sunni Irak, justru terjadi pertikaian horizontal antarkelompok Sunni.

Amerika makin tak bisa mengendalikan situasi di Irak. Korban dari tentara AS sejak invasi pada 2003 mencapai 3.700-an orang. Bush tetap menolak memerintahkan pasukan mundur dari Irak. “Situasinya akan mirip dengan Vietnam ketika ditinggalkan pasukan AS tiga dekade lalu,” katanya.

Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menambah suasana makin panas. Dalam konferensi pers di Teheran, Senin pekan lalu, dia menawarkan jalan keluar yang pasti tidak disetujui Amerika jika mereka harus angkat kaki dari Irak. “Jika terjadi kevakuman karena yang mendudukinya kolaps, kami dan para tetangga lain, bersama bangsa Irak, siap mengisi kekosongan itu,” ujarnya.

Lakon Iran lawan Amerika sudah mencapai stadium lanjut. AS ditekan mundur. Bush harus bersiap memberikan laporan pertanggungjawaban terakhir tentang kebijakan “menang di Irak”, September ini. Sedangkan Iran makin terimpit masalah pengembangan nuklir. Perseteruan 27 tahun, dan to be continued.…

Ahmad Taufik (BBC, The Guardian, IRIB, dan AP)

Tidak ada komentar: