Senin, Mei 07, 2007

Reportase

Melihat Apa yang Anda Lihat

Seorang reporter yang ditugaskan ke sebuah talk show atau seminar di sebuah hotel, kembali ke kantor dan melapor pada editornya. ''Maaf mas, nggak ada berita hari ini, talk show-nya nggak jadi, karena pembicaranya tidak datang, terserang stroke!''

Itu memang sebuah anekdot, yang biasa disampaikan, untuk memicu seorang reporter untuk bisa mendapatkan berita. Sesungguhnya, tak boleh ada seorang reporter yang terjun ke lapangan lalu pulang dengan tangan hampa, dengan alasan ''tanpa berita hari ini.”

Dalam kasus di atas, ketidak datangan pembicara tadi bisa merupakan berita tersendiri, soal strokenya sang pembicaran atau betapa pentingnya topik yang mau dibicarakan, tetapi terhambat karena ahli yang juga nara sumbernya sakit untuk jangka waktu yang lama.

Reportase adalah sesuatu yang kita lihat. Bagi seorang jurnalis melihat dalam reportase bukan sekadar melihat, tapi 'melihat'. Untuk bisa 'melihat' dengan baik dan benar, seorang reporter butuh :
1.Curiosity -Rasa Ingin Tahu, semakin besar rasa ingin tahu seorang reporter, semakin besar pula hasil yang akan ia dapat. Dari sinilah timbul teori yang sering disebut 5 W+1H (What, When, Where, Who, Why) dan (How). Karena itu seorang reporter harus sering mengasah rasa ingin tahu dengan pertanyaan-pertanyaan yang skeptis. Kalau zaman orde baru dulu ada 'mimbar kepercayaan' di televisi, nah, kalau reporter harus punya 'ketidak percayaan'. Dari ketidakpercayaan itu, akan memperoleh banyak informasi dan masyarakat pembaca juga akan terpenuhi haknya, 'right to know'.
2. Imajinasi- reporter yang baik membutuhkan imajinasi, bukan sebagai penulis fiksi atau melaporkan berita bohong. Tetapi imajinasi mencari berita untuk menjadikan sebuah berita menjadi cerita yang menarik dan enak untuk dibaca.
3.Pengetahuan – untuk dibutuhkan seorang reporter, sehingga tak tampak bodoh. Terutama saat menemukan sebuah data atau bertemu dengan seorang sumber. Disinilah biasany, sebelum terjun ke lapangan seorang reportare melengkapi dirinya dengan banyak membaca dan riset. Tak boleh ada reporter yang turun ke lapangan atau suatu tempat dengan otak yang kosong.
4.Akurasi- Berita yang baik, penting sekali akurasi. Yaitu informasi yang benar-benar akurat. Misalnya soal nama tempat kejadian, nama sumber atau korban, usia, pendidikan, waktu. Tanpa akurasi, hasil berita yang kita hasilkan akan dilecehkan para pembaca, tentu saja bisa mengaburkan informasi yang akan kita sampaikan. Salah salah, malah bisa menuai gugatan.
5. Menggali Berita-Digging Out The News- Dengan modal rasa ingin tahu tadi, tak akan sulit seorang reporter untuk menggali berita. Jangan hanya melihat kejadian, data atau fakta yang hanya ada di permukaan. Seperti yang dikatakan sebelumnya, jangan hanya melihat apa yang dilihat, tapi lihatlah apa yang sebenarnya terjadi di balik fakta atau kejadian itu. Namun, bukan sekadar kita mencari-cari apa yang tak ada atau mengembangkan teori konspirasi, semua yang kita gali dalam pencarian berita itu masih sebatas fakta-fakta yang ada dan terus bisa dikembangkan penggaliannya.

Metode dan Alat untuk Reporting

Senjata umum seorang reporter adalah pena dan kertas. Usahakan seorang Reporter selalu membawa pena dan notes (buku catatan kecil) untuk mencatat segala informasi yang di dapat, agar tidak terjadi kesalahan ingatan, ejaan, angka dan lain sebagainya. Di notes itu pula jika seorang reporter mempersiapkan wawancara, juga untuk mempersiapkan sejumlah pertanyaan untuk sumber sampai ke hal-hal yang lebih kecil, dengan notes itu pula, seorang reporter akan terbantu untuk menggali segala informasi yang baru san diterima atau diperoleh dari sumber. Wawancara juga merupakan bagian dari reportase, atau memperkuat dan melengkapi reportase yang diperoleh. Dalam menulis di buku catatan biasanya, reporter menggunakan tanda-tanda tertentu untuk mengingat

Selain alat tulis, pena dan notes, kadang kala reporter juga dilengkapi dengan tape recorder. Namun, jangan selalu bertumpu pada tape recorder (karena akan membuat malas berpikir), akhirnya pertanyaan-pertanyaan yang mau digali jadi tumpul. Tujuan tape rekaman itu hanyalah untuk meyakinkan informasi yang kita terima sebelumnya, apa bila ada keragu-raguan informasi, soal nama, angka dan lainnya. Kadang kalau reporter juga dilengkapi dengan kamera untuk memotret kejadian, lokasi atau pun sumber yang menjadi obyek atau yang diwawancarai.

Dalam situasi yang tidak memungkinkan seorang reporter menggunakan peralatan itu semua, ingatan adalah andalan utamanya. Tetapi jadi terlalu lama mengingat, segera bila sudah keluar dari situasi yang tak memungkinkan itu untuk mencatatnya.

Telepon, juga salah satu sarana untuk mencari berita, dengan cara menghubungi sumber berita. Tentunya, kalau ditelepon kita tak bisa melihat ekspresi seseorang yang kita wawancara, tak bisa melihat mata orang tersebut. Dengan melihat mata seseorang yang kita wawancara, akan tampak orang itu berbohong atau tidak dalam memberikan informasi. Kecuali orang itu punya kepribadian yang lain. Semua yang kita peroleh lalu dituangkan oleh reporter dengan mesin ketik, komputer, atau note book (laptop).

Semua informasi yang diperoleh dari reportase, riset dan wawancara, kemudian ditugnkan oleh seorang reporter dalam bentuk laporan. Ada juga yang langsung ditulis, dengan membuang informasi-informasi yang tak penting untuk mendukung tulisan tersebut. Ayo jangan baca teori ini saja, mulailah bekerja. Go News Gathering!

Ahmad Taufik,
jurnalis MBM TEMPO, anggota Aliansi jurnalis Independen

Tidak ada komentar: