Senin, Mei 07, 2007

Depth Reporting

Laporan Mendalam Sebuah Pengalaman Berharga :
Konsep Penulisan Sampai Proses Pelaporan dan Etika.

Sebagian besar penulisan di Majalah Mingguan Berita TEMPO adalah hasil dari Depth Reporting atau Reportase mendalam. Pengertian Depht Reporting adalah pelaporan peristiwa secara mendalam. Ia merupakan pengembangan dari berita yang sudah muncul atau berita baru yang TEMPO peroleh sendiri. Dengan penggalian yang lebih mendalam diperoleh suatu informasi yang ada di bawah permukaan. Bermula dari suatu berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali, dalam istilah redaksi biasanya disebut di-follow up (diteruskan). Pendalaman dilakukan dengan mencari informasi tambahan dari nara sumber atau berita yang terkait dengan peristiwa sebelumnya. Depth Reporting, lebih dari sekadar berita dari reporting biasa, boleh dikatakan hampir mendekati Investigative Reporting.

Dalam Depth reporting, tidak adanya hipotesis tertentu, seperti dalam investigative reporting. Untuk lebih memudahkan, pengertian, Investigative reporting sudah pasti di dalamnya ada in-depth reporting, tetapi in-depth reporting belum tentu merupakan investigative reporting.

Saya kasih contoh dua laporan dan penulisan in-depth reporting yang saya lakukan dan merupakan berita ‘heboh’ sehingga saya diadili dengan tulisan “Ada Tomy di’Tenabang’?”

Tulisan Pertama Soal Kebakaran di Tanah Abang :

Rubrik : Nasional
Penjelas : Kebakaran
Judul : Api Telah ‘Merenovasi’ Tanah Abang
Taiching (eye catching) : Bukan sekali ini pasar pakaian terbesar Asia Tenggara itu terbakar, tapi sarana pengamanan tetap saja langka di sana--juga di pasar yang lain.

HAJAH Nurcahya, 68 tahun, sejak Kamis pekan lalu harus mengubah kebiasaannya. Lazimnya, tiap pukul 08.30 pagi, Ama--begitulah warga Kebon Pala itu dipanggil, dan begitu pula ia membahasakan dirinya--sudah melangkah dari rumahnya menuju tokonya di Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, sejak si jago merah melahap kiosnya Rabu pekan silam, ia menjadi goyah.
“Waktu anak saya membangunkan, saya tak tahu apa yang harus saya lakukan. Biasanya sepagi itu Ama sudah membuka toko, tapi kini toko sudah habis. Saya bingung mau ngapain,” ujar ibu tujuh anak itu dengan bola mata berkaca-kaca.
Ama amat pantas bersedih. Tujuh kios milik anak-anak dan adiknya ludes dimakan api. “Satu toko, isinya saja, sekitar Rp 300 juta. Jadi, semuanya lebih dari dua miliar rupiah,” tuturnya. Pedagang tekstil ini merintis usahanya dari bawah. Ia sudah membuka kios sejak Pasar Tanah Abang mulai berbentuk bangunan kukuh pada 1975.
Saat api mulai melahapi bangunan pasar, Ama mengaku sedang termenung menunggu kios yang sepi pembeli. “Hari itu sekitar pukul setengah satu siang. Saya baru dapat Rp 500 ribu. Tiba-tiba datang kuli-kuli pasar mengingatkan agar segera pergi karena ada kebakaran,” ceritanya. Asap sudah memenuhi lorong-lorong. Asal api ternyata berdekatan dengan kios Ama--dari gardu listrik yang mengalami korsleting--hanya berjarak 200 meter. “Padahal sudah sering terjadi korslet di gardu itu. Herannya, tak pernah diperbaiki dengan serius,” tutur Ama, menyesali.
Tak sepotong pun barang Ama terselamatkan. “Karena asap yang hitam dan api begitu cepat membakar, saya hanya bisa menonton dengan sedih dari Jalan Wahid Hasyim,” ujarnya. Bahkan ia sempat melihat masjid di tingkat atas ambruk. Tidak ada hidrankah di dekat situ? “Ada, tapi sudah karatan dan tidak keluar airnya,” kata Ama, kesal. Katanya, di Tanah Abang, asal ada uang, orang bebas membangun kios di mana saja. “Jadi, ya, semrawut.”
Kepala Dinas Kebakaran DKI Jakarta, Johnny Pangaribuan, pun mengeluhkan hal sama. “Pasar Tanah Abang telah overload. Tak ada ruang untuk bergerak. Mestinya jumlah pedagang setengah jumlah sebelum terbakar. Akibatnya, petugas yang ingin masuk susah, asap terkurung dan menyebar dalam ruangan,” katanya.
Tak aneh, saat kebakaran, sekitar 5.700 kios, meliputi Blok A, B, C, D dan (sebagian) Blok E, dilalap mentah-matang. Api susah dipadamkan. Padahal Blok A--tempat awal kebakaran yang berlantai empat dengan 2.742 kios--tak jauh dari tempat mangkal barisan pemadam kebakaran cabang Pasar Tanah Abang, yang berada di depan Blok B. Saking semrawutnya penataan kios di pasar kain dan pakaian terbesar di Asia Tenggara itu, kebakaran lanjutan di berbagai tempat masih terjadi hingga Jumat siang pekan kemarin.
Johnny mengakui hidran air di pasar itu banyak tak berfungsi. “Ada 34 hidran beserta pompanya, tapi tak satu pun keluar airnya. Yang berada di luar bangunan juga berkondisi sama, kering. Pompa-pompa juga tidak dirawat sehingga tidak berfungsi,” ujarnya.
Menurut dia, tiga bulan sebelumnya ia sudah meminta kepada pengelola pasar, Perusahaan Daerah Pasar Jaya, agar memperbaiki peralatan pemadam api itu. “Tapi mereka cuek saja. Padahal terus terang Pasar Tanah Abang adalah bangunan yang paling saya takuti jika terjadi kebakaran. Sebab, saya tahu, kondisi dan sarananya mengkhawatirkan,” ujar Johnny. Pasar lain yang sama rawannya adalah Pasar Jatinegara, Senen Blok 3, Kramat Jati, Hayam Wuruk (Lindeteves), dan Blok M.
Sudah kondisi peralatannya jelek, Pasar Tanah Abang juga tak punya petugas Pasar Jaya yang khusus menangani kebakaran. Pasar ini, menurut Johnny, terakhir diaudit pada 1997, dan hasilnya: kondisinya amat memprihatinkan. “Jika ketentuan standar dipenuhi, sebenarnya petugas tak perlu naik ke gedung memikul alat pemadam, karena peralatan sesuai dengan standar sudah mencukupi. Kalaupun terjadi kebakaran, segera bisa dilokalisir,” katanya.
Sikap masa bodoh pengelola pasar itu dalam memenuhi standar pengamanan memicu bau tak sedap: pasar kain dan pakaian ini sengaja dibakar. Apalagi, beberapa pekan sebelum kebakaran beredar daftar permohonan persetujuan renovasi pasar dari pedagang. “Memang beredar daftar permohonan persetujuan dengan kop surat berlambang banteng bulat dan nama sebuah yayasan. Tapi banyak pedagang menolak renovasi pasar dalam waktu dekat,” kata Syafruddin, 60 tahun, pemilik kios tekstil korban kebakaran.
Namun, Kepala PD Pasar Tanah Abang, Buhar Tambunan, membantah tudingan kesengajaan pembakaran pasar kelolaannya. “Waduh, saya jadi kaget nih,” kata Buhar. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso juga membantah ada unsur kesengajaan dari aparat Pemda DKI untuk menjadikannya lautan api. “Apa tujuan kita membakar fasilitas seperti itu? Tidak masuk akal itu,” ujarnya kepada wartawan usai mengikuti silaturahmi keluarga besar TNI AD di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta, pekan lalu. Dalam dugaan sementara, begitu Sutiyoso, hubungan pendek listrik adalah penyebab terbakarnya pasar grosir itu.
“Agar tidak menimbulkan spekulasi yang beragam, kami menyerahkan kepada aparat kepolisian untuk menyelidikinya. Kalau bisa membuktikan ada yang membakar, ya, silakan saja diseret ke muka hukum,” kata bekas Panglima Daerah Militer Jaya itu.
Toh Sutiyoso tidak membantah soal rencana renovasi pasar itu dalam waktu dekat. “Lokasi yang terbakar sekarang sebenarnya sudah direncanakan direnovasi dan ditambah lantainya. Kios-kios juga akan dipasangi AC. Tidak seperti sebelumnya, yang tanpa pendingin sehingga udara di dalam sangat pengap. Dananya sudah ditetapkan dalam APBD 2003,” katanya. Program renovasi itu, kata Bang Yos, telah disepakati para pedagang Pasar Tanah Abang. “Renovasi akan dilakukan pada masa berakhirnya hak pakai kios pada 2004. Renovasi direncanakan akan mulai dilaksanakan pertengahan 2003, yang meliputi perbaikan tempat, pengadaan lift dan eskalator, serta fasilitas lainnya. Dan itu telah disetujui direksi,” ia menambahkan.
Bahkan Wali Kota Jakarta Pusat, Khosea Petra Lumbun, sudah punya rencana terinci penataan kawasan Tanah Abang secara menyeluruh. Menurut dia, buat menertibkan seluruh kawasan itu, Pemerintah Kota Jakarta Pusat membuat proyek “Sentra Bisnis Primer Tanah Abang”. Kawasan seluas 100 hektare itu akan ditata lebih rapi dan bebas pedagang kaki lima. Ia akan disulap menjadi kawasan bisnis modern dengan meniadakan hunian di sekitar pasar. Di sana nantinya akan berdiri pergudangan, hotel, pusat hiburan, kantor ekspedisi, kios modern, dan kios pedagang kaki lima.
“Lahan parkir seluas 1.000 meter nantinya menjadi tempat berjualan pedagang kaki lima. Tapi mereka berdagang mulai pukul 18.00 sampai tengah malam. Tak ada pedagang kaki lima yang berjualan siang hari di sana,” ujar Lumbun. Ia menyebut perkiraan dana pembangunannya: Rp 50 miliar.
Riwayat Pasar Tanah Abang bermula sejak 1735. Ketika itu Justinus Vinck, pengusaha Belanda yang kaya-raya, membangun pasar transaksi tekstil dan sayuran yang dinamai Weltervreden--“Pasar Sabtu”. Dan lima tahun kemudian, untuk pertama kali pasar ini terbakar, bersamaan dengan pembantaian orang Cina. Baru dibangun kembali tahun 1881, sejak itu hari pasarannya menjadi dua kali seminggu, Rabu dan Sabtu. Lalu, pada 1926, pasar yang sama direnovasi menjadi pasar modern dengan mendirikan tiga los panjang berdinding bata dan beratap genting. Tahun 1975, pemerintah merenovasi ulang pasar tersebut dengan membongkar sekolah dan taopekong (kelenteng) Cina. Awalnya, dibangun 4.351 kios dengan luas total 11.154 meter persegi. Namun, kemudian luas areal menjadi 39.300 meter persegi dengan luas bangunan 82.386,5 meter persegi (7.546 kios). Kini sewa kiosnya beragam, mulai Rp 25 juta sampai Rp 90 juta setahun.
Terbakarnya Pasar Tanah Abang tidak saja ditangisi pedagang dan konsumen dari Indonesia, tapi juga para pedagang dari Afrika yang kehilangan dagangan relatif murah. David Johnson, pedagang pakaian jadi dari Nigeria, mengaku syok atas musibah itu. “Saya tak menyangka kios tempat saya mengambil barang ludes terbakar,” katanya. Pulang ke negerinya tanpa belanjaan, ia merasa merugi.
Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati Soekarnoputri, dan sejumlah menteri pun bergegas meninjau lokasi kebakaran segera setelah dilahap api. Bahkan kabarnya lahan milik BPPN di Waduk Kebon Melati, di belakang bekas Hotel Kartika Plaza yang berdekatan, yang dulunya milik Bambang Trihatmodjo, siap dijadikan lahan penampungan sementara pedagang korban kebakaran. “Asal para pedagang itu mau ikut aturan,” kata Wali Kota Lumbun, yang pekan lalu sempat bersitegang dengan mereka. Dan asal pejabat pemda dan pengelola pasar rajin mengontrol.
Ahmad Taufik, Bagja Hidayat, Djadjang Jamaluddin dan Juli Hantoro (Tempo News Room)


Selain reportase yang saya lakukan secara in-depth, laporan juga datang dari reporter lainnya dan riset media maupun internet. Inilah penugasannya.

Angle : Kenapa Pasar Tanah Abang Terbakar?

Pegangan untuk peliput

Kebakaran di Pasar Tanah Abang Rabu kemarin menghanguskan 5.700 kios. Anehnya, pusat perbelanjaan yang begitu mendunia dan vital tak punya sistem pencegah kebakaran yang memadam. bahkan, pusat kebakaran pertama kali berada di belakang kantor pemadam kebakaran di pasar itu. Pusat pemadan kebakaran DKI menyalahkan PD. Pasar Jaya tak pernah mau segera memperbaiki sistem pencegahan kebakaran. Tapi, ini juga cerita klasik soal uang, karena para pekerja pemadam kebakaran juga baru bergerak bila sudah disediakan uang. Sehingga inspeksi petugas pemadam
kebakaran cukup diberi uang sekedarnya, dan dianggap sistem pemadam kebakaran disuatu tempat sudah memadai/cukup. Sungguh disayangkan, karena Jakarta yang sedang kena banjir justru saat ada kebakaran, seperti
susah mendapatkan air. Lalu kabar yang beredar juga, sudah ada rencana pemda DKI untuk merenovasi pasar itu, apa yang terjadi sebelumnya siapa yang mendapat proyek untuk renovasi?

Sumber
1. Reportase -
2. Saksi mata dan saksi korban-
3. PD Pasar jaya-
4. Pemadam Kebakaran DKI dan Pemda DKI-
5. Riset dan sumber lain-


Inilah bentuk penugasan saya mem-follow-up-i tulisan saya yang sebelumnya.


Pegangan peliput:

Kebakaran Pasar Tanah Abang, yang menyebabkan 5.700 kios terbakar, kini menyisakan problem yang banyak. Selain problem ekonomi, sosial dan juga politik. Karena selama ini pasar tanah Abang adalah wilayah pemerasan banyak kelompok, baik kelompok yang terindentifikasi sebagai etnis (Flores/eks Tim-Tim), Madura dan betawi atau pun partai politik (PPP, Golkar dan PDI-P). Tak heran rencana pemerintah DKI memindahkan para pedagang korban kebakaran ke lahan di waduk Kebon Melati juga ditentang banyak pihak. Tanah milik BPPN bekas, tanah milik Bambang Trihatmojo dianggap tidak strategis. Kini sejumlah pihak tengah memanfaatkan korban kebakaran itu, misalnya, sebuah Yayasan yang bekerjasama dengan PDI-P tengah mengajukan proposal ke Pemda DKI untuk memperoleh proyek renovasi itu. Sejumlah kelompok menekan korban untuk menyetujui pemindahan ke waduk melati.

Sumber:
1. Reportase -
2. Wwc. Ketua IKBT (Ikatan Keluarga Besar Tenabang)-Ucu,
3. Wwc. Dani Anwar-anggota DPRD asal Partai Keadilan
4. Ketua Kelompok etnis Betawi-Jati Baru-
5. Ketua Etnis Tim=tim dan Madura-
6. Ketua PDI-P DKI Jakarta dan PPP -
7. Gubernur/Pemda DKI dan Ketua DPRD-
8. Ketua Yayasan yang mengajukan proposal proyek renovasi-
9. Beberapa pedagang korban kebakaran-
10. Sumber lain dan riset

Dalam perjalanan mem-follow up-i tulisan itu, saya ketemu seorang sumber, arsitek dan kontraktor, yang pernah melihat proposal. Lalu kami ketemu lagi seorang sumber dari pemda DKI yang memegang proposal itu. Saya diperlihatkan proposal itu. Tapi sumber tersebut tak memberikan, walaupun saya minta untuk foto copy. Dengan alasan, kalau proposal itu keluar, akan ketahuan berasal dari dirinya. Keberadaan proposal yang saya dan sumber saya lihat itu. Memperkuat informasi yang beredar di kalangan pedagang Pasar Tanah Abang, sudah ada pihak yang siap-siap, merenovasi, beberapa bulan sebelum kebakaran.

Pegangan Peliput

Ternyata dibalik kebakaran Tanah Abang, renovasi sudah siap dilakukan oleh Tommy Winata, secara BOT. Kabarnya, harga jual kios sudah ditentukan oleh Tommy. Nah kita mau tahu apa sih?

Sumber :
1. Gubernur Sutiyoso/Bappeda DKI
2. walikota JakartaPusat
3. Kepala Pasar Tanah Abang Buhar Tambunan-
4. Sumber khusus
5. Anggota DPRD DKI yang tahu soal itu-
6. Pedagang pasar tanah abang-
7. Tommy Winata-

Hasil tulisan di bawah ini adalah hasil sejumlah laporan para reporter dan penulis sendiri serta riset media cetak dan internet :

Nasional
Kebakaran

Ada Tomy di ‘Tenabang’?

Konon, Tomy Winata mendapat proyek renovasi Pasar Tanah Abang senilai Rp 53 miliar. Proposalnya sudah diajukan sebelum kebakaran.

*****

SUWARTI, 47 tahun, tampak mengais-ngais sisa kain dari reruntuhan balok-balok yang menghitam di Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pemulung asal Jawa Tengah itu mencoba mengorek rezeki dari puing-puing 5.700 kios di pasar terbesar di Asia Tenggara itu.
Dari musibah kebakaran, Rabu dua pekan lalu, Suwarti dan rekan-rekannya mungkin menangguk lebih banyak penghasilan ketimbang sebelumnya. Tapi juga “pemulung besar” Tomy Winata, nantinya. Pengusaha dari Grup Artha Graha ini, kata seorang kontraktor arsitektur kepada TEMPO, sejak tiga bulan lalu sudah menyetor proposal proyek renovasi Sentra Bisnis Primer Tanah Abang senilai Rp 53 miliar ke pemerintah DKI Jakarta.
Proyek itu, menurut Wali Kota Jakarta Pusat Khosea Petra Lumbun, akan memakai lahan sekitar 100 hektare. Sentra Bisnis Primer bukan cuma akan memanfaatkan bekas kebakaran, tetapi juga membongkar kawasan permukiman di sekitarnya. Di sana akan dibangun pergudangan, hotel, pusat hiburan, kantor ekspedisi, dan kios modern. Lalu, di manna pedagang kaki lima?
Rencananya, pasar dihubungkan dengan jembatan penyeberangan tiga tingkat yang dilengkapi toko-toko. Ada pula jembatan khusus orang yang sekaligus menjadi tempat pedagang kaki lima berjualan, selain di halaman parkir seluas 1.000 meter di tengah pasar. Tapi mereka hanya boleh berjualan dari pukul 6 sore sampai tengah malam. “Mereka dilarang berjualan siang hari,” kata Khosea. Di situ, kios-kios bikinan Tomy rencananya akan dijual Rp 175 juta per meter persegi dan baru diserahkan ke Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya 20 tahun kemudian.
Tetapi Direktur Utama Pasar Jaya, Syahrial Tandjung, membantah renovasi akan dilakukan Tomy. “Memang banyak tawaran, tapi PD Pasar Jaya juga memiliki dana cadangan. Gubernur Sutiyoso menyerahkan sepenuhnya kepada PD Pasar Jaya,” katanya. Dananya berasal dari pinjaman bank dan Dana Investasi.
Tomy Winata, 45 tahun, juga menyangkal keterkaitannya dengan rencana renovasi Pasar Tanah Abang. Ia merasa belum pernah berbicara tentang hal itu. “Anda orang keenam yang telepon. Saya belum pernah bicara dengan siapa pun, baik sipil, swasta, maupun pemerintah,” katanya, geram. “Saya ini enggak makan nangkanya (tapi) dikasih getahnya. Kalau (mereka) berani ketemu muka, saya tabokin dia. Kalau ada saksi, bukti, atau data-data yang mengatakan saya deal duluan, saya kasih harta saya separuh.”
Dugaan bahwa pasar grosir itu dibakar dibantah Kepala Pasar Tanah Abang Buhar Tambunan ataupun Gubernur DKI Sutiyoso. Perusahaan Listrik Negara juga menyangkal gardu listrik PLN dalam pasar sebagai penyebab kebakaran. “Sumber kebakaran dari korsleting listrik masih abu-abu, belum jelas,” kata Margo Santoso, General Manajer PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang.
Namun, sulitnya mengajak ratusan pedagang menyetujui rencana renovasi pasar membuat dugaan kesengajaan pembakaran “masuk akal”. Bukankah kebakaran--disengaja atau tidak--akan lebih memudahkan pelaksanaan rencana itu? Dan Tomy pun kena getahnya.
“Tenabang”--sebutan ringkas orang Betawi untuk Tanah Abang--sudah menggiurkan sejak pengusaha Belanda, Justinus Vinck, membangunnya pada 1735. Beberapa tahun lalu, warga Timor Timur pimpinan Hercules--menguasai kawasan remang-remang Bongkaran--bentrok dengan kelompok Betawi dan Madura. Untung bisa didamaikan. “Kami semua ingin hidup harmonis membangun Tenabang. Ini tempat cari duit yang halal,” ujar Muhammad Yusuf Muhi (“Ucu”), Ketua Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang. Yang sulit “didamaikan” adalah hilangnya sumber pencarian 1,3 juta orang dan ludesnya hampir Rp 1 triliun dagangan.
Setelah Tenabang jadi abu, renovasi tampaknya akan lebih mulus--sekaligus bisa memercikkan “api” baru. Soalnya, proyek itu melibatkan banyak kepentingan: pedagang, pengelola, investor, dan penangguk di air butek. Karena itu, menurut Dani Anwar, anggota DPRD DKI dari Partai Keadilan, pihaknya akan memantau rencana renovasi agar kios-kiosnya tidak jatuh ke pihak yang tidak berhak. “Kalau jatuh ke pihak yang hanya mencari untung, pasti akan menyulitkan para pedagang,” ujarnya.

Ahmad Taufik, Bernarda Rurit, dan Cahyo Junaedy

Dua berita di Majalah Berita Mingguan TEMPO yang terbit 24 Februari dan 3 Maret itu, merupakan depth reporting. Bisa melangkah ke investigatif reporting, jika saya dengan tim melanjutkan kembali berita itu dengan hipotesis, memang benar Tomy Winata, sudah mengajukan proposal dengan mendapatkan proposalnya, lalu diuji kesahihan proposal itu. Lalu soal benar Pasar Tanah Abang dibakar, karena lambannya proses renovasi. Dicari pelaku pembakarnya. Lalu soal pembebasan lahan di sekitar Tanah Abang yang dilakukan preman-preman atau yang mengaku sebagai preman tanah abang, dengan biaya dari Tomy Winata atau pendukung finansialnya. Namun, saya belum sampai kesana. Saya dan TEMPO sudah diteror, sehingga belum bisa dilanjutkan.

Bagi saya ini sebuah pengalaman. Namun ada pegangan yang paling penting, apapun akhirnya seorang jurnalis akan berhadapan dengan resiko. Tapi ia tidak akan mengelabui hati nuraninya, dan masyarakat yang harus menerima informasi itu. Yaitu :
1. Fakta : Informasi, wawancara (menurut ahli komunikasi UI, Ibnu Hamad), kesaksian adalah fakta.
2. Cover both Sides : Ini adalah etika, sekaligus untuk menjaga adanya malice atau un-malice dalam peradilan yang beradab, yang menjunjung hukum yang bersih dan keadilan.
3. Tanggung Jawab Pada Masyarakat : Etika, sekaligus tugas jurnalis.

Jakarta, 26 April 2004.

Tidak ada komentar: