Senin, Mei 07, 2007

Thailand : Lari Dari Macan Diterkam Buaya

Demokrasi di negeri Gajah Putih belum bisa pulih selama masih ada hukum darurat militer. Kelompok pro demokrasi yang turut serta menumbangkan Thaksin malah menjadi korban.

Pemerintahan sementara dengan Undang-undang Darurat Militer di Thailand mulai memakan korban. Periset politik asal Indonesia, George Junus Aditjondro ditahan semalaman dan dideportasi dari negeri Gajah Putih itu akhir pekan dua minggu lalu. George yang sedianya mau menghadiri workshop periset gerakan pro demokrasi se Asia Tenggara di Pattaya, gagal tiba di tempat pertemuan itu. “Saya ditahan ditempat yang saya tak bisa menghubungi orang atau melihat apapun, lalu diterbangkan kembali sehari setelah ditahan,”ujar George.

Rabu pekan lalu George, mendatangi Kedutaan Besar Thailand di Jakarta, mempertanyakan kebijakan pemerintah Thailand yang mencegah masuk ke Thailand. “Menurut pejabat Kedubes Thailand, saya termasuk dalam daftar yang diminta pemerintah Indonesia dilarang masuk negeri itu, berdasarkan surat Maret 1998, dua bulan sebelum Suharto turun,”katanya.

Menurut Minister Counselor Kedubes Thailand, Jesda Katavetin, yang menerima rombongan George, selama surat tersebut belum ditarik pemerintah Indonesia, sebagai hubungan antar negara Asean surat itu masih berlaku. “Kami menghormati kebijakan negara anda,”ujar Jesda seperti ditirukan George. Jurubicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Desra Percaya, membantah pemerintah mengintervensi negara lain untuk menangkal George. “Dia bebas ke luar negeri, selama ini tak ada masalah,”ujarnya.

Memang sejak kudeta militer pada 19 September lalu segala aktivitas kelompok pro demokrasi di Thailand dibatasi. Pemerintah sementara, membatasi kebebasan pers, menutup lebih dari 100 radio komunitas, menerapkan sensor buat media asing seperti CNN dan BBC, serta melarang pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari lima orang. Pengajar Fakultas Komunikasi Universitas Chulanlongkorn, Doktor Ubonrat Siriyuvasak, mengkawatirkan situasi demokrasi di Thailand saat ini. Menurutnya, orang kebanyakan seperti tak peduli dengan situasi negerinya. Karena yang tampak keadaan aman terkendali. “Karena kalangan elit dan kelas menengah diuntungkan dalam situasi seperti ini,”katanya.

Rasa kawatir dengan situasi di Thailand kini juga muncur dari aktivis Reformasi Media Popular, Supinya Klangnarong. Menurut aktivis yang pernah diadili karena membongkar korupsi Thaksin dalam jual beli saham perusahaan telekomunikasi, Shin Corp, keadaan kini bagaikan lari dari macan tapi kemudian diterkam buaya. Supinya bersama Ubonrat, kini kembali harus memperjuangkan kebebasan pers yang dibungkam rezim militer. “Keterlibatan militer sudah terlalu jauh,”ujarnya.

Menurut Perdana Menteri sementara Thailand, Jenderal Surayud Chulanont, situasi politiklah yang membuat militer kembali masuk ke kancah politik praktis. “Ini memang bukan jalan yang baik bagi demokrasi. Tapi keadaan cukup menyulitkan, kalau ada dua pihak yang berantem dan membahayakan situasi negara, terpaksa kami ambil alih,”katanya.

Keterlibatan militer dalam politik, menurut Surayud, tergantung rakyat Thailand. “Saat saya sebagai komandan angkatan darat, sepengetahuan saya militer tengah bergerak menjauhi panggung politik,”ujarnya di depan Klub Koresponden Asing di Thailand pekan lalu. Surayud berjanji, setelah membentuk konstitusi baru yang demokratis dan referendum, militer segera menyerahkan kembali pemerintahan kepada sipil. “Kami akan kembalikan demokrasi dalam waktu yang tak begitu lama,”katanya.

Sementara bekas Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, tampak seperti meledek pemerintahan sementara di Bangkok. Setelah sebelumnya tampak berbelanja di Hongkong, sejak Rabu pekan lalu muncul dan mendarat di Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar Bali. Sehari setelah itu Thaksin dipergoki bermain golf di Nirwana Bali Resort. Thaksin berlibur selama seminggu di Bali untuk merayakan ulang tahun isterinya, Khunying Pojaman pekan ini. Sejumlah politikus asal partai politik Thaksin, Thai Rak Thai juga muncul dalam acara ulang tahun itu. Penasehat hukum Thaksin, Noppadol Pattama, membantah kehadiran Thaksin di Hongkong dan Bali punya agenda tersembunyi. “Terbangnya tuan Thaksin dari London ke Asia untuk menghindari udara dingin Eropa,”ujarnya.

Dari Bali Thaksin terbang menuju Perth, Australia dan Shenzen, Cina. Menurut Menteri Pertahanan Thailand, Jenderal Boonrawd Somtat, Perdana Menteri Surayud, tak mencabut paspor diplomatik Thaksin untuk menghormatinya sebagai bekas perdana menteri. “Silakan Thaksin kembali pulang. Tapi saat ini bukan waktu yang tepat. Kami memerlukan waktu yang cukup lama untuk memulihkan situasi. Mungkin setelah pemilu dan ada pemerintahan yang tetap tahun depan,”ujarnya.

Menurut Boonrawd, pemerintah kini tengah konsentrasi mengamankan situasi dalam negeri. Akibat pertikaian dua kelompok, pendukung Thaksin yang kebanyakan rakyat miskin dengan kelas menengah dan elit politik penentang bekas perdana menteri itu.

Untuk mengamankan situasi dalam negeri itulah, sejumlah kroni Thaksin ditahan. Antara lain, bekas wakil Perdana Menteri dan orang kepercayaan Thaksin, Chidchai Vanasathidya, sekretaris Perdana Menteri Prommin Lertsuridej dan dik ipar Thaksin, yang juga mengjabat sekretaris Kementerian Kehakiman, Somchai Wongsawat. Dipastikan jika Thaksin nekat masuk ke Thailand, dia akan dimasukkan ke dalam kerangkeng.

Menurut jurnalis senior dari The Nation, Pravit Rojanaphruk, situasi di Thailand setelah kudeta, merupakan prahara besar. Biar bagaimanapun keadaannya Thaksin, merupakan pemerintah yang sah berdasarkan pemilihan umum. “Junta militer adalah bukan pilihan kebanyakan rakyat Thailand. Ini pembunuhan terhadap negara,”katanya.

Sumber : Tempo, Asia Media, Bangkok Post dan TNR

Tidak ada komentar: