Amerika Serikat menolak usulan para panesehat hukum menggunakan pengadilan negaranya untuk mengadili para tahanan di Penjara Guantanamo. Karena sudah terlalu banyak pelanggaran hak asasi manusia?
Tujuh warga negara Saudi Arabia mendarat di bandar udara King Abdul Azis, Riyadh dengan pesawat khusus milik kerajaan. Majid Aidha Al Qurashi, Majid Abdullah Al Harbi, Mohammad Abdullah Al Harbi, Faisal Saleh Naser, Rashed Awad Al Ghamdi, Naser Mizyad Al Subaie dan Majid Abdullah Al Joudi, ketujuh orang itu, langsung diperiksa seluruh kesehatannya. Pemerintah Saudi langsung memberikan tiket dan hotel gratis untuk istirahat dan bertemu orang-orang yang mereka cintai.
Majid dan kawan-kawan, memang orang-orang istimewa, mereka baru saja bebas dari tahanan yang saat ini paling mengerikan di dunia, Pantai Guantanamo, Kuba. “Kami puas dan salut dengan kerjasama yang ditunjukkan pemerintah Amerika Serikat,”ujar Menteri Dalam Negeri Saudi Arabia, Pangeran Naif bin Abdul Azis kepada Gulf News.
Pemerintah Saudi berharap AS membebaskan warga negara penjaga dua tanah haram lainnya. “Kami berharap 75 orang lainnya yang masih ditahan di Penjara Guantanamo dibebaskan,”ujar pengacara kerajaan Saudi, Katib al-Shammari. Warga negara Saudi tersebut merupakan bagian dari 490 tahanan Guantanamo, dari 40 negara yang ditangkap pasukan AS di Afghanistan.
Tanpa proses peradilan, militer AS menahan tersangka “teroris” di penjara yang mulai dibuka pada Januari 2002 itu. Di Gitmo, begitu pangkalan Angkatan Laut AS biasa disebut, para tahanan itu diperlakukan secara kejam dan tak beradab saat diinterogasi. Bahkan dalam sebuah rekaman video yang beredar, diduga serdadu AS, menusuk dan memotong kepala seorang tahanan dalam keadaan terikat kaki serta tangannya. Korban tampak menggelepar-gelepar seperti binatang yang kehabisan darah, kepalanyapun di lepas dari badan.
Banyak kisah seram dan mengganggu rasa peri kemanusiaan yang sudah ditulis dan diceritakan para tahanan yang sudah keluar dari Gitmo. Sejumlah lembaga perjuangan hak asasi manusia melaporkan kejadian yang tak manusiawi itu. Kekejaman dan tanpa proses peradilan terhadap para tahanan Guantanamo itu juga mengusik sekelompok pengacara asal Amerika Serikat. Salah seorang diantaranya, Joshua Colangelo-Bryant dari kantor pengacara Dorsey and Whitney LLP, New York, yang ikut memperjuangkan agar para tahanan itu diadili terlebih dahulu di pengadilan AS. Sayangnya, perjuangan gerakan “kembali ke hukum” kandas.
Selasa pekan lalu Pengadilan Banding AS menolak gugatan para tahanan Guantanamo untuk mengunakan peradilan sipil kampung Abang Sam sebagai tempat proses hukumnya. Pengadilan mendukung Presiden George Walker Bush memakai peradilan militer dan hukum anti terorisme untuk menjerat pelaku teror. “ Pengadilan federal tak punya kewenangan untuk memproses kasus seperti ini,”ujar Hakim A. Raymon Randolph.
Bahkan Kongres AS juga mendukung gagasan Presiden Bush menggunakan peradilan militer untuk mengadili para tersangka “tentara musuh” yang kini ditahan di Guantanamo. Dengan kedudukan suara dua banding satu anggota kongres memenangkan usulan Bush.
Presiden Bush Kamis dua pekan lalu mengeluarkan surat perintah pelaksanaan pengadilan militer pertama untuk tiga tersangka. Gedung Putih secara resmi menetapkan berdirinya komisi militer yang akan mengadili mereka yang ditahan dalam penjara Amerika di Guantanamo. Kolonel Morris Davis, ketua jaksa penuntut untuk komisi militer tersebut, awal bulan lalu mengumumkan dakwaan terhadap : David Hicks, pelatih ternak Australia yang ditangkap di Afganistan; Salim Hamdan, orang Yaman yang dituduh menjadi pengemudi Usamah bin Ladin; dan Omar Ahmed Khadr, remaja Kanada yang usianya 15 tahun ketika ditangkap di Afganistan.
Pengadilan militer akan memakai panduan baru yang dibikin Departemen Pertahanan untuk pengadilan khusus di Guantanamo. Dalam buku petunjuk setebal 238 halaman itu, salah satunya menetapkan bahwa desas-desus dan informasi yang diperoleh secara paksa dapat diajukan sebagai bukti jika hakim militer menimbangnya dapat dipercaya. Orang yang terbukti bersalah dapat dieksekusi atas perintah Presiden Amerika. “prinsip habeas corpus- didengar keterangannya lebih dahulu- bisa diabaikan dalam kasus terorisme seperti ini,”ujar hakim Judith Rogers.
sources ; Tempo, Reuters, Christian Science Monitor, dan Human Rights First
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
1 komentar:
org kita aneh, sedang mencari,memperjuangkan atau ikut2an HAM.
Bukankah pejuang HAM kita meninggal di alam Demokrasi.
Kita mengusir penjajah tp mengambil hukum2 KUHP warisan penjajah.
Kita meminta kemana keadilan HAM & Demokrasi? sementara AS lah kampiun Demokrasi sekarang.
Masihkah percaya pada HAM dan DEMOCRAZY???
Padahal itu buatan "mereka" sementara kalian tau kebejatan "mereka"!!!
"Siapakah yang lebih baik hukumnya selain hukum Allah bagi orang2 yang yakin."
Kalo dikira Allah & Rasulnya tidak adil, lantas siapkah yang lebih adil daripada keduanya???
Posting Komentar