Senin, Mei 07, 2007

Bom Nuklir

Indonesia Perlu Bom Nuklir?

Iklan pelayanan masyarakat tentang perlunya memanfaatkan tenaga nuklir untuk pembangkit listrik atau keperluan sipil lainnya belakangan ini lancar dikampanyekan di televisi. Dalam advertensi itu tampak pelawak Gogon yang semula menentang penggunaaan tenaga nuklir akhirnya menerima setelah diterangkan penyanyi Dewi Yull dan petugas Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Bahkan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Indonesia, Kusmayanto Kadiman kepada pers menyatakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mendukung pembangunan reaktor nuklir sipil sebagai politik nasional negara. Serta berniat akan membangun reaktor nuklir ini hingga tahun 2010. Menurut Menristek reaktor nuklir di Indonesia akan beroperasi pada tahun 2016. Bahkan pekan lalu di Jakarta diadakan petemuan negara-negara pengguna bahan nuklir untuk kepentingan sipil.

Iklan layanan masyarakat, pernyataan Menristek dan niat Presiden Yudhoyono kini justru berbanding terbalik dengan dukungan pemerintah Indonesia terhadap resolusi 1747, yang memberi sanksi terhadap Iran karena membangun reaktor nuklir untuk kepentingan negrinya. Bahkan asumsinya, pemerintah Indonesia yakin bahan nuklir di Iran untuk senjata (kepentingan perang). Walaupun pemerintah Iran berkali-kali menyatakan nuklir digunakan untuk kepentingan sipil, pembangkit tenaga listrik.

Memang sih, sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan belum ada sebuah PLTN yang dapat dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat.

Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai pada tahun 1956. Setelah beberapa seminar dan workshop yang diadakan beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Lalu ide tersebut diwujudkan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN) oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada 1972. Setelah itu diputuskan PLTN akan dikembangkan di Indonesia, dengan menunjuk lima tempat yang potensial untuk pembangunan PLTN.

Namun tak mudah membangunnya, walaupun tapaknya sudah ditunjuk di Ujung Lemah Abang dan Semenanjung Muria, Jawa Tengah. pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun 1978 dengan bantuan Pemerintah Itali. Lalu pada 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic Energy Agency (IAEA), Pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International, Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN.

Pada bulan Agustus 1991, menurut situs milik Batan, sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7.000 MWe. Pada saat Menteri Ristek dijabat Hatta Rajasa, bahkan penandatanganan kerjasama dengan Korea Selatan ditandatangani di kantor pusat IAEA, Wina Austria.

Walaupun semua tahap sudah jelas, tapi hambatan masih tetap saja ada. Kendalanya mulai dari dana, soal pembebasan lahan dan penentangan sejumlah kelompok anti nuklir. Bahkan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) pernah menentang dengan cara akan berpuasa dan duduk bersama-sama pengikutnya di kawasan yang rencananya di bangun PLTN itu.

Memang kalau melihat kebutuhan akan listrik sepertinya kita perlu tenaga nuklir yang lebih cepat dan besar kekuataannya. Walaupun pembangkit listrik tenaga lain yang banyak sumbernya, seperti air, gas, uap, angin,dan surya belum dimaksimaliasi, Tentu nampaknya perlunya penggunaan nuklir tak lepas dari proyek yang pasti dan menguntungkan banyak pihak.

Namun, jika mengingat Indonesia yang rawan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang dan lain sebagainya, bahaya pembangkit tenaga nuklir akan sangat membahayakan kehidupan masyarakat Indonesia, terutama yang berada di sekitar daerah tempat PLTN itu berada, sampai radius yang cukup jauh. Apalagi petugas kita juga cenderung ceroboh dan tak bertangung jawab terhadap pekerjaannya. Lihat saja kasus Lumpur Lapindo, akibat kesalahan teknis berakibat cukup besar, apalagi jika kesalahan terjadi pada pengunaan nuklir, bisa dibayangkan.

Rusia saja tak pernah mengumumkan secara jelas, kecelakaan chernobhyl, walaupun lawannya AS sudah memasok informasi tentang kecelakaan itu. Bahkan Washington DC yang juga pernah mengalami kecelakaan nuklir tak pernah menginformasikan secara jelas dampak kecelakaan itu. Belum lagi negara-negara yang tak melaporkan kecelakaan-kecelakaan proyek-proyek nuklirnya. Sampai kini tak ada data yang jelas.

Nah, jika di Indonesia dibangun pembangkit listrik tenaga nuklir, bukan tidak mungkin kecelekaan dan bencana besar bisa terjadi. Mengingat wilayah Indonesia termasuk rawan berbagai bencana. Masih banyak, sumber tenaga lain yang bisa digunakan, antara lain, air, surya ataupun angin.

Jadi bagi Indonesia saat ini bukan "proyek" pembangkit tenaga nuklir, yang dibutuhkan Indonesia kini justru adalah bom nuklir. Agar Indonesia tidak ditindas dan ditakuti-takuti negara-negara pemilik bom nuklir.

Karena sampai sekarang tak ada disiplin pelarangan penggunaan bom nuklir. Selain itu juga terjadi diskriminasi kepemilikan bom nuklir. Jika diskriminasi masih terjadi tak ada salahnya Indonesia juga membuat bom nuklir. Pembuatan bom nuklir juga tak menggunakan biaya besar, cuma perlu sejumlah plutonium dan uranium. Sebuah negara juga tak perlu memiliki itu cukup membeli ke negara-negara yang memiliki barang tambang tersebut.

Karena itu belum tentu negara tetangga kita ; Singapura, Malaysia, Thailand atau Australia tak punya bom nuklir. Karena laporan kepada IAEA (badan tenaga nuklir dunia) juga bisa saja tak transaparan serta disembunyikan kepemilikan bahan-bahan nuklir. Seperti halnya, di Timur Tengah, Israel bebas memiliki bahan-bahan pembuat bom nuklir. Sedangkan negara-negara di kawasan itu, seperti Iran misalnya, langsung terkena sanksi. Walaupun, pengakuan negeri pimpinan Presiden Ahmadinejad itu hanya menggunakan nuklir untuk program sipil, bukan senjata untuk menyerang orang lain. Who's know?

Ahmad Taufik
Ketua Umum Garda Kemerdekaan

Tidak ada komentar: