Setelah melepas lelah, karena menikmati kehidupan malam di Legian, Bali, tidur terasa nikmat. Memang kenikmatan baru terasa setelah merasakan kelelahan. Lelah karena kerja atau keriaan.
Menikmati Sanur Beach Hotel, berenang, mengobrol, main di laut dan sauna, pantas kita nikmati sesekali. Temen-temen harus cek-out, dan terbang ke ibukota, Jakarta. Dengan mobil sewaan, mereka mampir di Titiles, sebuah toko penganan yang menjual bahan-bahan daging dalam kemasan, seperti abon, dendeng dan sosis. Jenisnya pun bermacam-macam, mulai dari ikan, sapi, ayam sampai babi. Aku hanya ikut, ke Denpasar, mau menjenguk sepupu yang tinggal di ibukota Pula Bali.
Selesai belanja di toko yang memelihara lima singa dan seekor harimau Jawa, aku masih ikut mobil sewaan itu. Sambil mengingat-ingat jalan-jalan di Denpasar, akhirnya ku putuskan berhenti di perlimaan (klo di Bandung disebut prapatan lima, lucu ya). Tepatnya, di ujung Jalan Teuku Umar dan Jln. Imam Bonjol, aku berjalan sedikit. Bali sulit sekali mencari angkutan umum (angkot),
Ku temui tiga mobil angkutan umum suzuki 1000, warna krem muda. Kosong, tak ada penumpang. Mereka menawariku untuk naik. "Ubung,"katanya. Aku menggeleng, "gak, mau ke Gajah Mada." Kataku menyebut nama jalan.
"O, langsung aja pak!"
"Saya mau ke jalan Arjuna,"kataku.
"Boleh."
"Berapa?"
"Lima belas ribu."
"Sepuluh aja."
"Hooh!"katanya.
Aku naik sendiri di kursi depan dekat sopir. Sang sopir masih muda, tanganya penuh tatoo, juga di dahi yang dututpi topi. Seperti biasa, di depan sopir ada bunga, sembahan, tanda syukur pada sang hyang.
"Kok, sepi?"
"Ya, beginilah, sekarang sepi orang lebih banyak orang naik motor, jarang yang naik angkot,"katanya. Dulu memang kendaraan umum antara Kereneng (tengah kota dekat jalan Diponegoro) dan Ubung (terminal bis), masih bemo. Dulu aku sering naik kendaraan itu saat di Denpasar.
Pas di depan pom bensin, sopir itu berbelok. "Isi dulu ya pak?" Dia mengambil dua lembar uang sepuluh ribuan lecek yang ada di atas dashbor. "Ya, dapet segini cuma bisa beli bensin."katanya. Ada lagi uang seribu rupia lecek juga tergolek tak jauh dari daun sesembahan.
"Penumpang sepi, bensin naik, berat,"ujarnya.
"sehari bawa pulang berapa?"
"Paling cuma enam ribu rupiah."
"Belum kawin ya?"
"Wah, boro-boro untuk kawin atau untuk keluarga, hidup sendiri saja susah,"katanya.
Denpasar, 30 November 2008
Ahmad Taufik
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar