Jumat, Mei 23, 2008

Profesor Susan Shu-wen Tai : Mendeteksi Lebih Dini

Angka resmi tiap tahun menunjukkan sekitar 800 ribu orang di Indonesia menderita berbagai jenis kanker. Taipan pendiri Lippo Grup, Mochtar Riady, memboyong seorang perempuan asal Taiwan, Susan Shu-wen Tai, mengepalai sebuah lembaga yang menggunakan nama konglomerat itu, Mochtar Riady Institute for Nanotechnology. “Penggunaan nama saya itu agar anak cucu saya nanti tidak menutup pusat riset itu, karena dianggap tak menguntungkan,”kelakar Mochtar saat mendampingi profesor asal Leeds University, Inggris, Rabu pekan lalu di lantai 17 Hotel Aryaduta, Jakarta.

Pertemuan Mochtar dengan Profesor Susan berawal dari kunjungannya ke Shanghai, Cina pada 2006. Saat itu Mochtar bersama Profesor Yohanes Surya—salah seorang pendiri pusat riset Nano Mochtar, mencari perabotan buat laboratorium. Bertemulah dengan Susan, penjual mikroskop merk Philips. Kepada Mochtar, Susan justru melarang membeli produk dagangannya. “Saya heran dia penjual, saya mau beli malah gak boleh,”katanya.

Kesan kejujuran dan kecerdasan Susan itu membekas dalam diri Ketua Majelis Wali Amanat Mahasiswa Universitas Indonesia. “Sekalian saja saya tawarkan memimpin proyek riset Nanotechnology di Indonesia,”ujar ayah James Riady. Akhirnya Doktor dari Univeritas Berkeley, Kalifornia, Amerika Serikat itu boyongan memimpin proyek riset termutakhir di Indonesia. “Saya ingin berkontribusi membantu rakyat Indonesia di bidang teknologi dan kesehatan,”katanya.

Pekan ini bertepatan dengan ulang tahun taipan kelahiran Malang, Jawa Timur ke-79, sejumlah ahli kanker dan nanotechnology dari mancanegara diundang Profesor Susan ke Karawaci, Banten, untuk pembukaan pusat riset nanotechnology dan simposium riset kanker. Siang itu perempuan cantik yang mengenakan gaun serba putih dengan blazer rajutan merah muda memberikan wawancara terbatas pada sejumlah jurnalis, termasuk Tempo. Tata bahasa Inggrisnya sempurna, walaupun tetap terasa aksen tiongkoknya saat akhir kalimat, ha. Di bawah ini petikan wawancaranya :

Kenapa Nanotechnology?
Nanotechnology adalah studi fungsi unit paling kecil dari suatu benda, dan unit terkecil di dalam sebuah sel plasma pembawa sifat (gene). Teknologi itu juga menyediakan semua informasi mengenai gen yang berkembang dalam tubuh manusia.

Dimana kedudukan pusat riset ini di Indonesia?
Riset pengembangan teknologi nano ini tak begitu banyak di dunia, di Asia, hanya ada di Singapura, Cina dan kini di Indonesia.

Apa gunanya bagi Indonesia?
Dengan populasi 220 juta orang, Indonesia tentu saja ada gangguan yang serius dengan kesehatan masyarakat, terutama kanker, yang menjadi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia. Angka resmi ada 800 ribu orang terkena berbagai variasi kanker tiap tahun. Nah, diagnosa dini dan pengobatan yang efektiv diperlukan untuk mengawasi penyebarannya. Disinilah Riset kanker dibutuhkan untuk berbagai aspek penting, termasuk mengetahui pola gen kanker yang masih belum diketemukan.

Apa fokus yang akan diteliti?
Lembaga ini dan lembaga riset kanker yang akan dibuka pada Juni tahun depan (2009) awalnya akan fokus pada studi kanker hati (Hepatocellular carcinoma, HCC). Kanker ini selalu berkembang mengikuti virus hepatitis yang sangat umum terjadi di Indonesia. Jika seseorang terinfeksi virus hepatitis B dan atau C, dia juga berpotensi resiko penyakit hati yang lebih berat.
Dengan pendekatan sains (nanotechnology) dapat diprediksi jika gen pembuat virus tersebut ditemukan lebih awal, dapat dicegah berkembangnya dalam tubuh pasien kanker hati menjadi penyakit hati yang lebih berat. Pola gen pasien dapat membantu dokter untuk menduga tingkat penyakit itu, dan mengobatinya dengan tepat. Selain kanker hati pusat riset ini nantinya akan mempelajari kanker usus, payudara, otak dan lainnya.

Berguna bagi Ilmuwan Indonesia?
Saat ini ada tujuh orang Indonesia yang bekerja bersama saya. Diharapkan selain, ahli-ahli kanker Indonesia yang bekerja di luar negeri kembali ke Indonesia, tiap tahun setelah pusat riset kanker dan nanotechnology berjalan menghasilkan lima ribu dokter dalam bidang ini. Dokter kanker yang mengetahui konsep nano teknologi.

(dimuat di Majalah TEMPO)

Tidak ada komentar: