Kamis, April 24, 2008

Kekayaan yang Dirampas

Saat saya masih kecil saya, nenek saya selalu bercerita tentang masa jaman pendudukan Jepang di Indonesia. Ceritanyanya begini ; pada sekitar tahun 1945, menjelang kemerdekaan Indonesia, tiap hari selalu terdengar suara sirene. Lalu serdadu Jepang yang mengaku sebagai ‘saudara tua’ Bangsa Asia, setelah suara sirene melalui pengeras suara yang dipasang dibanyak tempat selalu berteriak ‘’musuh kehoo’’ yang artinya musuh datang. Saat itulah semua rakyat Indonesia yang berada di atas bumi harus berlindung di lubang-lubang perlindungan yang sudah dibangun.

Setelah beberapa kali sirene, teriakan dan perintah masuk lubang perlindungan, nenek saya jadi penasaran, apa yang tengah terjadi di atas bumi. Suatu waktu, ketika sirene, teriakan dan perintah masuk lubang terjadi, nenek saya berusaha keluar dari lubang perlindungan dan melihat apa yang terjadi di luar lubang itu. Ternyata saat orang masuk dalam lubang perlindungan, para serdadu Jepang itu mengangkuti panci (peralatan masak) dan berbagai benda-benda yang terbuat dari logam, bahkan mereka juga mengangkuti rel kereta api ke dalam truk-truk yang sudah disediakan.

Dari hal di atas menunjukkan para penjajah akan mengeruk kekayaan suatu negeri yang didudukinya. Seperti Jepang di pertengahan tahun 1940-an dan juga Belanda yang 350 tahun menduduki Indonesia. Kabarnya negeri kincir angin di Eropa itu dibangun dari kekayaan Indonesia yang didudukinya selama tiga setengah abad itu. Tak heran kalau para penjajah itu tak mau pergi dari negeri yang kaya ini. Sampai kinipun mereka masih melakukan perampasan kekayaan negeri-negeri yang dianggapnya ‘lemah’ dan tergantung dalam bentuk lain.

Banyak kekayaan dan benda-benda bersejarah di Indonesia kini berada di negara-negara lain di Eropa, Amerika Serikat atau di Jepang. Tak hanya itu pada awal 1980-an Indonesia menjadi salah satu sasaran perburuhan harta karun, selain Burma, Malaysia, Thailand dan Kamboja. Menurut Pejabat Riset dan Sumber Daya Alam, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan Indonesia, ada 487 titik sasaran harta karun yang terpendam dalam laut di perairan Indonesia, antara lain ; 37 titik di selat Malaka, 17 di perairan Riau, 134 di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, 88 di Irian Jaya (Papua), 36 di Maluku dan di tempat lainnya.

Setiap titik harta terpendam itu diduga minimal bernilai 125 juta US Dolar. Namun hanya sedikit yang diperoleh negeri tempat harta karun itu berada. Misalnya, pengangkatan kapal Flor de la Mar sebuah Kapal Portugis yang tenggelam di antara perairan Riau dan Sabang (Aceh), hanya menghasilkan masukan ke kas negara sebesar Rp 4 milyar dari Rp 57 Trilyun yang diperolehnya. Kapal sial milik Portugis berbobot 700 ton itu membawa 60 ton perhiasan emas dan permata, hasil dari pampasan perang di negara jajahan di Asia, harta Kerajaan Melaka dan harta pedagang kaya. Masih banyak kapal-kapal milik para penjajah yang menjarah harta-harta negeri jajahan yang tenggelam diterpa badai kini menjadi sasaran pemburu-pemburu harta dari Eropa.

Seperti yang terjadi pada November tahun lalu di Balai Lelang Nagel, Stuttgart Jerman ribuan benda berharga tengah dipajang siap dipasarkan. Ini menimbulkan kehebohan, Pemerintah Indonesia menuntut benda-benda yang dipajang itu dikembalikan ke Indonesia. Karena benda-benda itu diambil dari perairan di wilayah Indonesia. Memang benda-benda berupa keramik dan lempengan emas itu berasal dari Kapal Tek Sing- Kapal Cina yang tenggelam pada awal 1822 di Selat Gelasa, antara pulau Sumatera dan Singapura, dan kini masuk dalam wilayah Perairan Riau, Indonesia.

Tuntutan pemerintah Indonesia terhadap barang berharga itu, karena tak ada uang sesenpun yang masuk ke kas negara dari benda-benda berharga yang diambil di dalam wilayah Indonesia. Belakangan ketahuan ternyata Michael Hatcher, pemburu harta karun dari Inggris bekerja sama dengan pejabat militer, pejabat negara dan keluarga dari rezim Soeharto mengambil harta karun bernilai jutaan dolar Amerika Serikat itu.

Memang para pemburu harta karun, maupun para penyelundup benda-benda berharga milik suatu negara kerap bekerjasama dengan pejabat atau birokrasi pemerintah. Mereka dengan mudah bekerjasama, karena para pejabat itu korupsi, maka kalaupun ada hasil dari harta karun atau benda berharga lainnya, tak pernah masuk ke dalam kas negara. Selain di Indonesia, di negara tetangga, Philipina, misalnya ada seorang Dennis Austin Standefer warga Amerika Serikat, berhasil mengantungi izin dari Presiden Fidel Ramos untuk mengangkuti harta terpendam negeri itu. Tapi, seperti juga di Indonesia, negara tak mendapat manfaat dari semua itu.

Nah, sekarang di negara-negara Asia yang sering menjadi sasaran para pemburu harta karun, maupun para pencuri benda-benda berharga patut bekerja sama. Kalau perlu membuat suatu traktat bersama negara-negara Asia, agar para negara-negara yang dulu pernah menjajah suatu negeri di Asia dilarang mengambil harta-harta terpendam di wilayah tersebut. Selain membuat suatu traktat bersama, sebaiknya membentuk suatu badan pengawasan harta-harta terpendam dan berharga milik negara yang berinduk di United Nation. Badan pengawasan itu bisa melakukan ganjaran hukuman pada negara-negara bekas penjajah yang mengambil kembali harta-harta bekas jajahan di negeri koloninya dulu. Ini maksudnya, agar negara-negara tersebut tidak bertindak sewenang-wenang. Sedangkan para koruptor di dalam negeri yang bekerjasama dengan para pencari harta karun itu harus dihukum berat dan dinyatakan sebagai pengkhianat negara. Jangan ada lagi harta-harta dari kapal-kapal seperti Flor de la Mar, Tek Sing, Geldermalsen atau The Nanking Cargo yang diambil secara sewenang-wenang, penjajahan yang masih berlanjut hingga kini harus segera diakhiri. Seperti dalam pembukaan dalam konstitusi Indonesia ; penjajahan di muka bumi harus dihapuskan. Merdeka!

Jakarta, 18 th May 2001
Ahmad Taufik
Journalist from TEMPO Weekly News Magazine, Jakarta, Indonesia.

Tidak ada komentar: