Apa yang dilakukan Soeharto 24 jam sebelum sidang peradilan? Minum teh, makan ubi madu dan mendengarkan burung tekukur
Keheningan malam pecah dengan teriakan ‘’Allahu Akbar!’’ berkali-kali. Waktu baru menunjukkan pukul 02.30 Kamis dinihari pekan lalu, saat sekitar 30 orang berpakaian putih-putih dan mengenakan sorban datang dari arah Jalan Tanjung dan langsung ke depan gerbang rumah Soeharto yang terkunci rapat. Rombongan yang menamakan diri Front Antikomunis dan Cinta Tanah Air ini berhenti, seorang diantaranya keluar dari barisan itu berbicara dengan penjaga rumah Soeharto.
Setengah jam kemudian, pintu gerbang dibuka dan rombongan itu melangkah ke halaman rumah Jalan Cendana No.6 itu. “Kami mau berdo’a untuk beliau,” kata salah seorang diantaranya. Selama 10 menit kelompok itu mengangkat kedua belah tangannya ke arah langit. Lalu takbir, ‘’Allahu Akbar!’’ Seorang tampil ke depan menghadap ke rumah itu dan berpidato. Isinya mengutuk orang-orang yang berniat mengadili bekas orang nomor satu itu. Ia juga mengutuk para jaksa dan hakim. Setelah itu, dengan tertib mereka melangkah ke luar pagar dan berjalan kaki ke arah Jalan Tanjung, pintu gerbang bercat hijau ditutup kembali. Heningpun kembali menyergap.
Memang selama 24 jam sebelum Soeharto diadili tak ada sesuatu yang istimewa di kediamannya. Sejak Rabu siang TEMPO berada di tempat itu hanya ada satu mobil Toyota Kijang di seberang rumahnya. Itupun pergi dan tak pernah kembali. Ketika TEMPO mendekati halaman rumah itu, dua orang penjaga rumah bersafari coklat tua beranjak perlahan. ‘’Wartawan, ya, pak?’’katanya,’’ “Bapak di dalam, sedang makan siang.”
Setelah berbincang sesaat ketahuan, siang itu ada tamu. “Hanya ada Pak Kiai di dalam,” katanya. Yang dimaksud adalah Kiai Mashuri. Tak jelas dari mana. Sampai menjelang malam kawasan itu sepi. Di bundaran Jalan Tanjung – Cendana, tampak dua tentara duduk di trotoar, seorang beranjak pergi saat didekati. Hingga gelap datang hanya ada tukang sate, nasi goreng dan beberapa mobil melintasi kawasan itu.
Menjelang tengah malam sejumlah pria berbadan tegap dilengkapi radio komunikasi yang nongol dari saku celananya berjaga-jaga di Jalan Suwiryo. Di mulut jalan Yusuf Adiwinata sejumlah pria duduk-duduk di bangku panjang dekat kios rokok. Bicaranya lamat-lamat, tentang bus yang meledak 3 jam yang lalu di Jalan Margasatwa, 500 meter dari gedung Departemen Pertanian. Sampai habis azan subuh tak ada peristiwa lain kecuali 30 orang pria bersorban di atas.
Pukul 05.30 pagi, para wartawan media cetak dan elektronik dalam dan luar negeri mulai berdatangan memenuhi depan pintu gerbang rumah bekas diktator orde baru itu. Otto Cornelis Kaligis, salah seorang pengacara Soeharto datang pukul 07.10, tak lama kemudian mobil VW biru Juan Felix Tampubolon memasuki pintu gerbang. Keluar dari mobil mendekati pagar dan berbicara di depan para jurnalis, ‘’sejak pukul 07.00 Pak Harto diperiksa oleh tim medis yang terdiri dari 23 dokter ahli. Jadi tidaknya berangkat ke persidangan, baru akan ditentukan setelah pemeriksaan ini.’’
Dua puluh menit kemudian 4 motor voorijder dan dua mobil patroli polisi masuk ke halaman rumah Soeharto. ‘’Kami diperintah untuk mengawal Soeharto ke tempat persidangan,’’kata Sersan Mayor Polisi G.Sunaryo. Tak lama kemudian berdatangan para pengacara Soeharto lainnya. Pukul 08.28 tiga kendaraan KIA Carnival keluar dari garasi samping kanan rumah itu. Tampubolon yang duduk di depan salah satu mobil itu berteriak-teriak,’’pengadilan…pengadilan.’’ Para wartawan berusaha melongok ke dalam mobil yang berkaca perak, memantul dan tak tembus pandang. Tak ada apa-apa. ‘’Pak Harto tidak ikut, sedang berbaring di tempat tidur,’’kata seorang penjaga berbisik. Memang, kendaraan patroli polisi tak beranjak dari tempatnya.
Apa yang dilakukan Soeharto?Menurut sekretaris pribadinya, Anton Tabah, kegiatan Soeharto tiap hari sudah terjadual. Bangun pukul 04.30, berkumur, shalat dan minum setengah gelas air putih. Lalu tidur lagi hingga pukul 08.00. dan keluar kamar menuju ke teras belakang rumah. Duduk di kursi malas, di atas meja kecil di sampingnya tersedia segelas air teh manis. Camilannya sepiring ubi madu dari Cilembu, atau pisang rebus atau jagung rebus. Sambil mengunyah makanan Soeharto mendengarkan suara burung tekukurnya yang kabarnya bisa menirukan 19 jenis suara. Tak ada yang mengganggunya. Kecuali para mubalig, seperti KH Maftuh Ihsan dari MUI, Kiai Mashuri atau Zainuddin MZ yang datang sekitar pukul 10 pagi.
Bisa dipastikan tak ada pemeriksaan medis 23 dokter ahli pagi itu. Kecuali dokter itu memang sudah tinggal di dalam rumah itu selama 24 jam penuh. ‘’Tubuh Pak Harto kini lebih berisi dibandingkan saat diperiksa di Kejaksaan Agung dulu. Wajahnya, tak lagi sepucat mayat,”kata Anton. Inilah tipu-tipu cara rezim orde baru, saat kamera televisi, wartawan, ribuan masyarakat menunggu di Auditorium Departemen Pertanian dan jutaan mata pemirsa di seluruh nusantara, Soeharto justru asyik menikmati ubi madunya sambil mendengar tekukur. Kluk..krrruk!
Ahmad Taufik, Tomi Lebang dan Darmawan Sepriyossa (pernah dimuat Malajah Tempo)
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar