Pulau Mallorca (baca Majorca) memang berada di dalam wilayah Spanyol. Letaknya berada di Laut Tengah berjarak 248 kilometer dari Kota Barcelona dengan menyeberangi lautan. Pulau boleh milik Spanyol, namun Pulau itu begitu terkenal di Jerman.
Saat Aku berada di Koln, Jerman setiap biro perjalanan (Reiseburo) pasti menawarkan paket perjalanan ke pulau itu. Untuk dua hari akhir pekan (weekend) taripnya paling murah 499 Deutsche Mark (DM) menginap di Hotel Olimpo di kawasan El Arenal, Playa de Palma (Pantai Palma de Mallorca). Namun kalau anda mau jalan sendiri kantor biro perjalanan juga menawarkan tiket Pergi Pulang ke Pulau itu dengan harga yang bervariasi mulai dari 328 DM sampai 368 DM, tergantung hari pesanannya dan tempat berangkatnya.
Beberapa biro perjalanan yang kudatangi untuk mendapatkan pengetahuan tentang harga untuk bisa sampai ke Pulau itu. Setiap biro perjalanan yang dimasuki begitu peduli pada konsumen. Saat masuk kantor itu, mereka langsung menawarkan tempat duduk khusus dan bertanya apa yang diinginkan. Ketika bertanya-tanya soal harga tiket pesawat ke pulau itu, mereka bertanya kapan akan berangkat dan kapan akan pulang. Konsumen tinggal menawarkan beberapa alternatif ia pun menghitung-hitung biaya yang harus dikeluarkan dan menunjukkan hasil beserta jam terbang pesawat tersebut.
Saya yang masih ragu-ragu akan pergi ke tempat itu dalam waktu yang sempit. Hanya mengambil brosur dan mencatat hasil hitung-hitungan pegawai biro perjalanan itu. ‘’Saya akan menelepon anda, kalau saya mau pergi,’’kata saya basa-basi.
‘’Tidak usah, anda langsung saja ke sini,’’kata Rita Zarbock dari Biro Perjalanan Hapag-Lloyd di KomodienstraBe Koln, yang berseberangan dengan Hauptbanhof (stasiun kereta api) Akhirnya saya hanya mengambil beberapa pamflet informasi tentang Pulau itu, tentu saja yang tercantum dalam lembaran iklan itu hotel-hotel berbintang (minimal berbintang tiga) yang tak terjangkau kantong yang ketat.
Kebetulan konferensi yang saya hadiri berakhir pukul 16.00 sore waktu setempat, hari itu di Kota.Koln masih panas terang benderang. Setelah beres-beres barang di Hotel, mengemas pakaian ke dalam tas koper. Memasukkan dua potong pakaian santai, buku ‘majic’ yang berisi percakapan tujuh bahasa di dunia dan buku-buku novel Pramoedya Anantatoer sebagai kawan perjalanan dalam ransel. Koper yang sudah dikemas saya tinggalkan di Hotel am Chlodwigplatz tempat saya menginap selama tiga hari. Dengan ransel di pundak Saya menghubungi Reiseburo yang tak jauh dari Hotel, bertanya soal pesawat yang ada hari ini. Sayangya pegawai biro perjalanan itu menyatakan tiket pesawat hari ini sudah tutup, karena pesawat hanya tinggal satu tiga perempat jam lagi mau berangkat.
Dengan niat yang sudah bulat saya langsung saja pergi menuju ke Flughaven Koln/Bonn- (Airport Koln), karena asal naik bus karena terburu-buru saya salah mengambil jurusan bus itu. Namun setelah berganti trem listrik saya sampai juga ke tempat bis menuju airport.
Bus nomor 107 menuju airport berangkat setiap 20 menit, datang tepat pada waktunya lima menit setelah saya menunggu. Tiket bus ke Lapangan Udara Koln dibayar di atas bus seharga 9,10 DM. Duduk nyaman setelah melewati jalan menuju ke luar kota-seperti jalan tol jagorawi, hanya dalam 20 menit sampai di Flughaven. Saya bingung tak tahu turun dimana. Akhirnya saya putuskan turun di terminal satu, dimana kebanyakan penumpang turun di tempat itu, dan ternyata salah. Seharusnya saya turun di terminal dua, terminal keberangkatan menuju luar Jerman. Setelah melihat jadual keberangkatan pesawat menuju Mallorca di televisi, saya tahu pesawat berangkat 25 menit lagi.
Dengan terburu-buru saya menuju terminal dua mencari-cari pesawat yang akan membawa saya ke Mallorca di Spanyol, terbayang tarian latin yang panas dan tubuh-tubuh telanjang di pantai. Saya bertanya-tanya pada pusat informasi di airport, mereka menunjuk pesawat Air Berlin dan Condor yang bisa membawa saya ke sana. Dari daftar jadual saya lihat desk nomor 21 satu untuk Check in Air Berlin menuju Mallorca, hanya tinggal 3 orang. Saya bertanya tempat penjual tiket. Petugas chek in menunjuk arah lantai satu. Setelah sedikit bingung melihat banyaknya gerai di lantai satu, saya hanya melihat tulisan last minute, saya yakin disitulah bisa beli tiket di dalam waktu yang sempit itu. Setelah menunggu dengan sabar sepasang anak manusia yang sedang dilayani , saya bertanya soal tiket ke Mallorca, lalu ia menelepon sana sini, untuk memastikan adanya tempat buat saya. Ternyata masih ada.
Perempuan itu nampak grogi, karena waktunya hanya sisa lima menit lagi. Ia menghitung-hitung harga tiket dan pajak yang saya harus bayar semua berjumlah 361 DM, saya pikir tak jadi soal karena saya bayar dengan uang hasil menulis makalah pada konferensi itu. Beberapa kali kertas printnya tak bisa mencetak dengan benar, ia hanya bilang maaf printernya memang bermasalah. Namun akhirnya bisa diselesaikan. Saya pun segera ke tempat check in, karena tak ada bagasi prosesnyapun mudah, ia hanya melihat paspor saya, dan mempersilakan masih ruang tunggu.
Perut saya yang belum terisi, karena di konferensi hanya tersedia sandwich keju dan susu asam (yoghurt) kesukaan ku serta sebuah apel New Zealand. Di dalam ruang tunggu ternyata pesawat masih diisi barang-barang bagasi. Hujan tampak dari kaca-kaca airport yang transparan itu saya masih sempat makan apple pie dan segelas jus jeruk. Pesawat Air Berlin berangkat terlambat seharusnya 17.45 jadi 18.20 karena cuaca hujan dan tak baik untuk penerbangan. Untung saja hanya menjelang keberangkatan dan sedikit di tengah perjalanan, satu jam terakhir sebelum sampai cuaca malah sangat baik, pesawat tak lagi berguncang awan putih di bawah pesawat kami, matahari tampak masih terang benderang.
Di pesawat saya berharap dapat informasi banyak mengenai Mallorca. Namun, saya lagi sial, saya duduk di tengah-tengah. Di sebelah kanan nenek-nenek yang hanya bisa berbahasa Jerman dan disebelah kiri seorang lelaki asal Polandia yang tak juga bisa bahasa Inggris. Harapan dapat informasi mengenai hotel di dalam pesawat dengan ngobrol sesama penumpang malah gagal. Dua jam di atas pesawat hanya bisa baca majalah dan bicara dengan isyarat dengan lelaki Polandia itu.
Turun dari pesawat di Aeropuerto Palma de Mallorca saya sempat bingung mau ke mana. Dalam pikiran saya hanya ingin menuju ke pantai. Setelah melihat beberapa gerai di airport itu, saya tak menemukan pusat informasi. Hanya ada tempat pesan taksi, limo dan reservasi hotel dan akomodasi. Saya mencoba menghubungi salah atu kios biro perjalanan yang menawarkan akomodasi. Tapi sambutannya tak bersahabat. Di batas kaca luar airport saya melihat seorang perempuan sepertinya petugas pemberi informasi, saya tanya soal bis menuju pantai. Ia menunjukkan agar saya ke luar airport. Setelah berjalan cukup jauh saya tak menemukan jalan keluar, dari beberapa lift yang saya tuju semuanya menuju ke tempat parkir kendaraan. Lapangan terbang Pulau Mallorca memang cukup besar dan membingungkan.
Dalam keadaan bingung saya pergi menuju kafe di sekitar airport itu. Sambil menyeruput cappucino saya bertanya-tanya pada seorang polisi yang juga sedang santai menikmati bir di sebelah saya. Saya bertanya dalam Bahasa Inggris, polisi tak mengerti sama sekali. Setelah membuka buku ‘ majic’ percakapan tujuh bahasa saya dapatkan dalam Bahasa Spanyol dan bertanya soal cara menuju pantai. Saya ingin naik bis apa masih ada?
Polisi yang ditanya bukan menunjukkan bisa, tapi menyarankan agar saya naik taksi saja ia menunjuk agen taksi AVIS. Tapi saya khawatir kemahalan, karena masih belum tahu tempat yang dituju. Setelah melihat-lihat tempat taksi, dari jarak 200 meter saya melihat bis, dan beberapa orang turis bule menenteng ransel nampak naik, saya berlari-lari dan dapatlah bus line nomor 17 menuju (pantai) Playa de Palma. Karcisnya hanya 300 pesetas (uang Spanyol 100 DM = 9.000 pesetas). Hanya 10 menit, perjalanan sampailah ke daerah dekat pantai. Jalan-jalan keluar dari airport benar-benar rapi dan benar-benar diperiapkan untuk menampung turis. Beberapa tempat juga tampak masih dibangun. Bersama seorang perempuan penduduk Majorca yang tak bisa bahasa Inggris, yang baru pulang dari tempat kerjanya di airport saya bertanya jalan menuju pantai. Ia menunjuk arah pantai yang ternyata tak jauh hanya berjarak 100 meter dari tempat turun bis itu. Tempat saya tinggal hanyalah bagian selatan
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam tapi udara masih cerah seperti pukul 17.00 di Indonesia, maklum musim panas. Jalan-jalan cari tahu tempat yang enak untuk tinggal dan cari hotel yang tak menguras kantung, namun tak muda. Tidak seperti di Pulau Bali atau Sosrowijayan di Yogyakarta yang penuh homestay murah dapat. Baru sekitar pukul 12.15 malam saya dapatkan Hotel Gala seharga 5000 pesetas. Hotel bintang dua tanpa televisi, radio ataupun room bar dan menghabiskan malam di luar hotel.
Majorca pulau seluas 3.640,16 kilo meter punya sejarah panjang. Pulau itu sudah ada sejak zaman magalitic (batu besar) ini bisa diketahui di monumen Megalitic Ses Paises. Tinggal di Pulau itu Bangsa Carthaginian, namun pada tahun 12 sesudah masehi tentara Romawi datang ke pulau itu. Mereka membangun tembok-tembok dan menara-menara kecil yang dikenal dengan nama the talaiots . Pada tahun 534 pulau yang berarti besar (mayor)-maksudnya pulau besar di Kepulauan Balearics, pulau-pulau di sekitar itu- dikuasai oleh orang-orang muslim, saat itu Spanyol yang menjadi pusat Islam di Eropa, dengan ibukota Corboda dikuasai oleh sultan Isam al Hawlani. Lebih dari 500 tahun dikuasai Islam, pada tahun 1087 hampir saja diberi kemerdekaan, tapi gagal setelah pemerintahan Islam kalah lagi di tangan Romawi. Pada tahun 1158 Ali Ibn Ganiya menyatakan kemerdekaan Majorca, dikuasai sampai tahun 1203. Dua puluh tahun kemudian Raja Jaime I datang menyerbu pulau itu dan menguasainya membangun kerajaan, sampai Spanyol dikuasai kembali oleh raja Spanyol hingga kini.
Namun, walaupun dikuasai Spanyol pada masa kini justru orang Jerman yang lebih banyak berkeliaran di pulau itu. Tercatat penduduk Majorca 628.116 orang, tapi turis yang datang setiap tahun lebih dari 8 juta orang, separuhnya berasal dari Jerman bersaing dengan turis asal Inggris yang hanya separuhnya dari turis Jerman, sedangkan pendatang dari Spanyol hanya 500 ribu orang. Kebanyakan para turis itu tinggal di pinggir pantai sepanjang 330 kilometer.
Kota-kota di Pulau Mallorca itu juga kebanyakan tersebar diantara pantai-pantai antara Arenal, Playa de Palma sampai daerah kosmopolit di Cala Mayor dan San Agustin. Karena banyaknya orang Jerman yang datang ke Pulau itu, tak perlu heran kalau tempat makanan, dan minum kebanyakan menggunakan dua bahasa Spanyol dan Jerman, membayarnya pun lebih mudah dengan Mark Jerman. Ada beberapa bar khusus orang Inggris, biasanya ditulis British Special. ‘’I hate Germany,’’ujar Gerry seorang pria asal Inggris yang mabuk berat dini hari itu. Memang komunitas orang Jerman mewarnai pulau itu. Bahkan di sebuah tempat, Ballerman VI, menjadi suatu tempat khusus untuk orang-orang Jerman yang pesta mabuk-mabukan.
Tak heran kalau orang Jerman banyak datang ke Majorca, karena kota-kota besar di Jerman, seperti Koln, Berlin, Frankfurt atau Dusseldorf, ada pesawat setiap hari ke pulau itu. Bukan itu saja dalam peak season (musim liburan) ada beberapa jadwal penetrbangan dalam sehari. Memang pesawat terakhir dari Koln yang membawaku ke Mallorca tak tersisa satu tempat duduk pun, sebagian besar orang-orang Jerman. Para turis kebanyakan datang membawa keluarga. Karena Hotel-totel di Pulau itu juga terkenal menyediakan sarana hiburan khas pantai untuk anak-anak.
Pantai di Pulau Mallorca dibagi dalam empat zone. Pantai wilayah Selatan dan Barat Daya tempat saya tinggal terpusat di Pantai (Playa) Palma de Mallorca yang berhadapan dengan laut luas ke arah Daratan Afrika. Wilayah Utara dan Barat Laut meliputi Cala Estellencs, Cala Banyalbufar, sampai Cala Deia yang menghadap Spanyol daratan Eropa, hanya memiliki pantai yang pendek sekitar 100 meteran dengan bebatuan. Wilayah tiga di Utara dan Timur Laut ada Playa de Formentor, pantai sepanjang seribu meter atau Playa de Pollenca sepanjang 6.200 meter yang tak kalah indahnya dengan pantai diwilayah satu. Di wilayah Timur dan Tenggara ada Canyamel, Cala Bona atau Cala Millor sepanjang 1.750 meter.
Eksplorasi pantai Palma de Mallorca sepanjangan 4.600 meter dimulai lagi setelah saya mandi keluar hotel, tujuan pertamnya cari makan. Setelah setengah jam berjalan-jalan dapatlah makanan yang cocok dengan selesa saya, kebab doner dan kentang goreng, dengan minuman chocolat milk shake. Di beberapa restoran dan bar yang terbuka tampak hiburan, di Sandra Restoran tampak gadis muda menampilkan tarian latin-Flamenco untuk orang-orang yang sedang menikmati makanan. Namun orang-orang yang lalu lalang di dapan restoran itu dapat juga menonton, sambil berdiri. Begitu juga orang-orang yang sedang santai di tembok pembatas jalan dengan pantai bisa duduk mengalihkan pandangannya dari pantai ke restoran itu. Beberapa bar dan restoran lain juga menampilkan hiburan yang beragam.
Semakin larut Playa de Palma semakin sepi, namun lalu lalang orang-orang tak henti-hentinya. Toko-toko souvenir sebagian mulai tutup. Di pantai serombongan anak muda laki-laki dan perempuan sekitar 20 orang pukul 02.00 dini hari itu tampak bergembira mandi dan bermain-main dari pinggir pantai ke tengah laut. Ditempat yang tak jauh dari sana seorang perempuan tampak tercenung di pinggir pantai, duduk di atas pasir, memandang dan mendengarkan desir ombak, tak ada yang peduli dan tak ada yang mengganggunya. Anda bisa juga naik bendi sewaan, maupun kereta turis yang berjalan-jalan di sekitar pantai itu sampai ke Ca’n Pastilla tempat ditambatnya kapal-kapal pesiar. Benar-benar tertata rapi dan tidak semrawut.
Bosan main di pantai atau minum-minum di bar di sepanjang jalan itu anda bisa masuk ke diskotik Voodoo yang hanya berseberangan dengan pantai.Masuk ke diskotik kecil dengan membayar uang masuk 1.000 pesetas, tempat menuju lantai dansa anda harus turun ke bawah. Kalau anda tak mau turun, bisa menikmati anak baru gede dari Jerman dan Spanyol menari latin dengan lincahnya. Anda juga tak sulit mendapatkan pasangan di diskotik itu, lebih mudah lagi kalau anda bisa berbahasa Jerman atau Spanyol. Sampai pukul 04.00 pagi hentakan musik masih terdengar dan para ABG itu seolah tak lelah menari.
Di sekitar pantai, selain berdiri hotel-hotel banyak rumah-rumah antik gaya Spanyol. Tak heran di Pulau itu beberapa selebritis dari Amerika dan Eropa memiliki villa di tempat itu, antara lain ; pemain tennis Andre Agassi, aktris Sharon Stone dan lainnya.
Karena buka sampai pukul 03.00, toko souvenir baru buka pukul 08.00 , mereka tak menjual barang sebelum waktu buka, walaupun tokonya sudah buka. ‘’Maaf anda tunggu sepuluh menit,’’ujar seorang perempuan penjaga toko yang baru saja membuka gerainya. Bis menuju airport juga datang tepat pada waktunya melewati depan hotel tk jauh dari pantai. Aku beruntung bisa mengejar pesawat pagi. Karena ternyata siang harinya terjadi pemogokan sopir angkutan umum selama 14 jam. Kabarnya ribuan turis tumplek tertahan di airport, karena para pemogokan sopir juga dibarengi kerusuhan, bakar-bakaran mobil yang tak mau ikut mogok, seperti di Indonesia.
(Ahmad Taufik)
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar