Saat pemerintah mengumumkan kenaikan bahan bakar minyak (BBM), sudah menjadi pemandangan umum kemudian terjadi antrian. Tapi kenaikan BBM pekan lalu memang mempunyai makna yang hebat. Seluruh sudut kota tempat ada Stasiun Pompa Bensin Umum (SPBU) mengalami kemacetan, bahkan merembet ke jalan-jalan disekit itu. Bahkan ada tempat yang mengalami macet total.
Herannya para pengantri itu bukan hanya kendaraan umum atau kendaraan biasa, tapi juga sedan-sedan mewan Mercedes bens, Jeep Pajero, BMW dan lain sebagainya ikut antri, dan rela bermacet-macet selama 4 jam atau lebih hanya untuk puluhan liter bensin. Bahkan ada beberapa jeep mewah membawa jerigen kosong untuk diisi di SPBU tersebut. Aneh?
‘’Ah, nggak, masyarakat kita memang rentan. Bukan karena mereka tidak punya. Mereka itu cemas walau punya duit,’’kata psikolog dari Universitas Indonesia, Sartono Mukadis.
Cemas karena apa? ‘’Mereka cemas karena ketidakpastian, apalagi melihat sikap pemerintah sekarang ini. Saat tuntutan masyarakat meluas, ekonomi belum bisa stabil, tiba-tiba menaikkan harga BBM. Ini, kan, menambah kecemasan masyarakat,’’kata Sartono Mukadis.
Soal kecemasan seperti itu, menurut, Sartono, bukan dominasi orang yang tidak berpnya saja, tapi juga orang yang punya. ‘’Pada dasarnya mereka cemas. Dan kecemasan seperti itu tidak memandang orang berpunya atau tidak berpunya. Pada orang yang berpunya, kebetulan mereka punya kesempatan, punya uang untuk kemudian mempertontonkan kecemasan itu lewat tindakan antri atau borong barang. Kalau orang miskin punya kesempatan dan memiliki untuk bisa membeli apapun, mereka juga akan ikut mengantri. Jadi kecemasan seperti itu tidak nela orang kaya atau orang miskin,’’kata Sartono.
Memang pikiran cemas seperti itu, menurut Sartono, membuat orang menjadi irrasional. ‘’Memang irrasional. Kalau anda tanya pada orang kaya yang ngantri tidak akan mendapat jawaban yang memuaskan. Memang begitu keadaannya,’’ujarnya.
Menurut Sartono, pikiran cemas yang terjadi saat ini, karena unsur pemerintah. ‘’Masyarakat sudah tak bisa percaya lagi pada pemerintah. Makanya, walaupun bikatakan sembilan bahan pokok mencukupi, masyarakat tetap mendoborong sembako itu, juga saat bersamaan ketika harga BBM diumumkan naik,’’katanya.
Kecemasan terjadi yang dipertonton masyarakat seperti itu, menurut Sartono, menunjukkan sentimen pasar seperti itu. ‘’Itulah, sentimen pasar, menunjukkan orang tidak lagi berpikiran rasional. Hal seperti itu juga yang terjadi terhadap rush BBM, dolar, atau saat ramai-ramai mengambil duit ke bank,’’katanya.
Menurut Sartono, ada satu kata yang terjadi saat itu, lumayan. ‘’Nah, kata lumayan itu yang terjadi. Sehingga jadi lucu, mobil mewah ikut ngantri. Padahal hanya untuk dapat bensin misalnya 60 liter, katakanlah Rp 30 ribu. Buat kita itu nggak masuk diakal. Tapi itulah, sentimen pasar, simbol pasar,’’kata Sartono Mukadis.
Kecemasan seperti itu, Menurut Sartono, adalah kecemasan jangka pendek. ‘’Apapaun mereka menjadi cemas. Ini tidak bisa disalahka. Karena keadaanlah yang membuat terjadi begitu,’’katanya.
Menurut Sartono, kecemasan seperti itu dalam bahasan psikologi dinamakan Angst Neurotism atau Mass Neurotism. “Neurotis massa, ketakutan massa. Dimana suatu ketakutan dan orang sudah nggak percaya apapun. Ini berbahaya bagi perkembangan bangsa kita,’’katanya. (Sekian)
Pendidikan Nasib
8 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar