Minggu, Agustus 30, 2009

Waspada Demi Si Buah Hati

Leukemia paling banyak menyerang anak. Dalam Bulan Kesadaran Leukemia, September ini, orang tua diajak lebih mengenal penyakit yang belum diketahui penyebabnya dan gejalanya pun tak terlalu kentara ini.


Wandi sering terserang demam disertai nyeri di persendian tangan dan kaki. Pada awalnya, dokter hanya mendiagnosis anak lelaki empat tahun ini terkena flu. Setelah serangan demam keempat, orang tuanya melihat Wandi makin pucat. Buru-buru sang ibu membawa buah hatinya ke rumah sakit.

Setelah dilakukan periksa darah menyeluruh, diketahui bahwa limfosit atau sel darah putih Wandi sangat tinggi. Sedangkan trombosit atau keping darah yang menggumpalkan darah dan zat besi yang mengandung oksigen dalam sel darah merah (hemoglobin) rendah. Wandi divonis dokter menderita leukemia limfoblastik akut.

Leukemia limfoblastik akut adalah penyakit fatal, karena sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit justru berubah menjadi ganas dan segera menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. “Pusat kejadian leukemia itu di sumsum tulang,” ujar Edi Setiawan Tehuteru, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta.

Sel darah putih yang ganas itu akan memperbanyak diri tak terkendali menjadi sel tidak normal dan tidak berfungsi. Sel-sel itu mendesak pertumbuhan sel darah putih normal maupun sel darah merah dan keping darah.

Menurut dokter yang pernah mendapat kursus leukemia di Fakultas Kedokteran Universiteit of Amsterdam, Belanda itu, menurunnya sel darah putih menyebabkan anak mudah terkena infeksi. Sedangkan rendahnya sel darah merah menyebabkan anak pucat dan lemah. Adapun berkurangnya keping darah membuat anak mudah mengalami perdarahan yang sulit berhenti. Selain di permukaan tubuh, perdarahan bisa terjadi di saluran pencernaan, otak, ataupun organ tubuh lain, dan mengakibatkan kematian. Sel ganas bisa menyebar ke hati, limfa, kelenjar getah bening, gusi, otak, dan tulang.

Leukemia limfoblastik ini paling banyak diderita anak-anak. Penyakit ini menempati urutan teratas (30-40 persen) jenis kanker yang paling banyak menimpa anak. Sebanyak 130 dari satu juta anak di dunia menderita kanker ini. Biasanya menyerang anak-anak di bawah 15 tahun, paling sering terjadi pada usia tiga sampai lima tahun, dan ada juga yang menyerang bayi.

Di Rumah Sakit Kanker Dharmais, peningkatan penderita leukemia anak cukup tinggi, dari 6 pasien pada 2007 menjadi 16 anak pada 2008. “Pasien leukemia anak-anak memang paling banyak yang dirawat di sini,” ujar Edi.

Gejala klinis khas yang mudah dikenali adalah pucat, panas, dan adanya perdarahan. Menurut Edi, orang tua perlu mewaspadai jika anak sering lesu dan lelah disertai pucat, demam yang tak jelas penyebabnya, perdarahan abnormal--seperti mimisan--bercak-bercak biru di kulit, serta rewel karena merasa nyeri pada tulang, dan perut teraba keras atau membengkak. Kadang-kadang ditemukan benjolan pada kulit, pembengkakan gusi, kelumpuhan otot wajah atau tungkai tanpa sebab jelas.

Pengobatan yang bisa dilakukan untuk leukemia di Indonesia adalah kemoterapi. “Lebih dini diketahui ada leukemia pada anak, lebih mungkin disembuhkan,” ujar Edi. Berdasarkan protokol pengobatan leukemia pada anak, minimal seorang anak menjalani kemoterapi seminggu sekali, selama dua tahun, tanpa henti. “Jangka waktu dua tahun tak bisa ditawar,” ujar Edi sambil memperlihatkan jadwal kemoterapi selama dua tahun pada Tempo, Rabu pekan lalu.

Kemoterapi terdiri dari beberapa fase: tahap induksi, profiaksis, intensifikasi, dan pemeliharaan. Dalam tahap induksi, yang merupakan masa terberat, terjadi tindakan mengebom sel kanker dengan berbagai jenis obat selama enam pekan. Obat-obatan yang diberikan pada tahap ini sangat keras hingga mempengaruhi sel-sel normal dan menimbulkan efek samping seperti rambut rontok, daya tahan tubuh menurun, mudah terinfeksi, dan diare.

Setelah lewat tahap induksi, pengobatan selanjutnya adalah mengejar sel kanker yang beredar sampai ke otak. “Dua tahap awal ini masa yang paling kritis dan perlu konsistensi,” ujar Edi.

Agar lebih tidak menakutkan, kemoterapi pada anak tidak dilakukan sembari berbaring. Si anak bisa sambil berkegiatan, seperti menggambar. Kamar perawatannya juga diberi dekorasi yang sesuai seperti dengan memasang gambar tokoh-tokoh kartun. ”Sambil diterapi bisa bermain dan belajar. Konsep ini dirancang dokter Edi,” kata Erwin Fauzi, koordinator relawan anak-anak penderita kanker Rumah Sakit Dharmais, “Pita Kuning” (baca: Bangsal Ceria Penyandang Kanker, majalah Tempo edisi 17 Agustus 2008).

Menurut Edi, dukungan keluarga dan masyarakat pada penyandang leukemia sangat menunjang keberhasilan pengobatan. “Karena biaya pengobatan ini cukup besar, tak semua orang mampu,” ujarnya.

Dokter Edi berharap dalam Bulan Peduli Leukemia pada September ini, perhatian publik bisa fokus pada pengobatan untuk anak-anak. Sejumlah kegiatan akan diadakan relawan Peta Kuning di Rumah Sakit Dharmais.

Selain kemoterapi, pengobatan leukemia bisa dilakukan dengan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi ini dengan cara mencangkok sel induk yang diambil dari sumsum tulang atau sel darah tali pusat bayi baru lahir. Namun di Indonesia model pengobatan ini belum digunakan.

Karena penyebab leukemia juga belum jelas, satu-satunya cara menghadapinya adalah waspada dan siaga.


Infografik
Kanker pada Anak

Leukemia menempati urutan teratas dalam daftar penderita kanker anak. Selain itu, ada jenis kanker lain yang biasa diderita anak:

Kanker otak:

Biasanya terjadi pada anak yang sudah lebih besar. Tumor pada otak dapat mengganggu fungsi dan merusak struktur susunan saraf pusat, karena terletak dalam rongga yang terbatas (rongga tengkorak). Gejala tumor otak yang harus diwaspadai adalah sakit kepala yang makin lama makin berat, disertai mual sampai muntah yang menyemprot akibat tekanan dari dalam kepala yang meningkat. Daya penglihatan berkurang serta penurunan kesadaran, bahkan bisa terjadi perubahan perilaku, misalnya marah-marah dan mengamuk. Bahkan, jika sudah stadium berat, bisa menimbulkan kelumpuhan dan kejang.

Retinoblastoma (tumor mata):

Gejala yang perlu diwaspadai adalah adanya bercak putih di bagian tengah mata yang seolah bersinar bila kena cahaya--seperti mata kucing pada malam hari. Gejala lain, penglihatan terganggu, juling mendadak, dan bila telah lanjut, bola mata menonjol. Retinoblastoma menjadi salah satu penyebab kematian pada anak, apalagi jika orang tua tidak mewaspadai gejala awalnya. Bisa disembuhkan, meskipun kadang-kadang harus mengorbankan sebelah mata.

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening):

Kadang-kadang, gejala limfoma maligna sulit terdeteksi. Salah satu gejala yang harus diwaspadai, bila terjadi pembengkakan progresif pada kelenjar getah bening di leher, ketiak, dan usus, tanpa disertai radang dan rasa nyeri. Bila timbul di kelenjar getah bening usus, dapat menyebabkan sumbatan pada usus dengan gejala sakit perut, muntah, tidak bisa buang air besar, dan demam. Bila tumbuh di daerah dada, dapat mendorong atau menekan saluran napas, sehingga penderita mengalami sesak napas dan muka membiru.

Neuroblastoma (kanker saraf):

Paling sering terjadi di dekat ginjal, daerah pinggang. Karena letaknya di dalam, deteksi dini kanker saraf ini sulit. Umumnya, pasien datang dalam keadaan agak lanjut. Selain di dekat ginjal, neuroblastoma dapat terjadi di daerah leher atau rongga dada, dan mata. Bila terdapat di daerah mata, dapat membuat bola mata menonjol, kelopak mata turun, dan pupil melebar. Bila terdapat di tulang belakang, dapat menekan saraf tulang belakang dan mengakibatkan kelumpuhan yang cepat. Tumor di daerah perut akan teraba bila sudah cukup besar. Penyebaran pada tulang dapat menyebabkan patah tulang tanpa sebab, tanpa nyeri, sehingga penderita pincang mendadak.

Rabdomiosarkoma (kanker kelenjar otot):

Pada anak biasanya menyerang daerah kepala, leher, kandung kemih, prostat (kelenjar kelamin pria), dan vagina. Gejala yang ditimbulkan tergantung letak kanker. Pada rongga mata, dapat menyebabkan mata menonjol, benjolan di mata. Di telinga, menyebabkan nyeri atau keluarnya darah dari lubang telinga. Di tenggorokan, menyebabkan sumbatan jalan napas, radang sinus (rongga-rongga di sekitar hidung), keluar darah dari hidung (mimisan) atau sulit menelan. Di saluran kemih, menyebabkan gangguan berkemih. Bila menyerang otot anggota gerak, akan menimbulkan pembengkakan.

Osteosarkoma (kanker tulang):

Khususnya menyerang anak yang agak lebih besar adalah kanker tulang primer, artinya timbul dari tulang, bukan dari tempat lain yang masuk ke tulang. Biasanya ditandai nyeri dan pembengkakan pada tulang. Kanker tulang dapat menyerang setiap bagian tulang, tetapi yang terbanyak ditemukan pada tungkai, lengan, dan pinggul. Kadang-kadang didahului benturan keras seperti jatuh.
***-/** (dimuat di Majalah Tempo edisi 31 Agustus 2009)

Tidak ada komentar: