Sabtu, April 26, 2008

Menonton Nostalgia 80-an

Penampilan Duran Duran masih prima. Penonton cuma menikmati nostalgia.

Romulo Radjidin, 44 tahun tampak sumringah setelah pertunjukkan grup band asal Birmingham, Inggris, Duran Duran di ruang pertunjukkan Jakarta Convention Centre, Senayan, Selasa malam pekan lalu. Pemilik nama beken Lilo, gitaris KLA Project, yang top pada akhir 1980-an dengan tembang Yogyakarta, merasa wajib nonton pertunjukkan ini. “Kehidupan musikku bersama era Duran Duran,”katanya.

KLA lahir 1988, ketika hampir delapan tahun Duran Duran menguasai aliran musik. “Duran Duran yang mengusung new wave dan punk, kami mengusung new romantic, lebih sendu dari Duran Duran di era itu,”ujar Lilo.

Lagu Duran Duran menguasai ruang-ruang diskotik di pertengahan 1980-an. Lilo menyebut musik yang enak untuk fashion show. “Duran Duran memang bisa masuk ke lantai disko pada masa itu, tapi bukan musik disko,”katanya. Duran Duran, diambil dari nama dr Durand Durand dalam film fiksi ilmiah besutan sutradara Roger Vadim, Barbarella. Grup itu dibentuk saat John Taylor, Nick Rhodes bertemu dengan penggebuk drum Roger Taylor usai sebuah pesta. Simon Le Bon juga gabung atas anjuran bekas pacarnya yang bekerja di klub malam Rum Runner, London. Wajarlah nuansa pesta atau klub malam mewarnai kelompok musik ini.

Musik Duran Duran sejak awal termashur hingga album terakhir Red Carpet Massacre, selain ngebeat dipuji Lilo hebat dengan ramuan campuran digital synthesizers. “Duran Duran tuh bener-bener gila nge-remix berbagai suara, tapi tak meninggalkan ciri khas musik masa 80-an. Itu, kelebihannya,”ujarnya.

Selain musik yang boleh dibilang maju era itu, lirik lagu-lagu Duran Duran seperti bertutur. Untuk mengungkapkan cinta Duran Duran tak langsung bilang, “aku jatuh cinta padamu, atau aku suka kamu,” tapi ungkapan perasaan seperti srigala kelaparan
“In touch with the ground,
I'm on the hunt I'm after you,
Smell like I sound,
I'm lost in a crowd,
And I'm hungry like the wolf,
dalam lagu Hungry Like A Wolf di album kedua bertajuk Rio yang dirilis 1982. “Lirik-lirik Duran Duran bertata bahasa apik, edukatif, walaupun gak puitis banget,”kata Lilo.

Dalam lagu maupun pertunjukkan Duran Duran juga selalu membawa pesan-pesan positif, tampak pada lagu Rio, New Religion atau Save The Prayer. Di Senayan, sebelum melantunkan lagu Ordinary World vokalis Simon Le Bon, sempat menyerukan perdamaian. “Kita cukup prihatin dengan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia yang bisa kita lihat di televisi. Kini saatnya, kita saling berpegangan tangan untuk perdamaian,"katanya kontan disambut tepukan penonton.

Sambutan kaum yang beranjak mapan, orang-orang seumuran Lilo dan tak jauh di bawahnya. “Dulu, ketika Duran-Duran manggung disini 14 tahun yang lalu, kami cuma bisa nonton di teve. Sekarang, kami udah bisa nonton dan bayar sendiri,”kata salah seorang personil kelompok nyanyi parodi Project P, Udjo Karim, 37 tahun

Memang, nostalgia 80-an itulah yang dibidik oleh Nepathya. “Apalagi 80-an sekarang lagi naik daun, pasti laku,”kata Rinny Noor sang promotor. Malam itu, lebih dari 3.000 orang nonton pertunjukan bertiket seharga Rp 750 ribu – Rp 2 juta. Tak seperti Beyonce atau Mariah Carey, yang minta perlakuan khusus, Duran Duran cuma minta dicariin wine tahun 1980-an. “Kami tak bisa penuhi, susah carinya,”ujar Rinny.

Penampilan prima Le Bon dan kawan-kawan, mengalahkan panggung minimalis yang hanya dengan backdrop deretan gedung jangkung. Lampu yang didominasi warna ungu dan jingga, sesekali warna kuning, merah cukup untuk menampil sosok Duran Duran seutuhnya. Lampu blitz berulang-ulang dengan bunyi seperti klik kamera berulang-ulang mengukuhkan pendapat Lilo, musih untuk fashion. Sesuai pula dengan tema album barunya, pembantaian di karpet merah, cerita kejadian tragis di catwalk. Semua itu membuat penonton terkesiap.

Dari 20 lagu yang dinyanyikan malam itu, beberapa lagu baru dicomot dari Red Carpet Massacre yang kaya melodi, tapi justru tak mendapat sambutan hangat. Namun saat lagu Notorious, Wild Boys, Rio, The Reflex maupun Come Undone dilantunkan penonton menyambutnya. Bahkan belasan penonton di samping kanan panggung nampak berdiskoria.

Pertunjukkan Duran Duran tak cuma menjadi bahan tontonan jika penyelenggara lebih sedikit kreatif. Misalnya, menyulap balai sidang jadi lantai disko. Karena grup ini lebih cocok sebagai musik pengiring. Namun Lilo tak sepakat dengan kesimpulan itu. “Duran Duran tetap band yang pantas ditonton, dan penampilan kali ini asyik banget,”ujarnya.

Ahmad Taufik (edisi edit dimuat di Majalah TEMPO)

Tidak ada komentar: