Sabtu, Januari 03, 2009

Yang Punya Nyetop



Sabtu ini aku benar-benar menikmati liburan. Kerjaan kejar setoran sudah dituntaskan sebelum tahun baru. Setelah santai seharian di rumah kawan di Bogor, saatnya pulang ke rumah di Parung Bingung.

Naik kereta api tut…tut..tentu nikmat. Ada dua kereta ekonomi menuju Jakarta. Pertama ku naik kosong, ada tempat duduk. Tapi kok di seberang ada kereta listrik lain. “Yang ini kereta kemana pak?” kataku.
“Ke Kota,”jawab seorang bapak-bapak yang berada di sebelahku.
“Klo yang di seberang itu?”
“O, itu ke Manggarai.”
“Mana yang duluan jalan?”
“Yang itu,”tukas bapak itu.
“Terima kasih, pak.” Langsung aku melompat menuju kereta yang berada di seberang. Memang lebih penuh. Aku gak ada urusan antara Manggarai dan Kota, tujuanku ke Stasiun Depok, hanya empat stasiun di lewati. Tas ransel langsung ku tempatkan di tempat barang di atas bangku penumpang. Aku lalu mengambil posisi di depan pintu. Tempat yang enak untukmendapatkan angin semilir.

Di depanku ada seorang bapak-bapak, baunya agak apek, dari penampilannya mungkin gelandangan. Di kantong belakang celananya berbagai macam barang, beberapa bungkus bekas rokok dan sebatang bamboo. Tanpa alas kaki, baju lusuh dan wajah agak kotor. Tak apalah sesekali menikmati bersama semilirnya angin.

Kereta berjalan kencang, berbeda saat sehari sebelumnya saat mnuju Bogor aku naik dan duduk di depan pintu, keretanya tak begitu laju. Kencangnya kereta, membuat bau apek itu tak tercium, saat berhenti di stasiun bau itu kembali semerbak. Akhirnya bapak itu turun di Bojong Gede untung uma dua stasiun.

Lepas stasiun Citayam, kereta mengerem dan berhenti. Aku heran stasiun Depok Lama masih jauh dan di daerah itu tak ada lampu sinyal. Untuk mempertegas aku menjulur menengok ke depan. Ternyata, seorang bapak-bapak demuk berjaket, di dalamnya tampak seragam Departemen Perhubungan, mungkin pegawai PT.KAI tak jelas. Orang itu langsung naik kereta, dan kereta kembali berjalan. Ibu-ibu yang berada di rumah di sisi rel, tak jauh dari Gg. Damai, Pondok Terong, Pancoran Mas, Depok, tampak tersenyum. Seorang penumpang dari dalam kereta berteriak,”yang punya kereta nyetop ni…ha…ha..”katanya menyindir petugas itu. Tentu saja tak terdengar sama petugas itu, maklum terhalang tiga gerbong. Hanya orang-orang lain tersenyum. “Keterlaluan,”seseorang menyeletuk.

Kereta berhenti sembarangan memang bukan cerita baru. Seringkali kereta berhenti tak jauh dari stasiun Tebet menuju Manggarai, karena ada pegawai Kereta Api turun. Bahkan yang lebih ngeri cerita, warga sekitar jalan Tambak, antara Stasiun Manggarai ke Cikini. Kereta bisa berhenti di sekitar jalan itu, bila bandar narkoba yang turun. “Biasanya mereka bayar lima puluh ribu rupiah,”ujar seorang warga setempat.

Maklum bandar atau pembeli “barang haram” itu lebih aman turun di tempat itu. Karena tak perlu melewati “mata-mata” (polisi) yang bertebaran di pintu-pintu masuk daerah tersebut.

Parung Bingung, 3 Januari 2009

Tidak ada komentar: